2. Siapa dia sebenarnya?

51K 4K 596
                                    

Jangan lupa tekan bintang di pojok kiri sebelum membaca!

Happy reading....

*****

Suasana kelas 12 IPS 3 sedang ramai-ramainya karena guru yang seharusnya mengisi kelas sedang sakit. Jadi, semua murid yang di kelas ini memanfaatkan waktu jam kosong yang ada untuk bersantai. Ada yang ber ghibah ria, tidur di pojokan, ada juga yang make up an. Ini sih namanya musibah guru yang menguntungkan murid.

Akhir-akhir ini memang jarang sekali ada jam kosong. Khususnya kelas 12 karena sebentar lagi akan ada ujian.

"Laper gue, At. Yuk kantin!" ajak Alan pada Atlantis yang duduk di sebelahnya.

"Gak laper," jawab Atlantis datar tanpa menoleh, membuat Alan berdecak sebal.

Alan beralih menatap Rega, Dafi, dan Gilan yang duduk di depannya. Gilan duduk di samping Dafi. Sementara Rega duduk sendirian. Posisinya ada di tengah-tengah mereka.
"kantin yok, laper gue."

"Ide bagus tuh yok yok!" jawab Gilan dengan antusias lalu berdiri.

"Lo berdua kagak ikut?" tanya Alan pada Rega dan Dafi yang sejak tadi hanya diam. Padahal biasanya mereka yang paling semangat kalau diajak ke kantin.

"Males," jawab Rega lesu lalu menoleh menatap bangku di sampingnya. Sudah hampir seminggu ia duduk sendirian tanpa ditemani Titan.

Alan mendekat lalu menepuk bahu Rega pelan. "Udahlah bro. Kalo lo kaya gini terus. Yang ada Titan nangis di sononya. Lo tau sendiri kan tuh anak kalo nangis jelek banget," ucap Alan mencoba meyakinkan Alan. Sebenarnya ia juga sama kehilangannya dengan Rega. Namun ia berusaha untuk merelakan kepergian Titan, tanpa mengurangi rasa rindunya kepada Titan tentunya.

"Beda sama lo. Kalo lo diem aja udah jelek Al. Hahahaha." Gilan mencoba mencairkan suasana, namun tidak ada satupun yang tertawa.

"Hahaha lucu," sahut Alan datar.

"Yaelah gitu amat muka lo pada. Kaya gue dong. Sumringah." Gilan menampilkan deretan giginya yang membuat Atlantis ingin menampolnya sekarang juga. Bukannya gimana-gimana, giginya itu lo, kuning! Enggak deng, canda.

"Gak ada gunanya kita kayak gini. Sedih boleh, tapi jangan terus terusan juga. Titan gak akan bahagia kalo liat kita kayak gini." Itu suara Dafi yang sejak tadi hanya diam.

Atlantis termenung. Memang benar apa yang dikatakan teman-temanya barusan. Lagipula Titan pasti tidak ingin sahabat-sahabatnya sedih karena kepergiannya. Ia lantas berdiri, melangkahkan kakinya keluar dari dalam kelas.

"Kemana lo?" tanya Alan saat melihat Atlantis tiba-tiba beridiri.

"Kantin," jawab Atlantis singkat. Teman-temanya menatap Atlantis dengan tatapan aneh. Bagaimana bisa Atlantis berubah pikiran secepat itu. Tadi katanya males, eh sekarang malah pergi tanpa pamit.

"IKUT WOYY!" teriak Gilan lalu berlari mengejar Atlantis yang sudah sampai di ambang pintu, diikuti yang lain.

Baru satu langkah menginjakkan kaki keluar dari pintu kelas, Atlantis meringis ketika merasakan seseorang menarik daun telinganya. Ia menoleh ke kanan, mendapati sosok berbadan besar dan pendek dengan rambut dihiasi konde tengah menatapnya nyalang. Orang itu adalah bu Luluk yang biasa Atlantis panggil BuLuk. Persis sama orangnya.

"Mau kemana kamu anak nakal?" tanya buluk dengan tangan yang masih setia menjewer telinga Atlantis.

"Mau ke kamar mandi doang, masa gak boleh?" jawab Atlantis tanpa rasa takut sedikitpun. Jangan heran, Ia memang sudah sering mengalami hal yang serupa dengan guru ini.

AR [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang