20

42 7 4
                                    

"Nad, lo balik sama siapa?" tanya Cevilla.

"Angkasa," jawabnya.

"Yakin lo?"

Nada mengernyit. "Kenapa?"

"Nggak apa-apa. Coba lihat lapangan sekarang," suruh Cevilla.

Ia melongok ke arah lapangan dan mengerti maksud Cevilla menanyakan ia pulang dengan siapa.

"Ya udah gue naik gojek aja," ucap Nada cuek.

"Ayo," ajak Ilana.

Mereka meninggalkan kelas. Ketika di koridor ada seseorang yang memanggil Nada.

"Nad!"

Ia menoleh dan mendapati Angkasa berlari ke arahnya.

"Gue tahu lo nggak bisa anterin balik, kan?" tanya Nada.

Angkasa mengangguk. "Iya. Sorry," sesalnya.

"Nggak apa-apa, lo latihan aja sana bakal lomba nanti," ujar Nada.

Senyum Angkasa menggembang. "Iya. Lo hati-hati, oke." Nada pun mengangguk.

"Serasa dunia milik sendiri," sindir Cevilla.

Keduanya tersenyum kikuk lalu Angkasa pergi menuju lapangan.

"Maksud Cevilla apa?" tanya Ilana.

"Ck, nggak usah nanya," ucap Selin.

Ilana pun mengangguk.

"Gimana kalo kita ke coffe aja?" saran Cevilla.

"Di mana?"

"Dekat sekolah kok. Baru dibangun juga coffe-nya," ucap Cevilla.

Mereka mengangguk setuju. Tak sampai 10 menit mereka sampai di coffe tersebut. Ketika memasuki tempat itu suhu dingin menyambut mereka. Tempatnya memang sederhana tapi terlihat elegant secara bersamaan.

"Duduk di mana?" tanya Ilana.

Cevilla menunjuk sebuah bangku dekat jendela. Setelah menduduki bangku yang Cevilla tunjuk datanglah seorang pelayan.

"Silakan," ucap pelayan itu.

Setelah menyebutkan makanan yang dipesan, pelayan tersebut pergi.

"Eh, tadi lo ngapain ke taman sama Ara?" tanya Cevilla.

Nada menoleh ke arah Cevilla. "Nggak ngapa-ngapain. Kenapa?"

"Tadi Ilana lihat Nada diseret sama Angkasa," celetuk Ilana.

Ia memutar bola matanya. "Bukan diseret, Ilana. Tapi lengan gue ditarik," jelas Nada.

"Oh, gitu hehe."

Selin menatap datar teman-temannya lalu bermain ponsel kembali.

"Terus kok ada Angkasa? Gimana ceritanya?" desak Cevilla.

Nada tersenyum misterius. Saat akan bercerita seorang pelayan datang mengantar makanan mereka.

"Terimakasih," ucap mereka serempak.

"Sama-sama, silakan dinikmati," ujar pelayan itu lalu pergi.

Keadaan hening sejenak setelah pelayan tersebut mengantar makanan. Ketika ingin membuka mulut ada suara yang menyelanya lagi.

"Yo! Nada dan kawan-kawan!" sapa seseorang.

Mereka menoleh dan mendapati Ketua Kelas mereka.

"Doni?!" seru Mereka kecuali Selin yang menatap datar Doni.

Doni tertawa melihat teman sekelasnya tercengang melihatnya.

"Kenapa lo semua?" tanya Doni heran.

Dengan malas Nada menjawab. "Gue malas lihat muka lo," ujarnya lalu meminum jus miliknya.

"Mengganggu suasana," ucap Cevilla.

"Berisik," tambah Ilana.

Sedangkan Doni melongo. "Parah!" serunya.

"Selin---"

"Diam!" seru Selin ketika Doni mengucap namanya.

Doni pun menggaruk tengkuknya yang terasa gatal. Ia salah mendatangi kandang macam betina sehingga mendapat amukan seperti sekarang.

"Iya gue pergi," ujarnya lalu pergi.

Mereka menghela napas. Akhirnya pengganggu bernama Doni pergi.

"Lanjut," suruh Cevilla.

Nada menghela napas sejenak. "Gue ikut si Ara ke taman. Tiba-tiba dia ngaku sebagai pacar Angkasa di depan gue," jelas nada.

"Ngarang," sinis Selin.

"Lanjut."

"Gue nggak percaya dong. Lagian Angkasa nggak punya selera macam Ara kalau gue rasa."

"Benar banget! Ara itu nyebelin parah!" seru Ilana dengan menggembungkan pipinya.

"Next."

"Dia maksa gue buat percaya kalau dia emang pacaran sama Angkasa. Gue yang nggak perduli cuma dengerin dia sambil duduk," ujar Nada.

Cevilla mengangguk. "Terus dari mana si Angkasa datang?"

Nada tersenyum penuh arti. "Dia datang tiba-tiba. Terus bikin skakmat si Ara." Kemudian Nada tertawa senang mengingat hal itu.

"Bagus si Angkasa datang," komentar Cevilla.

Ia mengangguk lalu menyedot jusnya. Netranya memandang keluar jendela.

"Janggal," ujar Selin.

"Kok bisa Angkasa tiba-tiba datang? Apa dia ikutin kalian pas mau ke taman?" tanya Ilana.

Nada pun baru tersadar dengan keanehan tersebut.

"Pasti Angkasa denger yang diucapin Ara," ucap Cevilla.

Memikirkan kenapa Angkasa datang secara tiba-tiba membuat ia pusing sendiri. Bagian terpenting adalah Ara yany berbohong. Soal Angkasa yang mucul secara mendadak bukan masalah baginya. Meski begitu setelah kejadian di taman, Angkasa membawanya pergi dan menjelaskan sesuatu yang membuat hatinya berbunga.

"Nada kok melamun?" Suara Ilana menyadarkannya dari lamunan.

"Oh, nggak apa-apa," ujar Nada dan tersenyum miring.

***

Halo selamat malam 👋

Jangan lupa vote and komen ya 📌

Jangan lupa next ➡

Terimakasih sudah baca cerita aku 💚

Happy reading 📖

Tbc

NADA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang