Chapter 29 : h u r t ?

15 4 1
                                    

Clara dan Calvin menghabiskan sore mereka dengan menikmati sunset di balkon milik Calvin.

"Apa rasanya sakit?" Tanya Calvin tiba-tiba.

"Hah?" Balas Clara bingung.

"Harus kehilangan orang-orang yang sangat berarti bagimu" Jelas Calvin.

"Entahlah, coba saja kau bayangkan sendiri Vin. Kehilangan saudara dan ibumu untuk selamanya. Kehilangannya ayahmu walau tidak benar-benar menghilang"

"Bagaimana kau bisa melalui semua ini? Bila aku jadi kau, aku sudah menyerah sekarang"

"Mungkin, karena melepaskan yang menjadi kuncinya" Jelas Clara.

"Aku melepaskan mereka semua agar mereka dapat tersenyum di tempat yang lebih baik" Tambah Clara.

"Apa kau tidak pernah merasa kesepian?" Tanya Calvin.

"Nope, tidak pernah"

"Siapa yang selalu menemanimu?" Tanya Calvin.

"Harapan" Jelas Clara hangat.

"Aku sudah percaya dengan adanya harapan dari kecil, sampai sekarang" Tambah Clara.

"Ah, aku mengerti" Ucap Calvin.

"Mengerti apa?" Tanya Clara bingung.

"Lupakan" Balas Calvin.

Sunset telah muncul saat itu. Cahaya matahari yang ingin redup justru menjadi pemandangan paling indah.

Awan-awan yang berwarna oranye dan kemerahan menemani mereka.

"Clara" Panggil Calvin.

"Mhm?" Balas Clara.

"Kau tahu aku menyukaimu bukan?"

"A-aku kira itu semua hanya gurauan mu saja" Jawab Clara kaget.

"Baiklah" Ucap Calvin.

"Tapi, apa kau tahu kalau itu benar-benar nyata kan?" Tanya Calvin lagi.

Clara terdiam, pikiran dan perasaannya bercampur aduk.

Perasaan yang ingin membuka untuk seseorang.

Pikiran yang melarang perasaan karena ia tahu akhirnya akan sama.

"Clara, saat aku melihatmu. Aku yang tadinya tidak percaya dengan adanya harapan. Percaya begitu saja" Jelas Calvin hangat.

"Kenapa kau tidak percaya adanya harapan?" Tanya Clara penasaran.

"Dari kecil, orang tuaku selalu sibuk dengan pekerjaan mereka. Mereka tidak menyisakan sedetik pun waktu untukku. Aku selalu berharap suatu hari mereka akan menghabiskan waktu untukku" Cerita Calvin.

"Tapi, itu tidak pernah berubah" Tambah Calvin dengan senyumnya yang rapuh.

"Kakakku? Pergi ke Indonesia dan tidak pernah menanyakan kabarku"

"Sekolah? Semua membenciku karena mereka menyebutku anak dari orang tua yang kaya"

"Semuanya berubah semenjak kau menghampiriku saat itu. Aku menolak pertemananmu tapi kau tetap menemani dan mengajakku mengobrol. Walaupun aku tidak pernah membalas"

"Tapi, aku sadar dengan lengkapnya keluargaku aku harusnya bersyukur" Ucap Calvin hangat.

"Ketika aku mendengarmu bercerita tentang ibumu yang tiada, aku tidak tahu bagaimana kamu bisa melewati semua itu"

"Kau mempunyai harapan untuk melanjutkan hidup apa adanya"

"Itulah mengapa harapan menjadi temanmu selama ini" Ucap Calvin.

Clara yang sedari tadi hanya mendengarkan tidak dapat berkata-kata.

Analisis yang dilakukan Calvin sangat detail dan semuanya betul. Itulah yang Clara rasakan selama ini.

"Calvin. Aku tidak akan pernah menyesali pilihanku untuk berteman denganmu saat itu" Ucap Clara hangat.

Clara merasakan pelukan hangat yang tiba-tiba saja datang.

Mereka berdua berpelukan layaknya seorang kakak adik yang terpisahkan.

Hubungan diantara mereka sangatlah dekat.

Melebihi hubungan seorang ibu dan anak.

Hubungan itulah yang membuat mereka selalu bersama tanpa mereka sadari.

Walau raga mereka terpisah, sungguh jiwa mereka selalu bersatu.

»»————> 'Hope' <————««

Author note : 🙁

.・゜゜・t h x 💕

• Hope  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang