18 - Tere Liye

776 67 0
                                    

"Lo jangan marahan lagi sama Jihan ya, Mbar," ucap Wildan. Ia duduk di samping Ambar di dalam kelas.

"Bukan urusan lo, Wil," ketus Ambar.

"Urusan gue lah. Kalian marahan gara-gara gue," ucap Wildan. "Gue emang suka sama Jihan, sejak pertama kali dia masuk ke kelas ini. Tapi Jihan ... nggak suka sama gue."

Ambar menatap Wildan dengan intens. Menatap manik mata hitam milik cowok yang sudah ia kejar selama beberapa tahun.

"Lo kenapa natap gue kayak gitu?" tanya Wildan merasa risih karena ditatap seperti itu.

"Biar lo bisa liat ada cinta di mata gue," jawab Ambar. "Gue udah cinta sama lo dari dulu, lo nggak tahu apa pura-pura nggak tahu sih?"

"Kalo lo denger jawaban gue, lo bakal sakit hati, Mbar," ucap Wildan.

"Lebih baik ditolak secara langsung daripada nggak jelas kayak gini," ucap Ambar. "Lo bilang sama gue, lo suka atau nggak sama gue?" tanya Ambar.

"Gue nggak bisa ngomong, Mbar," ucap Wildan.

"Lo nggak jelas banget sih? Lo kira nunggu itu enak?? Apa susahnya sih suka sama gue?" tanya Ambar dengan kesal dan emosi.

"Lo berhenti suka sama gue aja, Mbar," ucap Wildan dengan nada lembut.

"Gue udah suka sama lo dari dulu, Wil. Gue lakuin apa aja biar lo ngelirik gue. Tapi nyatanya? Lo sama sekali nggak ngelirik gue. Disaat gue capek dan mau berhenti ngejar lo, lo malah keliatan kayak suka sama gue. Lo malah nunjukin rasa perhatian dan peduli lo sama gue," ucap Ambar.

"Peduli bukan berarti suka, Mbar."

"Coba ngomong. Gue harus bagaimana biar lo suka sama gue. Ngomong! Ngomong sama gue!" bentak Ambar.

Wildan diam, cowok itu hanya menunduk. Untuk di kelas itu hanya ada mereka berdua.

"NGOMONG!" teriak Ambar sambil memukul-mukul dada Wildan dengan lemah.

"Gue harus gimana biar lo suka sama gue, Wil? Ngomong ...." Ambar menangis terisak, dadanya rasanya sesak sekali.

Fia dan Jihan masuk ke dalam kelas. Mereka berdua langsung menghampiri Ambar dan menenangkannya.

"Udah, Mbar," ucap Fia.

Jihan mengelus pundak Ambar. Sesaat kemudian, Ambar memeluk Jihan dengan erat. Erat sekali.

"Maafin gue ya," ucap Ambar di tengah isakannya. "Nggak seharusnya gue marah sama lo gara-gara cowok kayak gini."

"Iya, nggak pa-pa," ucap Jihan membalas pelukan Ambar.

Wildan masih menunduk. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Wildan suka dengan Jihan yang jelas-jelas sudah punya pacar. Dan Jihan sudah menjauhinya. Itu pasti. Jihan pasti akan menjauhinya.

"Coba lo belajar mencintai Ambar, Wil," ucap Fia.

:::::

Hari ini, Gavin dan keempat temannya sudah dibolehkan bersekolah. Masa skors sudah habis. Mereka masuk ke dalam kelas dengan cekikikan dan penuh tawa.

"WOY WOY WOYYYYY! Abang Hanung balik lagi nich, ada yang kangen nggak?" teriak Hanung sembari memasuki kelas.

"Liana, Siska, kangen kan sama gue?" tanya Hanung menaik turunkan alisnya.

"NGGAK!" jawab Liana dan Siska bersamaan.

"Selama lo di skors, hidup gue tenang tentrem ayem!" ucap Siska.

"Males banget kangen sama kutu kebo kayak lo!" tambah Liana.

"Kok gitu sih ... kalian berdua jahat! Jahat! Jahat! Jahat! Akunya kan jadi patah hati," ucap Hanung dengan nada yang dibuat sedih.

GAVHAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang