Bab 17

389 38 0
                                        

Karena tak ada yang lebih tulus dari hati yang mencintai dalam perih, dan mendoakan dalam diam.

Menjadi seorang Rahman bukanlah hal yang mudah. Menjalani kehidupan tanpa seorang ibu, tidak ada yang menasehati seperti ibu, tidak ada masakan yang lezat dari ibu, tidak ada senyum hangat ibu di rumahnya. Semua terasa kosong disaat Yusuf kuliah dan ayahnya kerja pagi sampai malam.

Semua itu memang bukan mudah, tapi karena melihat kehidupan Atika yang lebih jauh sulit dari hidupnya, Rahman jadi sadar. Bersyukur itu sangat penting. Dia punya kehidupan yang layak, Atika seadanya. Dia punya apa yang dia inginkan, sedangkan Atika mungkin menabung dan bekerja terlebih dulu untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia punya ayah yang untung masih mengurusnya, Atika punya Ayah tapi tidak bersamanya.

Kadang setiap orang punya cerita hidup masing-masing. Mereka punya cara bahagia masing-masing. Dan mereka punya duka masing-masing.

"Eh man. Bengong ae lu" sergah Reza membuat Rahman terperanjat kaget.

"Ngapain sih lu bikin kaget aja" kesal Rahman.

"Elu yang ngapain. Liat noh pak Ajal manggil lo dari tadi, lo nya gak nyaut²" ucap Reza.

Rahman menatap pak Ajal di depan kelas yang berdiri menatapnya murka. Tidak hanya pak Ajal yang menatapnya, tapi seluruh penghuni kelas.

"Rahman. Apa yang kamu lamunkan pagi-pagi begini?" Tanya pak Ajal.

"Hah?.. eh itu.." Rahman menggaruk tengkuknya yang tidak gatal tidak tahu harus menjawab apa.

"Lihat papan tulis!" tegas pak Ajal. Rahman mengangguk menurut.

"Lo mikirin apa sih?" Tanya Reza berbisik. Rahman meletakkan jarinya di depan bibirnya. "Ssstt... Mikirin masa depan lu" balasnya berbisik.

Reza menatap malas Rahman. Kurang kerjaan banget si Rahman pake mikirin masa depan Reza.

~~~
Keringat membanjiri wajah Rahman dan itu membuatnya semakin tampan dimata para hawa.

"Man.. sebenarnya tadi lo mikirin apaan sih?" Tanya Reza saat mereka asik bermain bola basket.

Rahman tidak menjawab, dia tetap fokus pada ring dan melambungkan bolanya. Akhirnya masuk.

"Gak ada" jawab Rahman lalu mengambil botol minuman dan meneguknya.

"Alesan lo. Pasti mikirin Atika ya atau.. Hani?" Timpal Refan.

"Punya Sohib pada otak udang semuanya" ucap Rahman.

"Gue enggak lah" sahut Ravi tidak terima. Pasalnya dia hanya kebanyakan diam dan gak banyak ngebacot kayak 2R lainnya.

"Ya, kecuali lo" kata Rahman mengoreksi kata-katanya.

"Tuh dia bidadari yang baru diomongin." Seru Refan melihat Atika, Hani dan Maya berjalan bertiga ke arah kantin.

Rahman ikut menatap wanita yang diam-diam dia sukai itu. Ada rasa tidak nyaman melihat Atika jalan bersama Hani. Dia berpikir kenapa Atika tidak mengakui saja bahwa dia adalah saudara tiri Hani. Setidaknya Atika harus sedikit memberi jarak.

Rahman Atika||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang