14. Ungkapan Rasa

68 10 42
                                    






-Ungkapan Rasa-














Aku tidak tahu sudah berapa juta daun yang jatuh ke bumi, tapi aku tahu betul semua itu bahkan sudah di atur dalam naskah drama Tuhan. Untuk aku yang masih berada disini aku hanya berdo'a agar tulisan tangan Tuhan bisa berlangsung lama jauh dari apa yang aku harapkan.

Suara orang yang aku selalu sambut kehadirannya, mata jernih yang luas yang tidak pernah bosan aku pandang. Seolah kata pulang tidak ingin aku terima.

"Jadi ada dua rumus buat ngerjain soal yang ini. Lo harus cari dulu nilai kedua x ini terus kalo udah ketemu lo masukin rumus yang satunya buat bikin garis bilangan."

Terang Renjun panjang lebar pada Hyura dan Jeno di acara kerja kelompoknya siang ini. Hyura mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti sedang Jeno yang duduk di hadapan mereka hanya diam tanpa peduli pada soal matematikanya.

"Oh.Jadi yang ini salah dong Jun."

"Iya, lo gak bisa langsung pake rumus yang ini lo harus pecahin dulu rumus yang satunya."

"Oh gitu."

Belajar matematika, haha bahkan Hyura sudah kenyang untuk melakukannya dulu tapi rasanya ada sebuah kesenangan tersendiri saat bisa mengulang keseruan dimana otaknya harus di peras dalam permainan rumus yang mana tak jarang jawaban setiap orang akan berbeda walaupun menggunakan rumus yang sama. Itulah Matematika.

Tangan rampingnya kini menggapai-gapai penghapus, pandangannya tak lepas dari angka yang ia tulis salah di bukunya.

"Eehhh?? Kok?"

"Apa Ra?" Tanya Renjun kaget.

"Ini, Jeno kamu apain penghapus aku?!"

Jeno menggendingkan bahunya acuh.

"Jen please kamu tuh kebiasaan banget motong-motong penghapus orang. Satu lusin penghapus aku berakhir kaya gini semua, ulah kamu juga."

"Iya deh maaf."

"Aihh..Jeno, ini penghapus aku yang ke delapan belas tahu gak."

Renjun geleng-geleng kepala melihat tingkah dua sahabatnya itu, yang satu cerewet yang satu kalem tapi jahilnya bikin nepok jidat babi.

"Ya udah sih gak usah lebay."

"Huaa..Jeno jahat, jahat."

"Berisik tau gak."

"Ini juga gara-gara kamu."

Jeno berdiri dari duduknya, menyambar jaket yang ada di sofa serta menggunakan topinya lalu meraih kunci motor di atas meja.

"Lo mau kemana?" Tanya Renjun.

"Bosen gue."

"Tapi kerkelnya kan belum beres."

"Kalian berdua doang juga bisa kayaknya."

Jeno melegos pergi dan menghilang di balik pintu, kenapa dia selalu saja begitu. Hyura diam seribu bahasa, kenapa? Apa ada yang salah? Apa kata-katanya terlalu menyakiti Jeno?


Tanpa Judul🍁 Nomin ft Oh Hyura✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang