9 - Selamat Belajar Cantik

1.2K 90 0
                                    

"Makasih ya, Gav." Jihan membuka gerbang rumahnya dan berdiri memandang Gavin.

"Kembali kasih," ucap Gavin. "Besok mau dijemput nggak?" tanyanya.

Jihan menggeleng. "Nggak usah deh, naik bus aja besok."

Gavin mengangguk pelan, ia tak mau memaksa jika Jihan memang tidak mau dijemput. "Gue pulang ya," pamitnya.

"Iya, hati-hati."

Motor Gavin melaju meninggalkan daerah rumah Jihan. Jihan menatap langit yang mulai jingga, sudah jam lima sore. Ia terlalu asik nongkrong di WBY bersama teman-teman Gavin. Mereka semua asik, tidak seburuk yang Jihan kira.

"Bagus ya, jam segini baru pulang."

Jihan meletakkan sepatu sekolahnya di rak sepatu yang ada di dekat pintu. Ia menatap Arwan dan Fitri yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Wajah keduanya nampak tidak bersahabat.

Jihan mendekat ke arah kedua orang tuanya. Ia berdiri di hadapan mereka sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Kemana aja kamu?" tanya Arwan.

"Habis nongkrong, Yah. Sama temen-temen," jawab Jihan jujur. Sejak dulu, ia tidak pernah berbohong pada siapa pun. Berkatalah yang jujur walau pahit sekali pun.

"Bagus, udah tahu yang namanya nongkrong-nongkrong kamu ya? Pulangnya diantar sama cowok lagi," ucap Arwan.

Jihan semakin menunduk, ia sangat takut saat ini. Jihan memang tidak pernah pulang telat, baru pernah sekali ini. Cewek seperti Jihan juga jarang sekali keluar rumah. Tepatnya tidak diizinkan kedua orang tuanya untuk keluar rumah. Masa remajanya hanya dihabiskan untuk belajar, belajar, dan belajar. Jalan-jalan bersama teman sebayanya tidak pernah dirasakan.

"Maaf, Yah," lirih Jihan.

"Mau jadi apa kamu? Ayah dan Bunda medidik kamu menjadi gadis baik-baik, Han," ucap Fitri ikut bersuara.

"Masuk kamar," perintah Arwan. "Mandi, makan, terus belajar."

Jihan mengangguk pelan. Ia membalikkan badannya dan bersiap menuju ke kamar.

"Jihan."

Jihan menghentikan pergerakannya ketika Arwan memanggil namanya. Ia membalikkan badan lagi untuk mendengarkan apa yang kedua orang tuanya mau ucapkan.

"Kamu Ayah ikutkan bimbel. Mulai minggu depan, setiap hari Sabtu dan Minggu," ucap Arwan.

-|-|-|-|-

"Habis dari mana, Ma?" tanya Gavin melihat Alexa yang baru pulang ke rumah.

"Bukan urusan kamu," jawab Alexa ketus. Bau alkohol menguar dari tubuhnya. Ia memakai mini dress berwarna merah dan hels 15 cm.

"Pasti habis seneng-seneng sama om-om ya?" ucap Gavin dengan nada menyindir. Ia melirik sekilas beberapa paperbag yang Alexa bawa. "Udah morotin berapa juta, Ma?"

"KURANG AJAR KAMU!" bentak Alexa.

"Bener kan? Mama itu kerjaannya cuma seneng-seneng, morotin laki orang, jual diri!" ucap Gavin menekankan dua kata terakhir.

Plakkkkk

Gavin memegangi pipi kanannya yang terasa memanas. Tamparan itu benar-benar keras hingga sudut bibir Gavin berdarah.

"Berani kamu bilang kayak gitu sama Mama?!"

"Kenapa?" tanya Gavin santai dan menantang.

"Mama kayak gini juga demi kamu! Biar bisa sekolahin kamu!" bentak Alexa sambil menunjuk-nunjuk wajah Gavin.

Gavin tersenyum miring. "Oh ya? Selama ini, aku nggak pernah tuh dikasih uang sama Mama. Semua kebutuhan aku penuhin sendiri dari hasil restoran peninggalan Papa. Mama nggak usah merasa penting deh," ucap Gavin.

Alexa bungkam. Memang benar, selama ini Gavin tidak pernah memakai uangnya. Gavin menjalankan restoran peninggalan Papanya, dan restoran itu cukup maju. Sedangkan Papa Gavin sendiri sudah meninggal dua tahun yang lalu.

"Pergi kamu dari sini!!" usir Alexa.

Gavin tersenyum. "Dengan senang hati."

Gavin menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya. Ia memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper. Semuanya. Tanpa menyisakan sebuah baju pun di dalam lemari.

Gavin kembali ke ruang tamu dengan menenteng dua koper besar. Ia naik mobil menuju ke rumah neneknya. Motornya biarlah di ambil besok-besok.

-|-|-|-|-

"Yok, Neng. Masuk masuk masukkk!"

Jihan sedikit terjengit ketika suara kenet bus terdengar nyaring di telinganya. Ia naik ke dalam bus dan mengedarkan pandangannya untuk mencari bangku yang kosong. Tiba-tiba pergelangan tangan Jihan ditarik seseorang hingga ia terduduk.

"Gavin?" tanya Jihan.

Gavin membuka topi hitamnya, lalu tersenyum manis ke arah Jihan.

"Kok lo bisa naik bus sih?" tanya Jihan bingung.

"Kenapa?" Gavin bertanya balik. "Bus kan kendaraan umum, siapa pun boleh naik dong."

Gavin memang sengaja naik bus. Selain karena ingin bertemu Jihan, pulang sekolah nanti ia juga akan mengambil motornya yang ia tinggal di rumah.

"Tapi kan gak biasanya lo naik bus," ucap Jihan.

"Jangan dipikirin lah," ucap Gavin.

Setelah itu, tidak ada percakapan lagi di antara mereka berdua. Bus berhenti di depan gerbang sekolah. Beberapa penumpang yang merupakan siswa siswi SMA Rajawali pun turun, termasuk Gavin dan Jihan.

Jihan memandang Gavin. Cowok itu menggenggam tangannya sejak keluar dari bus. Sedangkan yang ditatap menatap lurus ke depan.

"Kenapa ngeliatin gue?" tanya Gavin, pandangannya masih ke depan.

"Siapa yang ngeliatin lo?" elak Jihan. "Geer!"

"Gue ganteng ya?" Gavin menaik turunkan alisnya.

Jihan melepas genggaman tangan Gavin dengan kesal. "Iya ganteng, kalo diliat dari ujung monas!"

Mereka berdua menyusuri koridor. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka seperti biasanya. Kebanyakan para siswi yang menatap Jihan dengan sinis.

"Jam istirahat nanti, ke kantin sama gue ya," ucap Gavin ketika ia dan Jihan sampai di depan kelas XII IPA 1.

"Oke," balas Jihan singkat. "Udah sana pergi," usirnya karena Gavin tak kunjung berlalu ke kelasnya sendiri.

"Gue suka sama lo, Han," lirih Gavin.

"Hah?" Jihan tidak begitu mendengar ucapan Gavin yang nyaris seperti bisikan.

"Gue suka sama lo," ulang Gavin lebih jelas.

Jihan mengalihkan pandangannya dari Gavin. Pipinya terasa panas dan jantungnya berdetak lebih cepat.

"Ooh," ucap Jihan sedikit gugup.

"Oh doang?" tanya Gavin.

Jihan meremas ujung roknya. Ia benar-benar gugup, deg-degan, dan tidak tahu harus bagaimana.

"Ya ... ya iya."

Gavin terkekeh geli melihat tingkah Jihan. "Ya udah, gue balik ke kelas," pamitnya.

"I-iya," ucap Jihan terbata.

"Selamat belajar, cantik."

::::: GavHan :::::

GAVHAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang