[23] Problem

1.5K 259 45
                                        

Selang beberapa hari setelah Rosé tau tentang perjodohan itu, Vantae terus memaksa dan meyakinkan Rosé untuk tidak meninggalkannya. Rosé bingung.

Rosé mencintai Vantae, tapi apalah daya dia tidak mau Vantae terlihat seperti anak durhaka yang tidak mau menuruti perkataan orang tuanya. Lagi pula yang dijodohkan adalah sahabatnya sendiri yang ia tau, tak akan menyakiti Vantae.

Bahkan beberapa hari ini Rosé mencoba menghindari Vantae, membuat lelaki itu sangat frustasi.

✉  To : My Rosés 💜
Apapun itu,
Aku akan memperjuangkan Hubungan kita
Sekalipun aku harus membangkang orang tuaku.
[Read]

Dan disinilah Vantae, tengah menghadiri makan malam dengan kedua orang tuanya dan tentunya dengan keluarga Nana. Lelaki itu tidak datang bersamaan dengan orang tuanya, melainkan datang sendirian. "Maaf telat"

Semua mata tertuju pada Vantae. "Dari mana saja kamu nak?"

Vantae tidak menjawab, ia terlalu muak dengan sang papa. Ia pun berjalan, menuju kursi yang kosong tepatnya didepan Nana. Sedangkan gadis yang ada dihadapannya itu tersenyum dan sedikit salah tingkah.

Hingga makanan yang dipesan pun datang. Mereka menyantap makanannya bersama sesekali mengobrol ringan tentang bisnis mereka, bahkan sesekali menyerempet kearah perjodohan. Vantae hanya tersenyum paksa ketika membahas tentang perjodohan sialan itu.

Ia menghela nafasnya berat, sepertinya ini waktu yang tepat untuk mengatakannya. "Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan" ucapan Vantae membuat semua orang yang ada dimeja makan itu menatapnya penuh intens.

"Ada apa nak?"

Vantae pun menoleh pada sang papa sekilas. "Sebelumnya saya minta maaf sudah datang telat dan membuat Om, tante, dan Nana menunggu lama." Vantae memberi jeda untuk kata yang akan diucapkan selanjutnya.

Ia memandang satu persatu orang dimeja itu. Mulai dari sang mama hingga Nana yang sedang ada dihadapannya. "Vantae juga minta maaf sekali lagi—Om, Tante, Nana, Papa, dan Mama. Maaf sekali. Vantae tidak mau perjodohan ini berlanjut"

"Omong kosong apa yang kamu katakan Tae!" Papa Vantae Sontak berdiri akan ulah putranya.

Semua orang pun kaget dengan hal itu, beda dengan Vantae yang tak gentar oleh sentakan sang papa.

"Paa, bukankah Tae sudah bilang dari awal kalau Tae tidak setuju dengan perjodohan ini. Maaf—ini bukan kapasitas papa menekan siapa yang layak menjadi pendampingku. Aku sudah dewasa, bahkan aku juga sudah bisa menentukan jalanku sendiri"

Sang Mama, hanya menatap sendu putra satu-satunya. Ia tau apa yang dirasakan Vantae saat ini. Semakin yakin sepertinya putranya itu sangat tertekan. Ia pun berdiri, untuk menenangkan sang mantan suami agar tidak terlalu emosi pada Vantae. "Kita bicarakan baik-baik"

Sayangnya papa Vantae tidak mendengarkannya. "Kamu mau main-main sama papa?!" teriak papa Vantae.

Vantae kini berdiri, "Tidak."

Dan kini pandangan Vantae teralih pada kedua pasangan istri yang sedari tadi hanya diam, dan Vantae tau pasti ada rasa marah dihati mereka. "Om, Tante.. Maaf, apakah anda akan terima jika nantinya putri anda menikah dengan orang yang tidak akan pernah memberikan apa itu yang dinamakan cinta?"

Mereka diam. Begitupun dengan Nana yang sekarang sudah menundukkan wajahnya. Cintanya ditolak bahkan sebelum ia menyatakannya pada Vantae.

"Saya tau, disini saya tidak tahu diri. Tapi saya tidak mau masalah ini berlarut-larut dan akhirnya terlambat untuk dicegah. Saya tidak bisa bertunangan dengan anak Om dan tante—maaf"

Wajah papa Vantae semakin mengeras, ia sangat marah. "Tae!"

"Saya hanya akan bertunangan dengan orang yang sangat saya Cintai—dan saya sudah terlebih dahulu mencintai gadis itu, bukan gadis lainnya—termasuk Nana" ucapnya dengan tegas.

Hampir saja papa Vantae menjawab ucapan sang anak, tapi sayang, papa Nana lebih dulu menanggapinya. "Seiring berjalannya waktu kamu akan mencintai anak saya. Bukankah anak saya ini cantik dan sempurna untuk lelaki setampan kamu?

Vantae tersenyum gentir, "Walaupun cantik, tapi jika saya tidak mencintainya apakah itu akan menjamin sebuah kebahagiaan? Sekali lagi maaf, saya benar-benar tidak bisa bertunangan dengan Nana"

"Siapa yang mengajarkanmu begini Tae! Apa wanita itu sudah mempengaruhimu sampai kamu menjadi anak pembangkang begini?!"

"Stop! Papa jangan sampai lewat batas—Dia perempuan baik-baik"

Lelehan air mata Nana perlahan mengalir melihat perdebatan itu, ditambah Vantae yang menolaknya mentah-mentah padahal mereka belum sama sekali memulainya. Ia penasaran, siapakah gadis yang mampu membuat Vantae seperti ini?

"Kalau anak anda tidak mau bertunangan dengan anak saya—"

"Tidak! Mereka tetap akan bertunangan"

Papa Vantae benar-benar keras kepala, padahal sudah jelas sang anak menolaknya. Apakah bisnisnya bersama papa Nana sangat penting, sampai ia tidak memikirkan bagaimana perasaan anaknya sendiri?

Vantae benar-benar tidak habis fikir.

"Gak! Aku tetap gak mau sampai kapan pun! Sekalipun papa tidak merestui, atau bahkan papa tidak menganggap aku sebagai an—"

'PLAKKK..

Ucapan Vantae terpotong karena tamparan sang papa yang melayang begitu saja. Ia memegang pipi bekas tamparan sang papa, lalu menatapnya dengan senyum miring yang meremehkan.

Detik berikutnya Vantae meninggalkan tempat itu, tanpa memperdulikan teriakan sang mama. Dan acara makan malam itu pun berantakan. Dan ia tidak peduli.

Vantae langsung menuju motornya, mengendarai dengan kecepatan yang penuh. Dan bayang-bayang saat sang papa menamparnya dibanyak orang selalu muncul, hingga membuat Vantae hilang fokus.

'BRAKKK

♒♒♒

























PLAKK, BRAKKK, bunyi apaan tuh 🤣

Maaf yaa kalau ceritanya gak sesuai ekspetasi kalian, aku buruk dalam membuat konflik🥺


Terimakasih yang sudah baca, vote, dan coment💜

Terimakasih yang sudah baca, vote, dan coment💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
How About Us? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang