41 - Menjauh

718 49 0
                                    

Jihan membaca-baca buku di hadapannya sebelum bel berbunyi. Hari ini diadakan ujian, ia harus fokus dan berjuang untuk hasil yang terbaik. Sedangkan Fia dan Ambar sudah ngacir ke kantin untuk sarapan.

"Hai," sapa Gavin yang duduk di hadapan Jihan. "Nggak ke kantin?"

Jihan menggelengkan kepalanya pelan. Pandangannya tak lepas dari buku yang tengah ia baca. Semalam, Jihan sudah memikirkan baik-baik. Bahwa ia akan menjauhi Gavin agar cowok itu aman. Jihan belum tahu kenapa Vivi bisa mengirim ancaman lewat chat pada Jihan. Tapi sepertinya Vivi memang tidak main-main dengan ancamannya.

"Ke kantin yuk! Aku belum sarapan nih," ajak Gavin.

"Kamu sendiri aja," ucap Jihan datar.

"Kamu kenapa?" tanya Gavin ketika menyadari sikap Jihan yang tidak seperti biasanya. Jihan cuek dan dingin.

"Nggak pa-pa," jawab Jihan.

"Kata Alan, cewek kalo ditanya kenapa terus jawabnya nggak pa-pa, berarti ada sesuatu," ucap Gavin.

"Sok tau," ketus Jihan.

Jihan menghembuskan napas kasar. Lalu mengelus dadanya sendiri, sabar.

"Ikut ke kantin nggak?" tanya Gavin.

"Kamu nggak liat aku lagi belajar?" tanya Jihan dengan suara meninggi. "Aku mau fokus belajar dulu, dan kamu... jauhin aku!"

"Kamu kenapa sih?" tanya Gavin. "Aku salah apa sama kamu? Bilang!"

Jihan memutar bola matanya malas. Kemudian, ia berdiri dan menuju ke toilet untuk menghindari Gavin.

:::::

"Anjir dah! Montok bener tuh cewek," ucap Hanung sambil melirik salah satu adik kelas yang melewatinya.

"Mata lo, Nung! Tambah kotor tuh pikiran," cibir Gavin.

"Efek nonton youtube sama Alan tuh. Tontonannya nggak bener," ucap Dwi.

"Jangan bawa-bawa gue ya," ucap Alan tak terima. "Gue mah kalo buka youtube tontonnya pengajian."

"Ikan hiu makan keris
Hai manissssssss!" ucap Hanung memberi pantun kepada salah satu siswi yang lewat.

Gavin, Dwi, Hanung, Alan, dan Linggar tengah duduk di lorong kantin. Mereka menjadi sorotan orang-orang yang hendak menuju kantin di jam istirahat itu. Banyak juga yang menatap cowok-cowok itu dengan centil.

"Sakti amat ikan hiu makan keris," ucap Gavin.

"Ya iya dwong! Hiu gue mah sakti-sakti semua," ucap Hanung.

"Lo udah sembuh, Vin?" tanya Linggar.

"Belum sih, masih basah semua luka gue. Tapi berhubung hari ini ujian, jadi terpaksa berangkat," jawab Gavin.

"Halah! Luka gini doang mah nggak ada artinya buat Gavin," ucap Dwi.

"Ketusuk belati aja bisa hidup dia," tambah Hanung.

Plak

"ANJING! SAKIT!!" pekik Gavin ketika Hanung memukul lengannya yang sakit.

"Tenggelemin aja dia ke laut, Vin! Biar dimakan sama hiu-hiunya," ucap Dwi.

"Jangan elah. Emang lo nggak tau, Wi? Hanung kalo nyentuh air, bisa berubah jadi mermed dia," ucap Alan.

"Hanung, si mermed yang terasingkan," ucap Dwi.

"Anjir! Kok jadi mermed sih? Gue ini raja hiu, bukan mermed," ucap Hanung.

Gavin berdiri ketika melihat Ambar dan Fia yang hendak menuju kantin. Ia mencegat dua cewek itu.

"Jihan mana?" tanya Gavin to the point.

"Di perpus," jawab Ambar.

"Oke, thanks!"

Gavin berlari menuju ke perpustakaan setelah berbincang singkat dengan Ambar. Ia masuk ke perpustakaan dan mencari keberadaan Jihan. Jihan tidak ada di ruang baca, dan kemungkinan ia sedang mencari-cari buku di rak.

"Nyari buku apa, Neng?" tanya Gavin.

Gavin bersandar ke rak buku dengan kedua tangan dilipat di depan dada, menatap Jihan. Sedangkan Jihan fokus mencari buku tanpa melirik ke arah Gavin sedikit pun.

"Kamu nggak ke kantin? Nggak laper gitu?" tanya Gavin lagi.

Jihan tidak menjawabnya. Ia mendekap buku dan segera meminjamnya ke penjaga perpustakaan. Sepanjang itu, Gavin mengikutinya dari belakang.

"Kantin yuk, belnya masih lima menit lagi nih," ajak Gavin ketika keduanya sudah berjalan di lorong sekolah.

Jihan tetap diam. Tatapannya lurus ke depan, tanpa menghiraukan keberadaan Gavin.

"Ji--"

Drtt drttt

Gavin menghentikan langkahnya seraya merogoh saku. Sedangkan Jihan sudah meninggalkannya, melangkah menuju ke kelasnya sendiri.

"Selamat siang, ini dari kantor polisi."

"Selamat siang, Pak. Ada apa?"

"Saudari Vivi melarikan diri hari Kamis kemarin."

"Melarikan diri, Pak?"

"Iya. Pihak polisi tengah mencarinya."

"Terima kasih infonya, Pak."

"Sama-sama. Maaf karena kami baru mengabari."

Setelah sambungan telepon diputuskan, Gavin terdiam sambil berpikir. Vivi kabur? Apa ada hubungannya dengan Jihan yang menjauh?

:::::

Jihan menghirup napas lega ketika ia keluar dari dalam kelas. Hari ini ia berniat pulang naik bus. Fia tidak membawa mobil, melainkan membawa motor. Jadi, cewek itu pulang bersama Ambar. Ya, apa daya si Jihan. Ambar dan Fia kan memang sudah bersahabat lama.

"Duluan ya," ucap Ambar yang membonceng Fia.

"Iya, tiati," balas Jihan.

Motor Fia melaju meninggalkan wilayah sekolah. Jihan pun segera menyebrang jalan menuju ke halte bersama para siswa-siswi SMA Rajawali yang lainnya.

"Han," panggil Gavin. Tadi ia menghentikan motornya di depan halte, berniat mengajak Jihan pulang. "Ayo naik!"

Jihan menggeleng pelan. "Aku naik bus aja."

Kebetulan, bus melintas di halte itu. Jihan pun segera naik ke bus tanpa melirik Gavin lagi. Ia memilih duduk di dekat jendela. Bus melaju, Jihan memandang Gavin yang masih bertengger di atas motornya.

Drtt drttt

089×××××××××:
Bagus! Tetep kayak gini, jauhin Gavin.
Maka, gue pastiin Gavin baik-baik aja.

Air mata Jihan lolos ketika membaca chat itu. Ia merasa bersalah karena menjauhi Gavin. Tapi mau bagaimana lagi? Ini demi keselamatan Gavin. Karena Vivi benar-benar mengawasi Jihan dan Gavin.

:::::

GAVHAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang