Sudah tiga hari dari acara makan malam Vantae bersama Nana dan Ayahnya. Kini pemuda itu tengah menuju Bandung untuk memenuhi panggilan sang Papa.
"Heran, Ribet banget jadi orang tua" gerutu Vantae.
Vantae sebenarnya sangat malas mengunjungi Bandung. Apalagi ia harus bertemu dengan papanya yang sangat ribet. Tapi karena sang mama yang menyuruhnya, mau tidak mau ia mengiyakannya.
Dan sekarang ia tengah duduk bersebelahan dengan sang mama yang berhadapan dengan papa. "Udah sejauh apa kamu sama Nana?"
"Maksud papa?"
"Kalian sudah sangat akrab?" Vantae tidak menjawab, pemuda itu lebih memilih fokus pada makanannya dari pada obrolan sang papa yang menurutnya sangat membosankan.
"Papa ingin menjodohkan kalian berdua" lanjut sang papa membuat Vantae menghentikan kegiatannya. Ia langsung menaruh makanannya dan menatap sang papa.
"Ha?— Gak!"
"Nana itu perempuan baik, dia cantik, dan pintar. Dia pilihan yang terbaik buat kamu"
"Gak bisa. Aku gak cinta dama dia" Vantae menoleh kearah sang mama, berharap mendapat bantuan. Tapi sayang, sang mama masih diam menatap Vantae agar menurut.
"Cinta bisa datang kapan aja. Lagi pula kamu tau apa tentang cinta? Apa cinta itu sekedar bilang aku cinta kamu? Itu gak cukup Tae"
Vantae mendengus kesal dengan tangan sedikit mengepal. Seharusnya ia tidak datang jika pembahasan kali ini hanya sebuah perjodohan yang tak Vantae inginkan.
Sang mama hanya diam, sebenarnya dia mau angkat bicara tapi ia urungkan. Mungkin waktunya belum tepat.
"Kalo perjodohan ini hanya soal bisnis, jangan bawa Vantae masuk ke masalah ini. Apalagi harus tunangan sama perempuan itu, yang jelas-jelas aku gak cinta"
"Kamu nanti akan mengerti Tae"
Tapi papa yang tidak mengerti, pikir Vantae. "Tetep aku gak mau. Aku punya pacar, dan aku cinta sama dia"
"Tinggalin, dan putusin. Selesai kan?"
Vantae menatap sang papa dengan senyuman kecut. Mudah sekali papanya bicara seperti itu. Dia tidak tau seberapa susahnya mendapatkan gadis yang selama ini sudah menjadi kekasihnya.
"Gak! Sampai kapanpun aku gak bakal ninggalin dia"
Mendengar jawaban Vantae, emosi sang papa tersulut hingga ia refleks menggebrak meja membuat mama Vantae kaget. Tapi tidak dengan Vantae.
"Kamu ngebantah papa? Siapa yang ngajarin kamu ngebantah kayak gini Tae!"
Melihat susana sedikit mencekam akibat perdebatan sang anak dan mantan suami, mama Vantae mendekat kearah papa Vantae, mencoba menenangkannya.
"Aku cuma gak mau tunangan sama dia paa, apalagi sampai nikah. Aku bisa cari kebahagiaan aku sendiri. Aku juga udah gede paa"
"Apa bentuk kebahagiaan menurut kamu? Tanpa masa depan yang jelas, kamu gak akan bahagia"
Vantae tersenyum miris mendengarnya. "Papa ngeraguin aku?"
"Papaa lakuin semua ini cuma buat kebahagian dan masa depan kamu nanti. Anak satu-satunya papa"
Ia menatap sang papa sedikit geram. "Aku gak akan bahagia untuk hal itu. Aku bakal buktiin ke papaa, kalo aku bisa dan bahagia"
Setelah mengucapkan itu, Vantae bangkit dari duduknya pergi keluar dari hadapan sang papa. Namun sebelum itu, Vantae berhenti dan menoleh kearah sang papa. "Dan Aku juga gak akan mau terima uang dari papaa. Aku bisa cari sendiri"
Pintu ditutup dengan sangat keras, tanpa memperdulikan panggilan dari sang mama. Dan Vantae benar-benar pergi, meninggalkan sang papa yang emosinya tengah memuncak.
Ia menuju motornya, melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi. Kali ini ia benar-benar marah. Ia tidak mau terperangkap dengan situasi seperti ini.
♒♒♒
Setelah beberapa menit Vantae keluar dari ruangan itu, kini hanya tinggalah dua orang yang kini sudah berstatus mantan suami istri. Mereka masih duduk berhadapan dengan pikiran yang berkecamuk.
"Mas, apa gak sebaiknya kamu batalin niat kamu itu?"
Akhirnya sekian lama setelah mereka saling diam, mama Vantae memberanikan diri untuk angkat bicara.
"Nggak. Aku udah fikiran semuanya, ini jalan yang terbaik untuk dia"
"Tapi dia gak bahagia, mas"
"Bahkan dia belum mencobanya"
Mama Vantae menggeleng pelan, lelaki di depannya ini benar-benar keras kepala. Sifat yang tidak bisa dirubah dari dulu, bahkan sepertinya turun pada anaknya.
"Mas, maaf— bukankah selama ini Vantae udah nurutin apa yang kamu mau? Apakah dalam urusan cinta kamu harus ngatur dia juga? Dia sudah dewasa mas"
"Kamu jangan mancing aku buat ngomong kasar ke kamu ya"
Mama Vantae diam sesaat, meneguk ludahnya sedikit takut. Tapi disisi lain ia lebih takut jika anaknya akan stress memikirkan hal itu.
"Aku tau apa yang terbaik untuk anakku, masa depan anakku, apa yang bikin dia bahagia" ucap papa Vantae.
Kini sang mama pun menatap lelaki didepannya ini lebih tajam. Keras kepalanya benar-benar tidak bisa ditaklukkan. "Yang terbaik buat Vantae? Dengan merenggut kebahagian dia? Dia bilang kalau dia udah punya pacar mas. Dia udah dewasa"
"Kalau gak ada urusan lagi, kamu boleh keluar dari ruangan ku"
Mama Vantae berdiri dan menatap lelaki itu dengan tajam. "Ingat, Vantae bukan cuma anak kamu, tapi dia juga anakku. Aku berhak memikirkan kebahagiannya, dan aku akan membelanya sampai anakku menemukan kebahagiannya"
Setelah puas dengan apa yang diucapkan, mama Vantae mengambil tasnya dan buru-buru pergi dari ruangan papa Vantae.
Lelaki itu mengacak rambutnya frustasi. Mantan istri dan anaknya tidak sejalan dengan fikirannya. Padahal yang ia lakukan hanya ingin membuat anaknya hidup bahagia.
Tiba-tiba dering telpon berbunyi, membuat lelaki itu malas untuk mengangkatnya. Namun demi kelancarannya ia pun mengangkat telpon itu.
"Haloo"
"..."
"Iya pak, Vantae setuju— semua bisa dipercepat"
KAMU SEDANG MEMBACA
How About Us? [✔]
Diversos[C O M P L E T E D] Vantae Kimona seorang pemuda yang notabenya sangat susah jatuh cinta, namun tiba-tiba menyukai seorang gadis cantik yang bermata indah. Bahkan sahabatnya pun terheran saat mendengar pengakuan Vantae yang menyukai seorang gadis. B...