5 - No HP

1.5K 120 0
                                    

"YOYOOOO!!!" teriak Ambar. "Mau kemana lo?!" bentaknya ketika melihat Yoga hendak keluar kelas.

"Kantin," jawab Yoga santai. "Nama gue Yoga, bukan yoyo!"

Ambar berdiri, mendekat ke arah Yoga. Ketua kelas itu menarik baju bagian belakang Yoga dan menyeretnya untuk kembali duduk.

"Apaan sih, Mbar?!" Yoga melepaskan cengkeraman tangan Ambar di bajunya.

"Lo gak liat tadi Pak Seta ngasih tugas?"

"Terusss?" tanya Yoga songong.

"KERJAIN LAH! Malah enak-enakan mau ke kantin. Sekolah tuh buat belajar, tempatnya belajar. Lo gak kasian sama bokap nyokap lo yang susah payah sekolahin lo? Lagian kita udah kelas dua belas, Yo."

Yoga menatap Ambar dengan sengit. "Gak usah ngatur-ngatur gue!"

Brakk. Ambar menggebrak meja di sampingnya. "Wajar dong gue ngatur-ngatur lo, gue ketua kelas di sini!"

"Ketua kelas bukan berarti bisa ngatur-ngatur hidup gue. Urusin aja kelas ini, jangan ngurusin hidup gue!" ucap Yoga.

Yoga menatap Ambar dengan tajam. Kemudian, ia berniat keluar dari kelas itu.

"Ya udah, sana pergi! Gak usah balik-balik ke kelas ini lagi!" usir Ambar terlanjur kesal.

"Lo ngusir gue?" tanya Yoga. "Bagus deh kalo gue gak boleh ke kelas ini lagi. Males gue di kelas ini. Isinya cuma orang-orang sok rajin kayak lo lo pada. Gak bisa diajak bercanda, hidup cuma buat belajar kayak gitu. Gak asik!"

Yoga benar-benar keluar dari kelas dengan dongkol. Ia benci dengan semua teman-teman sekelasnya, apalagi Ambar. Baginya, Ambar itu suka ngatur-ngatur dan merasa paling benar. Semua orang di kelas seolah dikuasai olehnya, harus menuruti apa yang Ambar ucapkan.

Bagi Yoga, anak-anak kelas XII IPA 1 tidak ada yang asik. Semuanya rajin-rajin dan tidak ada yang bisa diajak bercanda. Maka dari itu, Yoga lebih sering bolos pelajaran dan main ke kelas lain yang lebih asik.

"Yoga!"

Yoga menghentikan langkahnya dan menatap cowok yang duduk di kursi depan kelasnya. "Sejak kapan lo di situ?"

"Sejak tadi," jawab Gavin. "Fokus banget sama jalan, sampai gak liat gue di sini," ucapnya sambil terkekeh.

"Sorry lah, Bro. Lagi kesel gue sama si Ambar, ngatur-ngatur mulu. Eneg!"

Gavin menepuk pelan kursi kosong di sebelahnya. "Sini-sini, duduk sama gue."

Yoga duduk di samping Gavin. Dua cowok itu sering nongkrong bersama di WBY, Warung Bu Yuni. Mereka sudah akrab.

"Gue minta tolong dong, Yo."

"Apa yang perlu gue tolong?"

"Lo cariin informasi tentang Jihan. Terserah lo mau cari informasi apa aja. Alamat rumah, kebiasaan, hobi, makan favorit, atau apa pun. Bisa kan, Yo?"

Yoga bingung, Gavin sampai segitunya? Setahu Yoga, Gavin merupakan spsies cowok yang tidak terlalu memikirkan cewek. Tidak seperti Alan.

"Lo suka sama dia?" tanya Yoga.

"Iya," jawab Gavin. "Gak tahu sih beneran suka apa nggak. Cuma ... ya gitu deh. Cantik."

Yoga mengangguk-ngangguk paham. "Tapi gak gratis, Vin. Harus ada sogokannya dong. Jadi mata-mata itu gak gampang!"

"Beres! Lo mau apa?"

"Ducati Diavel Carbon," ucap Yoga. Ia yakin, orang seperti Gavin pasti bisa membelikannya motor mahal itu.

GAVHAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang