Bulan Bintang.

34 6 0
                                    

Aeril masih bermain dengan handphonenya di atas kasur. Rasanya malam minggu ini ia tidak sesemangat malam minggu 1 tahun kemarin. Yang mungkin sering ia habiskan bersama Yohan.

"Tok.. Tok.. Tok.." bunyi ketukan pintu kamar Aeril. Aeril langsung bangkit dari kasurnya dan berjalan mendekati pintu kamarnya. Ternyata ada mba Fitri di depan kamarnya.

"Neng, ayo makan dulu!" Ajak mba Fitri.

"Oh iyaiyaa mba, oiya itu si Ray udah mba panggil?" Tanya Aeril dan langsung dibalas gelengan oleh mba Fitri.

"Yauda mba duluan aja, nanti biar Aeril yang manggil." Ucap Aeril sambil tersenyum.

"Oh yauda baik neng, oiya itu bapak bentar lagi pulang. Mau nunggu bapak dulu apa gimana?" Tanya mba Fitri.

"Tunggu papa aja deh mba, Aeril kangen makan rame-rame" jawab Aeril dengan nada sedikit lesu tapi ia tidak memudarkan senyumannya.

Mba Fitri langsung mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan Aeril di depan pintu. Aeril langsung berjalan mendekati pintu kamar Ray dan mengetuknya.

Sudah ketiga kalinya Aeril mengetuk pintunya tapi tak ada jawaban dari dalam kamar Ray. Aeril mulai sedikit kesal, dan ketika ia hendak mengetuk pintu lagi tiba tiba pintu kamar Ray terbuka.

"Heh Ray! Ayo makan!" Ajak Aeril dengan nada sedikit kesal.

"Kenyang" jawab Ray singkat.

"Ihh ayoo!! Lo makan apaan bisa kenyang, ha?!" Cetus Aeril membuat Ray sedikit bingung. Sebenarnya dia lapar, tapi ntah kenapa ia malas untuk makan.

"Ray?! Tuhkan!! Ayoo makan!!" Ajak Aeril lagi tapi Ray hanya berdiri di ambang pintu dengan tatapan bingung tapi dingin.

"Ray, jangan bikin gue maksa lo makan ya!" Sambung Aeril sambil menatap mata Ray sinis. Ray membalas menatap Aeril dengan tatapan datarnya, ia juga menaikkan sebelah alisnya yg tebal.

"Lo nantang?!" Tanya Aeril sedikit sinis. Tapi Ray tetap diam. Akhirnya Aeril memegang tangan Ray erat-erat dan menarik Ray keluar kamarnya.

Ray kaget akan perilaku Aeril dan ntah mengapa badannya seperti mengikuti saja kemana Aeril bawa. Ia tidak bisa menahan badannya untuk tetap diam. Hatinya sedikit deg-degan tapi langsung ia netralisir kan dengan secara paksa melepaskan tangannya dari pegangan Aeril, dan saat itu luka ditangannya sedikit sakit.

"G-gue bisa pergi sendiri!" Cetus Ray dan meninggalkan Aeril di ujung tangga. Membuat Aeril bingung tapi sedikit tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya.

Setelah sampai di bawah mereka langsung berjalan menuju ruang makan. Terlihat mba Fitri sedang menyajikan makanan untuk malam ini.

"Eh den Ray, gimana tangannya? Udah berenti itu darahnya?" Tanya mba Fitri membuat Aeril membulatkan matanya dan langsung melirik ke arah Ray. Ray yang merasa dilihatin Aeril, langsung membuang mukanya seakan-akan tak ada masalah.

"Mba!! Ray kenapa??" Tanya Aeril dan langsung berdiri mendekati Ray.

Ray langsung mengkode mba Fitri tapi sayangnya mba Fitri tidak peka.

"Ini neng, tadi aden bulak balik ke dapur ngambil minum pas saya mau bikin makan malam, trus gatau tiba-tiba gelasnya jatoh. Si aden mau ngambil pecahannya eh malah kena tangannya terus berdarah." Jelas mba Fitri membuat Aeril langsung berjalan mendekati Ray.

Aeril langsung memegang kedua tangan Ray dan melihat mana tangan yang luka tadi. Saat dilihat ternyata lukanya di sebelah kanan, tempat Aeril memegangnya tadi.

"Ray?" Ucap Aeril dengan tatapan kaget dan khawatir karena tangan Ray masih sedikit berdarah, tapi Aeril tadi tidak merasakannya. Setelah itu Aeril melihat tangannya dan benar saja, ada sedikit bercak merah. Ray hanya melihat lalu membuang mukanya dari tatapan Aeril.

He is Cold or WarmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang