7. Berdebar dan Kesal

28.2K 2.2K 311
                                    

Tala berjalan menuruni tangga rumahnya hendak berangkat ke sekolah. Ia mengenakan seragam dibalut jaket kulit dengan celana jeans panjang berwarna senada. Ia memang sengaja mengenakan celana karena ia selalu ke sekolah mengendarai motor ninja kesayangannya. Tidak mungkin kan ia memakai rok saat mengendarai motor. Tapi tenang saja. Sesampainya di sekolah nanti Tala langsung mengganti celananya dengan rok abu-abu yang ia bawa.

Saat melewati meja makan, ia melihat Danu, papanya sedang sarapan di meja makan sendirian. Danu sama sekali tidak menghiraukan putrinya. Bahkan untuk sekedar menyuruh sarapan saja tidak.

Tala sama sekali tidak protes ataupun marah. Baginya hal seperti itu sudah menjadi makanannya sehari-hari. Lagipula marah pun tidak akan membuat papanya bersikap seperti dulu lagi, saat ia masih kecil.

Sungguh, Tala sangat merindukan sosok papanya yang dulu. Papa yang selalu menyayanginya. Menasihati saat ia berbuat nakal. Merayunya saat ia sedang marah. Dan memarahi orang yang berbuat jahat padanya. 

Sayangnya, jarum jam tidak akan pernah berputar ke kiri. Mau tidak mau. Suka tidak suka. Tala harus menerima papanya yang sekarang.

"Tala berangkat." Tala selalu menyempatkan diri untuk berpamitan kepada papanya. Meski Danu hanya membalas dengan gumaman singkat.

"Jangan banyak ulah di sekolah. Saya gak mau repot kalau harus ngurus kenakalan kamu!" Tegas dan menusuk. Begitulah Danu memperlakukan putrinya.

"Papa tenang aja, Tala gak akan ngrepotin." Tala berusaha tersenyum meski hatinya terasa sakit. Ia lalu keluar menuju garasi untuk menaiki motor yang akan ia gunakan ke sekolah. Dipakainya helm fullface berwarna merah yang terletak di atas tangki motornya. Setelah itu, ia melaju dengan kecepatan normal meninggalkan pekarangan rumahnya yang luas.

*****

Atlantis masuk ke dalam kelasnya. Ia melihat Tala dan teman-temannya sudah duduk di bangku mereka masing-masing.

"Eh busett gue belum bikin puisi lagi. Kok lo pada gak ngingetin gue sih! " Ujar Gilan heboh sendiri.

"Salah sendiri gak nanya! Mana gue tau kalo lo lupa." Balas Rega tidak terima di salahkan.

"Kalo gue nanya namanya gue gak lupa goblok!" Gilan masih tidak mau kalah. Memang jika sudah disatukan Gilan dan Rega sudah seperti kucing dan anjing.

"Daripada lo marah-marah gak jelas, mending lo cepet bikin sekarang mumpung BuLuk belum masuk," ucap Dari yang dihadiahi anggukan setuju oleh Alan. "Bener tuh kata Dafi."

"Puisi apaan?" tanya Atlantis saat sudah duduk di bangkunya.

Sementara Tala nampak santai di bangkunya meski ia juga belum membuat puisi. Kemarin ia dihukum. Jadi ia tidak tahu kalau ada tugas seperti itu. Parahnya, tidak ada satupun yang memberitahunya perihal tugas itu padanya.

"Kemarin sama BuLuk disuruh bikin puisi. Gue juga lupa gak ngasih tau lo sama Tala. Sorry hehe," jawab Alan sambil menampilkan deretan giginya.

"Oh," jawab Atlantis santai, sama sekali tidak berniat untuk mengerjakan. Biar saja dihukum, itung-itung ia bisa lepas dari pelajaran BuLuk. Toh, ia tidak sekali dua kali dihukum guru itu.

"Ah oh ah oh aja lo," celetuk Alan heran. "Buruan bikin!"

"Males." Atlantis masih tidak berubah pikiran. Alan geleng-geleng kepala, heran dengan sahabatnya yang satu itu. Sebenarnya Atlantis sangat pintar, tapi sayangnya dia pemalas. Membuat guru-guru tidak sadar akan kepintarannya dan malah menganggapnya anak nakal.

"Pagi anak-anak," sapa BuLuk yang tiba-tiba masuk membuat semua murid mengambil posisi siap di bangku mereka masing-masing.

BuLuk lalu duduk di kursi kebesarannya.

AR [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang