Senyum yang hilang.

49 8 3
                                    

"Hallo paa" sapa Aeril menjawab telfon papanya.

"Sayang.. kamu- dimana- nak?" Tanya suara itu dari sebrang sana dengan kata-kata yang diucapkan terputus-putus.

"Aeril disekolah kok pa, papa kenapa? Kok suara papa lesu gitu?" Tanya Aeril sedikit panik. Suara papanya sedikit berbeda kali ini.

"Sayang, kamu kerumah sakit ya, mama kamu nak.." suara papa kali ini seperti menahan tangis.

"Paa, mama kenapa pa?!" Ucap Aeril histeris.

"Mama Ril, mama kamu udah ga sadar lagi dari pagi" sambung papa dengan suara tangisan.

Aeril yang mendengar itu sontak kaget, handphonenya terjatuh tak tentu arah. Aeril tidak peduli dengan handphonenya, ia hanya memikirkan kondisi mamanya. Air matanya hampir saja jatuh, tapi ia tahan.

"Gaa, gamungkin. Mama gamungkin ninggalin aku. GAMUNGKIN!." batin Aeril dengan tatapan kosong yang masih tak percaya.

Aeril sadar ada yang mendatanginya, tapi ia kacau. Ia tidak tau harus berbuat apa selain berlari mencari seseorang yang dapat membantunya. Ray, ya! Orang itu adalah Ray, teman kecilnya.

Sontak ia langsung berlari mencari Ray dan ternyata Ray sudah ada di depan matanya.

"Ril, ayo!" Ajak Ray seakan ia tau kalo Aeril membutuhkannya. Tanpa pikir panjang Aeril dan Ray langsung berlari menuju parkiran mencari mobil Ray. Lalu mereka pergi menuju rumah sakit itu.

"R-Ray, nyo-nyokap gue Rayy.." ucap Aeril sangat pelan dan terbata-bata. Ia masih mencoba untuk menahan tangisnya.

"Ril jangan mikir yang aneh-aneh dulu." Balas Ray.

"Nyokap lo pasti gapapa" lanjut Ray menenangkan Aeril.

Ray membawa mobil dengan sedikit kencang dan tidak tau kenapa perjalanannya kali ini tidak dihalangi oleh macet. Ray sebisa mungkin membawa mobil dengan kencang dan tetap hati-hati.

"Ril, lo harus kuat!" Batin Ray yang sesekali melihat ke arah Aeril yang wajahnya semakin khawatir. Meskipun tatapan Aeril sekarang kosong.

"R-Rayy, hiks! g-gue takut!!" Kali ini Aeril tidak bisa menahan tangisnya. Ia tidak kuat membayangkan apa yang akan terjadi dengan mamanya. Ia tidak ingin mamanya kenapa-kenapa.

Ray tidak bisa menjawab apa-apa, selain membawa mobil dengan sangat kencang.

•••

Akhirnya mereka sampai di parkiran rumah sakit. Aeril langsung berlari meninggalkan Ray yang baru keluar dari mobilnya. Ia berlari memasuki rumah sakit dan langsung menaiki lift untuk ke lantai 3.

"Lifttt!!! Ayoo cepetann!! Cepetannn!!!" Ucap Aeril panik dengan air mata yang terus bercucuran. Ia berkali-kali menekan tombol lift itu.

"Aeril tenang" ucap suara itu, ya dia Ray yang tiba-tiba berada di belakang Aeril. Tapi kali ini Aeril tidak menggubris perkataan Ray beda seperti biasanya. Lift pun datang, Aeril dengan cepat masuk dan langsung menekan tombol 3.

"Maa!! Tunggu Aeril maa hiks, A-Aeril gamau mama pergi" batin Aeril gelisah. Dari tadi air mata yang tak pernah ia keluarkan, terus mengalir deras. Aeril tidak bisa mengontrol dirinya sekarang. Ray yang melihatnya ingin sekali memeluk gadis ini. Tapi ia merasa tak pantas, yang pantas hanya Yohan batinnya.

Setelah lift sampai di lantai 3, Aeril langsung keluar dan berlari mencari kamar mamanya.

Setelah lift sampai di lantai 3, Aeril langsung keluar dan berlari mencari kamar mamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
He is Cold or WarmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang