SYALAND 22 - STRANGE DAY

92 17 2
                                    

Hanya ingin memberitahu sesuatu, hal yang kamu anggap sebagai sesuatu yang begitu aneh dan membingungkan, bisa saja merupakan hal yang begitu unik dan luar biasa bagi manusia lainnya.

***

Angin berhembus pelan menerpa wajah cantik dan membelai rambut panjang milik Calista. Saat ini ia sedang berada di taman Cendana yang kebetulan sedang sepi dan tak berpenghuni. Setelah keluar dari kantin, Calista memutuskan untuk berdiam diri di taman seorang diri, ia tak ingin siapapun untuk menemani.

Bohong jika berkata bahwa Calista sudah melupakan tentang olimpiade itu. Nyatanya semua hal yang berhubungan dengan kejadian itu masih terngiang-ngiang dipikirannya, terutama tentang sosok Rio Orlando.

Masih ingat kah kalian dengan nama itu? Ya, bagaimana mungkin kita bisa melupakannya. Seorang laki-laki yang sudah berbuat curang hanya untuk memenangkan sebuah pertandingan.

Mungkin dia tergolong anak yang ambisius, atau lebih tepatnya, terlalu ambisius. Menjadi seorang yang ambisius bukanlah suatu kesalahan, yang salah adalah cara yang dilakukan untuk mewujudkan suatu keinginan.

Menghalalnya segalanya bukanlah solusi yang tepat. Kamu hanya perlu belajar lebih giat jika ingin menjadi yang terhebat.

Terlepas dari itu semua, intinya dia sudah berhasil menduduki posisi yang seharusnya menjadi milik Calista. Lantas, mengapa wajahnya murung dan tatapannya sendu seperti itu? Bukankah seharusnya ia senang karena sudah mendapatkan suatu impian?

Mungkin yang dikatakan oleh Leo dan Miranda ada benarnya. Bisa saja ia memang merasa bersalah karena sudah berlaku curang kepada Calista, bahkan ia sempat mengucapkan kata maaf kepada Calista. Benar-benar sangat aneh.

Calista menghela napas pelan, "Aneh banget, sih," gumam Calista sendirian.

Tanpa sengaja Calista melihat seorang gadis sedang berjalan menuju ke arah nya. Tapi tidak, sepertinya ia tidak memperhatikan langkahnya, dan mungkin saja ia sedang... menangis?

Tapi apa peduli Calista? Untuk apa buang-buang waktu mengurus masalah orang lain sementara masalah diri sendiri juga tidak terselesaikan.

Karena mulai merasa tidak nyaman, Calista pun memutuskan untuk beranjak dari tempatnya saat ini menuju kelas X MIPA 1.

Sepertinya gadis itu memang tidak menyadari kehadiran Calista sebelumnya, terbukti dengan ia sedikit terlonjak ketika melihat Calista bangun dari tempat duduknya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Calista berlalu meninggalkan taman dengan gadis yang penuh tangisan.

***

"Ra, please, jangan diamin gue, gue nggak maksud gitu tadi."

"Udahlah, Da, nggak capek lo begitu mulu dari tadi? Sana balik ke tempat duduk lo, istirahat, tidur, mumpung lagi jamkos."

"Ra-"

"Ini ada apa, sih?" Calista yang baru memasuki kelas merasa aneh dengan kelakuan para sahabatnya.

"Ra, please." Belinda terus saja memohon kepada Aurora dan mengabaikan pertanyaan Calista.

"Nggak ada yang mau jawab nih? Ya, udah." Calista langsung melangkahkan kakinya menuju bangku di sebelah Leo, karena untuk duduk di samping Aurora saat ini bukanlah sebuah pilihan yang tepat.

Calista langsung menjatuhkan kepalanya di atas meja yang beralaskan lipatan tangan. Leo yang memang sedang tidak memiliki kegiatan, memutuskan untuk mengipasi Calista dengan buku catatan matematika.

"Enak banget, ya, jadi Tata, nggak punya pacar juga tetap bisa manja-manjaan, kita mah apa, cuma remahan rengginang." Bianca meratapi nasibnya.

THE SYALANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang