Bab 27

384 30 0
                                    

Menyamai langkah dengannya itu sulit, Karena semesta belum mengizinkan.

--

"Ngapain mereka belum juga turun-turun"  ucap Pak Abdul dengan gerakan gelisah menunggu kedua putranya turun untuk makan malam. Jam sudah menunjukkan jam setengah. Pak Abdul ingin memanggil mereka tapi suara kaki yang turun dari tangga terdengar.
"Papa ngapain mondar mandir?" Tanya Rahman bingung.
"Menunggu kalian makan malam bersama".
"Bukannya biasanya papa juga nunggu di meja makan?".
"Yasudah, ayo cepat.. panggil Abangmu sekalian" ucap Pak Abdul berlalu dari hadapan Rahman. Rahman mengerutkan dahinya bingung melihat tingkah aneh papanya itu. Dan segera menghampiri kamar Yusuf.

Tok..tok..
"Bang, makan malam dulu" seru Rahman.
"Iya.. sebentar" sahut Yusuf dari dalam kamarnya. Tidak lama kemudian Yusuf membuka pintu kamar dan melihat Rahman berdiri dengan gantengnya di depannya.
"Ngapain di situ?" Tanya Yusuf menatap  heran ke arah Rahman.
"Papa aneh banget, kayaknya ada sesuatu" ujar Rahman. Yusuf menaikkan alisnya bingung.
"Yaudah, ayo.." tukas Rahman. Rahman menutup pintu kamarnya dan turun ke bawah.

Kurang dari 15 menit hening dan semua orang sudah siap dengan makan malam.
Pak Abdul berdehem membuat Yusuf dan Rahman menatapnya.
"Ada sesuatu yang mau papa katakan kepada kalian berdua."
Rahman dan Yusuf diam sambil menunggu ucapan papa mereka selanjutnya.
"Yusuf, kamu sudah cukup baik untuk menjadi seorang suami. Papa berencana mau jodohin kamu sama seseorang". Yusuf meneguk air ludah dengan susah payah. Suaran papanya terdengar serius.

"Sebenarnya papa tidak mau kamu berlama-lama, apalagi mencari pasangan yang sepadan. Papa rasa Atika adalah orang yang baik untuk kamu." Deg.. Yusuf maupun Rahman menatap terkejut ke arah papanya.
"Lagi pula kalian juga sudah lama kenal, kita juga sama-sama tau kalau Atika gadis baik-baik. Jadi papa rasa kamu cocok dengannya". Lanjut Pak Abdul.

Ruangan yang awalnya terasa lapang pun menjadi terasa sempit. Nafas Rahman terasa sesak di ruangan itu. Hal yang dia takuti itu datang. Dia tidak berpikir baru mendengarnya saja sudah sesesak ini, apalagi melihat yang terjadi selanjutnya.

Yusuf tidak tahu harus berkata apa. Ada rasa senang di hatinya sekaligus rasa tidak percaya. Tapi ada sesuatu yang ia cemaskan disini. Yusuf menatap Rahman yang menundukkan kepalanya.

"Bagaimana menurut kalian?" Tanya Pak Abdul memecah keheningan.
"Yusuf harus memikirkannya dulu Pa" jawab Yusuf. Sedangkan Rahman hanya diam. Dengan susah payah dia mengontrol hal yang memberontak di hatinya.
Ucapan Maya sore petang terngiang-ngiang di kepalanya "jadi kak Yusuf gitu yang pantes?" .

"Yasudah, papa kasih waktu seminggu. Dan setelah itu kamu harus memantapkan diri" ujar Pak Abdul yang di balas anggukan oleh Yusuf.
"Kalian siap-siap berangkat ke masjid!" Setelah itu Pak Abdul berdiri dan pergi ke kamarnya. Menyisakan Yusuf dan Rahman dalam kecanggungan.
Rahman berdiri dari tempat duduknya dan tersenyum ke arah Yusuf.
"Aku ke atas dulu bang" ucapnya.

~~~

Secara logika dia ingin menerima dengan lapang dada. Tapi hatinya sekaligus tersakiti. Perasaan fitrah itu kini membuatnya sulit bernafas. Seakan membunuhnya telak dari apa yang di perkirakannya sebelumnya.

Rahman menatap sajadah di depannya " Ya Allah.. aku ingin ikhlas, tapi kenapa dengan hatiku tidak? Kau menghadirkan rasa ini tapi mengapa seolah menyakitiku? Beri aku petunjuk agar hatiku tenang dan menerima apapun yang terjadi di masa depan" .

Rahman melipat sajadahnya , lalu berjalan keluar masjid. Dia tidak melihat Yusuf dan papanya. Sepertinya mereka sudah pergi terlebih dahulu karena Rahman memang sengaja berlama-lama di masjid untuk menenangkan hati dan pikirannya.

Di perjalanan pulang, tangan Rahman di cekal seseorang sehingga membuatnya secara refleks menyentakkan tangannya kasar.
"Astaghfirullah pak ustadz, sakit tau" keluh Reza mengusap tangannya.
Rahman menghembuskan nafasnya lega saat melihat sahabatnya.
"Kirain siapa" ucapnya.
"Nih si Refan pake acara kayak mau nyulik orang aja" ucap Reza yang keluar dari persembunyiannya bersama Ravi.

"Ngapain kalian disini malem-malem?" Tanya Rahman mengintimidasi.
"Emang kita gadis perawan yang gak boleh keluar malam man?" Refan meninju pelan lengan Rahman.
"Maksudnya, ada tujuan apa kalian kesini?" Tanya Rahman memperjelas pertanyaannya.
"Mau nemuin Marbut, ya mau nemuin lu lah Man" seru Refan.
"Lo tadi ngirim ke grup kalo mau balik ke luar negeri lagi. Cepat amat" ucap Reza.
Ravi hanya mendengarkan, ikut penasaran dengan jawaban Rahman.
"Iya, gue mau nyelesaian kuliah. Bentar lagi kan wisuda. Lo Lo juga harus fokus kuliah" ujar Rahman.

"Tapi itu masih lama Man, katanya lo libur. Harusnya banyakin ngumpul bareng kita. Reuni ala ala para cewe gitu" ucap Refan menaik turunkan alisnya.
"Dari dulu sampai sekarang otak lu cuma itu itu aja isinya, berkembang dikit napa" kesal Reza.
Refan mendengus mendengar Reza.
"Tanpa gue persahabatan kita gak ada rasanya, hambarr.. bagaikan nasi tanpa lauk"  ucap Refan semakin mengada-ada.
Rahman hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.

"Yaudah, besok kita ngumpul tapi bentar doang." Tukas Rahman.
"Janji Lo"
"Iyaa iyaa.."
"Udah gue pulang dulu, lu pada gak usah macem-macem. Ingat Tobat!" Ujar Rahman.
"Asssyiappp" seru Refan dengan lebaynya.
"Gak nyangka punya temen salah server" ujar Reza dengan tangan yang sudah gatal ingin menggampar Sohibnya itu.
Ravi hanya terkekeh geli melihat tingkah sahabatnya yang sangat jauh berbeda darinya. Bagaimana bisa dia berteman dengan orang-orang itu.
"Udah udah.. malu di liatin orang . Gue pamit Assalamualaikum" ucap Rahman.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh" jawab 3R lainnya.

"Pulang yuk Rav, tinggalin aja ni anak curut" ujar Reza berjalan meninggalkan Refan.
"Aduh.. dedek ditinggalin" keluh Refan mengejar Reza dan Ravi yang meninggalkannya.
"Jijik!!!" Seru Reza dan Ravi bersamaan.
Refan tertawa menanggapi.

  🌻سَهَّلَ اللهُ لَنَا خَيْرًا حَيْثُمَا كُنَّا-

Rahman Atika||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang