07. Yang tak pernah berubah

5.9K 502 160
                                    

***

SAAT mendengar suara bel, Rizky yang sedang bekerja itu sempat terdiam. Tidak ada yang tahu jika ia tinggal di unit apartemen ini kecuali Rian. Saudaranya itu tidak mungkin kembali dalam waktu kurang dari sehari, bukan?

Lalu siapa yang berkunjung? Jam tujuh pagi? Ini sangat mengganggu.

Dengan malas, Rizky beranjak untuk membuka pintu. Seketika memaku saat menemukan siapa yang berada di baliknya.

Syifa. Perempuan itu berdiri dengan membopong  kantung belanjaan dengan kedua tangannya.

"Syifa?"

"Kamu sudah sarapan?" tanya Syifa. Ia sengaja datang sepagi ini supaya bisa membuatkan menu sarapan untuk Rizky.

Sementara Rizky, lelaki itu justru tersenyum tipis. Lucu ketika mendengarnya karena selama bertahun-tahun, tidak ada yang mencemaskan sarapannya kecuali Mama.

"Minum teh"

"Itu bukan sarapan Ky… " protes Syifa. Ternyata kebiasaan lelaki itu jauh lebih buruk dari apa yang ia bayangkan. Jika terus bertahan dengan pola hidup seperti itu, kapan ia bisa kembali sehat?

"Kamu mau makan apa? Biar aku yang buatkan"

Saat ditanya begitu, Rizky bahkan tidak tahu sarapan apa yang paling ia inginkan. Ia merindukan semua yang pernah Syifa buatkan untuknya.

"Apa saja"

"A-apa aku boleh masuk?"

Rizky tidak menjawab. Ia hanya tersenyum seraya menggeser tubuhnya, seolah memberi Syifa ruang.

Pagi ini pasti akan terasa berbeda karena akan ia habiskan bersama Syifa, gadisnya.




***



Rizky yang duduk di depan meja pantry itu sesekali mengulum senyum. Dari tempatnya, ia bisa melihat Syifa yang tengah berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapannya. Perempuan itu masih tampak cekatan meskipun harus melakukan beberapa kegiatan di waktu yang bersamaan.

Aroma masakan Syifa juga perlahan mulai memenuhi seisi ruangan dan membuatnya seketika merasa lapar. Entah apa yang perempuan itu masak, yang jelas masakan buatan Syifa tidak pernah gagal dalam mencuri perhatiannya.

"Benar tidak butuh bantuan?" tanya Rizky, untuk yang kedua kalinya. Sebelumnya ia sudah bertanya dan Syifa justru memintanya untuk fokus pada pekerjaannya saja.

"Nggak usah, ini juga sudah hampir siap"

"Sure"

"Kamu ada agenda pagi ini?"

Syifa hanya belum tahu. Tidak mungkin seorang Rizky Delana tidak memiliki agenda. Jadwalnya selalu padat dan kadang tak memiliki ruang jeda.

"Ya, aku akan mengadakan meeting jarak jauh dengan tiap kepala divisi perusahaan"

"Kapan? "

"Sekitar satu jam lagi"

"Kalau seperti itu seharusnya kamu nggak boleh mengabaikan sarapan. Nggak baik kalau sampai lewat jam sarapan"

"Kamu seperti istriku" lirih Rizky, yang ternyata masih bisa didengar oleh Syifa. Walaupun sempat terpaku, namun Syifa tetap tersenyum.

Ia juga masih merasa begitu. Segala tentang lelaki itu sulit untuk ia abaikan, seolah segalanya masih menjadi kewajibannya.

Seperti dulu.

Setelah masakannya termasuk nasi sudah siap, Syifa membawanya satu persatu ke meja pantry, menatanya persis di hadapan Rizky.

𝐻𝑒𝒶𝓇𝓉𝒻𝑒𝓁𝓉  (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang