26. Sudah Jelas

15.3K 1.2K 24
                                    

Atlantis merasakan kepalanya sedikit pusing saat ia membuka kedua matanya perlahan. Sekujur tubuhnya terasa ngilu. Bahkan hanya digunakan untuk bergerak sedikit saja rasanya sakit. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah ruangan dengan cat serba putih. Bau obat-obatan mendominasi penciumannya. Ada selang infus di tangan kanannya, juga sebuah selang alat bantu pernafasan yang melingkar di bawah hidungnya. Tanpa berfikir pun Atlantis tahu kalau sekarang ia sedang berada di rumah sakit.

Matanya beralih menatap ke arah Tala yang sedang tertidur di kursi samping ranjangnya dengan kepala yang menunduk di atas kasur. Atlantis mengangkat tangannya, menyingkirkan rambut panjang Tala yang menutupi sebagian wajah cantiknya. Tindakannya itupun membuat Tala sedikit menggeliat sebelum akhirnya terbangun.

"At, lo udah sadar?" Tala mengangkat kepalanya lalu mengucek matanya yang sedikit buram karena masih mengantuk.

"Lo semaleman di sini?" tanya Atlantis. Namun Tala malah membahas hal lain.

"Apa masih ada yang sakit? Biar gue panggilin dokter dulu." Tala berdiri hendak memanggil dokter. Namun belum sempat ia berjalan Atlantis sudah terlebih dahulu memegang tangan kirinya. "Gak usah," ucap Atlantis lirih.

"Kenapa gak usah sih, At? Lo itu harus diperiksa dulu sama dokter. Kalo ternyata tulang lo ada yang patah atau kepala lo gegar otak gimana? " Tala lantas kembali duduk.

"Lebay banget sih lo." Atlantis menonyor dahinya Tala dengan jari telunjuknya. "Gue gak papa, Tal. Cuma ngilu dikit doang badan gue. Kaya gitu tuh wajar kali, bentar lagi juga ilang ngilunya."

"Ih gue tuh bukan lebay, ya. Tapi gue khawatir tau!" kilah Tala membuat Atlantis tersenyum.

"Oh jadi lo khawatir sama gue? Pantes sih," ucap Atlantis lalu ada jeda sesaat. "Tadi malem kan lo bilang kalo lo sayang sama gue," imbuhnya membuat Tala langsung membelalakkan kedua matanya, kaget. Jadi tadi malam Atlantis dengar? Sial, malu banget guee

"Lo-lo denger?" tanya Tala dengan kedua pipi yang sudah seperti kepiting rebus.

Atlantis tersenyum geli. "Gak usah kaget gitu kali mukanya. Gue denger lah, kan gue masih punya telinga."

Tala mengulum bibir menahan malu. Kenapa juga Tala harus mengatakan itu tadi malam? Bodoh banget sih lo Tala...

"Maafin gue, Tal," ucap Atlantis.

Tala yang sedang melamun itu pun menoleh. "Untuk?"

"Maafin gue karna gara-gara gue semalem lo diculik sama geng Gardon. Gue janji tadi malem adalah terakhir kali gue buat lo dalam bahaya," ycap Atlantis. Tersirat rasa bersalah yang begitu kentara di ucapannya barusan.

Tala terlihat sedikit terkejut. Jadi Atlantis tahu kalau semalam ia diculik oleh geng Gardon. Tunggu. Jangan-jangan Atlantis juga hampir kalah karena diancam oleh Radex? Brengsek! Jadi untuk itu tujuan Radex menculiknya semalam. Radex ingin menggunakan dirinya sebagai bahan ancaman agar bisa mengalahkan Atlantis.

Tala mengambil tangan Atlantis untuk digenggam. "At, lo gak perlu ngerasa bersalah kaya gini. Itu bukan salah lo kok. Lagian kan sekarang gue udah baik-baik aja. Jadi anggep aja semalem itu gak pernah terjadi," ucapnya menatap Atlantis lekat-lekat.

Sebenarnya Tala masih sedikit takut saat mengingat kejadian semalam. Apalagi saat peristiwa di dalam lemari itu. Rasanya Tala ingin kembali muntah saat mengingatnya. Tapi Tala harus terlihat biasa saja agar Atlantis tidak semakin merasa bersalah.

Atlantis tersenyum. "Thanks ya, Tal. Gue janji, mulai sekarang gue bakal selalu ngelindungin lo dari geng Gardon. Gue gak akan ngebiarin mereka buat nyentuh lo lagi," ucapnya.

AR [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang