12 - Bimbel

1K 72 0
                                    

"Ambar," panggil Jihan. Tubuhnya diputar ke belakang, menatap Ambar yang tengah memasukkan buku-bukunya ke dalam ransel. "Jangan marah sama gue dong."

"Han, kasih Ambar waktu dulu," ucap Fia.

Di kelas itu, hanya tersisa mereka bertiga. Semuanya sudah pulang karena bel memang sudah berbunyi sejak tadi.

"Gue mau jelasin semuanya, Mbar," ucap Jihan tak menyerah.

Ambar bangkit dari bangkunya dengan menggendong ransel. "Nggak ada yang perlu dijelasin. Gue liat sendiri Wildan nembak lo di depan toilet. Jadi cewek jangan serakah dong! Udah punya Gavin, masih aja nempel ke Wildan. Dasar bangsat!"

Ambar berjalan menuju pintu, hendak pulang. Jihan berniat mengejar langkah kaki Ambar, namun Fia menahannya.

"Jangan, Han. Tunggu Ambar baik dulu keadaan hatinya," ucap Fia.

Jihan mengangguk, ucapan Fia ada benarnya juga. Ia akan mengajak Ambar bicara ketika suasana hatinya sudah membaik. Jihan tidak suka dengan Wildan, ia cinta dengan Gavin. Harusnya Ambar menyaksikan percakapan Jihan dan Wildan sampai akhir, jangan cuma setengah. Salah paham kan jadinya. Kalau saja Ambar mendengar Jihan yang berusaha membujuk Wildan untuk membuka hatinya untuk Ambar, cewek itu pasti tidak akan marah pada Jihan sekarang.

"Gue denger, SMA Rajawali bakal tawuran sama sekolah lain. Gavin ikutan juga kan, Han?" tanya Fia.

Jihan yang berjalan di sebelah Fia mengernyit bingung. "Gue nggak tahu, Fi. Lo tahu dari mana?"

"Tadi denger obrolan dari anak-anak," jawab Fia.

"Gavin kok nggak cerita ke gue ya?" tanya Jihan pada dirinya sendiri. "Atau dia nggak ikutan kali ya?"

"Nggak mungkin kalo Gavin nggak ikut. Cowok lo itu adalah orang yang selalu mimpin kalo ada tawuran. Apalagi yang gue denger ini tawuran besar," ucap Fia.

"Gue cari Gavin dulu deh. Duluan ya," ucap Jihan.

Fia mengangguk menanggapi ucapan Jihan.

Jihan mengedarkan pandangannya ke parkiran motor. Matanya melihat sosok yang dicari, Gavin. Ia tengah naik ke atas motor Hanung.

"GAV!!" panggil Jihan.

Gavin turun lagi dari atas motor Hanung. Cowok itu mendekat ke arah Jihan dengan setengah berlari.

"Kenapa, Han?" tanya Gavin. "Mau minta dianterin pulang? Aku nggak bawa motor, ini mau ambil motor ke rumah sama Hanung," ucap Gavin.

Jihan menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak kok, Gav. Aku cuma mau nanya sesuatu."

"Apa?"

"Kamu mau tawuran?"

Raut wajah Gavin yang tadinya sumringah berubah menjadi masam. Dengan cepat, Gavin mengubah kembali raut wajahnya. Ia tersenyum sedikit terpaksa sambil mengelus lembut rambut Jihan yang terurai sampai punggung.

"Nggak kok," jawab Gavin.

"Beneran? Nggak bohong kan sama aku?" ucap Jihan tak percaya.

"Nggak, Jihan. Siapa sih yang mau tawuran? Nggak ada."

"Oke." Jihan tersenyum, ia meraih tangan Gavin. "Nggak usah tawur-tawuran, ntar kamu malah kenapa-kenapa lagi."

"Iya, Han. Nggak tawuran kok," ucap Gavin.

"Maaf ya karena aku udah ngatur-ngatur kamu." Jihan merasa tidak enak, baru jadian tadi siang, udah main ngatur-ngatur aja.

"Nggak pa-pa, aku malah seneng diperhatiin kamu kayak gini." Gavin tersenyum tulus.

"Ya udah, aku pulang dulu," ucap Jihan.

-|-|-|-|-

Hari Sabtu, jadwalnya Jihan bimbel. Ini hari pertamanya masuk. Tempat bimbelnya tidak terlalu jauh dari rumah Jihan, bangunannya juga besar berlantai lima. Setelah bertanya-tanya kepada satpam yang menjaga di depan, Jihan menuju lantai tiga. Jihan masuk ke sebuah ruangan, di situ ada banyak anak seusianya.

"Hei, duduk sini aja sama gue," ucap seorang cowok kepada Jihan. Ia duduk sendirian di barisan bangku nomor dua.

Jihan mengedarkan pandangannya mencari kursi kosong. Namun tidak ada, sudah isi semua. Jihan tersenyum kecil lalu duduk di samping cowok itu.

"Lo Jihan Cassalova kan?" tanyanya.

"Kok tahu?" tanya Jihan bingung. Pasalnya ia baru pertama kali bertemu cowok itu.

"Gue Apriva Danendra kelas XII IPS 4," ucap Apriva memperkenalkan diri.

"SMA Rajawali?"

"Iya."

Seorang guru masuk ke dalam ruangan itu dan bimbel pun dimulai. Hari pertama Jihan tidak ada yang berkesan. Yang namanya belajar ya gitu-gitu aja. Mencatat materi, diterangkan oleh guru, selanjutnya tanya jawab atau mengerjakan soal.

Jihan memasukkan bukunya ke dalam ransel. Guru yang mengajar sudah keluar dari kelas. Jihan melirik arloji berwarna tosca yang melingkar manis di pergelangan tangannya, sudah jam setengah lima sore. Semoga saja masih ada bus yang menuju ke rumahnya, atau paling tidak masih ada angkot.

"Mau bareng sama gue?" tawar Apriva.

Jihan menggelengkan kepalanya sambil menggendong ransel. "Nggak usah, makasih."

"Udah jam segini, nggak ada angkot atau bus di depan," ucap Apriva.

"Kan bisa pesan taksi online," aucap Jihan kekeh untuk menolak ajakan Apriva.

"Di luar hujan, Han. Nggak akan ada taksi online yang mau, paling nanti lo malah di cancel."

Jihan melirik ke jendela. Benar, di luar tengah hujan deras. Ia berpikir sebentar untuk menerima ajakan Apriva atau tidak.

'Kalo gue dianter Apriva, terus Gavin liat gimana?' ucap batin Jihan. 'Nggak mungkin liat lah,' lanjutnya lagi.

"Ya udah, yuk!" ucap Jihan akhirnya.

Jihan dan Apriva sampai di lobi. Hujannya benar-benar deras. Langit terlihat menyeramkan berwarna kelabu. Tidak ada senja yang berwarna jingga.

Apriva menggenggam tangan Jihan. Lalu ia menarik Jihan untuk menuju mobilnya yang ada di parkiran. Apriva membawa Jihan berlari di tengah derasnya hujan.

:::::

GAVHAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang