21

39 8 6
                                    

Keringat dingin keluar dari dahi seorang gadis yang menunggu di kelasnya. Ia merasa sudah memasukkan seragam olahraga, namun entah kenapa ketika ingin digunakan malah tak ada.

"Ck," decaknya.

Hatinya merasa tak tenang, hukuman menantinya kali ini.

"Duh, kok gue jadi pikun, sih!"

Gadis itu meninju dinding kelas. Tak lama derap kaki seseorang datang membuat ia cemas.

"Gimana?" tanyanya.

Temannya menggeleng. Gadis itu menghela napas kecewa. Sekali lagi ia meninju dinding kelas lebih kuat dari sebelumnya.

"Nada! Jangan ditinju dindingnya! Kasian!" seru Ilana.

Ia berbalik kemudian menatap gadis itu tajam, seketika Ilana menunduk.

"Duh, mampus gue nanti," gumam Nada.

Selin menepuk pundakknya pelan lalu melangkah pergi. "Maksudnya apaan nepuk pundak gue terus pergi?"

"Kayaknya Selin minta Nada untuk pasrah kena hukuman, deh," ujar Ilana.

Ia menoleh ke arah Ilana. "What?! Dasar Es Batu!!" geram Nada.

Kemudiam mereka menuju lapangan untuk menyusul Selin. Terlihat kelas XI IPA 2 sudah berkumpul. Pakaian yang Nada gunakan berbeda dengan teman sekelasnya membuat guru olahraga mengernyit.

"Nada," panggil guru itu.

"Iya, Pak," balas Nada.

"Kenapa nggak ganti baju olahraga?"

Ia menggigit bibirnya sambil menunduk. Keringat dingin mulai menetes, sepertinya ia memang harus pasrah.

"Nggak bawa, Pak," kata Nada.

Guru tersebut menganggukan kepala beberapa kali.

"Nggak apa-apa," katanya.

Jawaban dari guru tersebut membuat ia mendongak.

"Beneran, Pak?" tanya Nada tak percaya.

"Benar."

"Wah, makasih ya, Pak," ucap Nada.

Ketika ia ingin melangkah suara guru tersebut membuatnya menoleh.

"Tapi materi kali ini kamu nggak dapat nilai!" seru Guru itu.

Wajahnya ia tekuk karena kesal. "Kok, Pak---"

"Salahmu nggak bawa baju olahraga. Sekarang kamu boleh pergi asal masih daerah sekolah," potong guru itu.

Ia memutar bola mata. Daerah sekolah artinya ya di sekolah. Bukan keluar sekolah yang dimaksud.

"Iya, Pak. Saya pamit pergi," ucap Nada lalu pergi.

Langkahnya tak tentu arah. Ia bingung ingin ke mana, namun tenggorokannya terasa kering.

"Ck, malas ke kantin lagi," gumam Nada.

Suatu tempat terlintas di otaknya. Ia pun berlari menuju tempat tersebut. Sesampainya di sana semilir angin menerbangkan rambutnya.

"Good. Lagi sepi," ujarnya.

Atap sekolah menjadi tempat pelariannya kini. Segelas minuman ringan ia ambil dalam lemari kecil lalu duduk di sofa.

"Nah, kalau begini, kan, bisa lihatin dia olahraga," ujar Nada lalu tertawa.

Minumannya ia teguk sedikit demi sedikit. Rasanya sangat menyenangkan saat bolos seperti ini datang kemudian datang ke tempat yang cukup damai.

"Yang gue lakuin nggak bisa dibilang bolos kayaknya," gumam Nada.

NADA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang