Atlantis berjalan melewati koridor sekolah dengan menyampirkan tas punggungnya di bahu sebelah kanan. Tangan kirinya ia masukkan ke dalam saku celana abu-abunya. Rambutnya yang sedikit berantakan serta tindik hitam di telinga kiri semakin menambah kesan badboy dalam dirinya. Caranya berjalan yang tegap dan tenang membuat dirinya terlihat sangat berkharisma. Tatapannya yang tajam seolah menusuk ke hati para kaum durjana yang tengah duduk di depan kelas mereka. Bahkan Atlantis bisa mendengar dengan jelas suara murid perempuan yang terang-terangan memuja dirinya.
"gantengnya gak habis-habis!"
"Matanya uhhhhh gemes gue liatnya."
"Lengannya ya ampunn. Jadi pengen peluk."
"Pengen deh jadi tasnya. Biar bisa digendongggg."
"Bibirnya ituloh pengen gue sosor aja rasanya." Itu suara dari salah satu siswi alay bin ngeres.
"Ih apaan sih lo mana mau dia disosor sama lo." Terdengar suara murid lain yang mengomeli.
"Sewot aja lo!"
Atlantis sama sekali tidak berniat untuk menanggapi ucapan mereka. Hal seperti itu memang sudah sering ia dapatkan di sekolah ini. Cowok itu terus berjalan dan bersikap seolah tidak tahu kalau yang sedang mereka bicarakan adalah dirinya. Persetan dibilang sombong! Atlantis tidak peduli dengan semua itu.
Langkah kakinya membawanya berjalan masuk ke dalam kelas. Ia melihat teman-temannya sudah duduk di bangku masing-masing.
"Kok lo sekolah sih, At?" Tanya Gilan begitu melihat Atlantis berjalan melewati bangkunya.
Mendengar itu membuat Tala dan yang lain mendongak menatap Atlantis.
"Kenapa enggak? Ini kan bukan hari libur," jawab Atlantis santai lalu tersenyum genit ke arah Tala yang duduk di bangkunya. Sementara Tala hanya memutar bola matanya malas.
Gilan memutar tubuhnya ke belakang menatap Atlantis. "Ck. Maksud gue bukan itu. Lo udah sembuh emang?"
"Buktinya gue baik-baik aja, kan," jawab Atlantis sebelum akhirnya ia mendaratkan bokongnya di kursi dan meletakkan tasnya di atas meja.
Tala lalu memutar badannya menghadap Atlantis. "Lo bener-bener keras kepala banget sih. Kan kemarin udah gue bilangin, diem dulu di rumah! Lo gak denger kata dokter gimana?" omel Tala yang mengundang senyum menggoda dari Alan, Rega, Dafi, dan Gilan.
Atlantis tersenyum. "Gue tau,Tal. Gue kan cuma duduk doang disini. Gak banyak gerak."
"Tapi kan..."
"Tal," potong Atlantis lembut lalu mencondongkan badannya ke depan dengan bertumpu kedua lengan kekarnya di atas meja. "Lo gak usah khawatir, gue udah sembuh kok. Lagian gue bosen di rumah. Gue janji gak akan ngapa-ngapain selain duduk," imbuhnya penuh pengertian lalu mengacak puncak kepala Tala.
"Ekhem... perhatian banget cihh. Abang juga pengen dong diperhatiin."
Kalau alay seperti itu sudah pasti datang dari mulut Gilan. Cowok itu tengah memeluk lengan Dafi yang duduk di sampingnya. Membuat Dafi mendorong tubuh Gilan dengan kasar.
"Lo ngapain nempel-nempel gue BOTAK!" seru Dafi kesal. Sementara Gilan hanya terkekeh.
Brak
Sebuah suara hentakan di meja yang cukup keras membuat semua orang sontak menoleh ke sumber suara.
"Sok perhatian banget sih," ucap Cassie, penuh nada tidak suka.
Cassie lantas berdiri lalu memandang Tala dengan tatapan merendahkan. Ia berjalan manja ke arah Atlantis dengan gayanya yang super centil.
Tala hanya tersenyum miring. Ia sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan Cassie yang jelas-jelas tertuju padanya. Justru Tala merasa menang karena berhasil membuat Cassie kesal, mengingat bagaimana perkataan Cassie saat menjelek-jelekkan Atlantis tempo itu.
Sekarang sudah terbukti kalau ucapannya waktu itu hanya untuk menghasut Tala agar menjauhi Atlantis. Benar-benar menjijikkan!
"Ya ampun, At. Lo baru ditusuk? Bagian mana yang ditusuk? Apa masih sakit? Sini gue obatin." Cassie hendak menyentuh bahu Atlantis, namun dengan cepat Atlantis menggerakkan bahunya tak mau disentuh.
"Gak perlu!" jawab Atlantis datar. Membuat Cassie berdecak sebal.
"Pfffttttttt"
Teman-teman Atlantis menahan diri untuk tidak tertawa. Lagi lagi Cassie ditolak mentah-mentah di depan mereka.
"Sini neng obatin abang aja. Abang juga baru sakit masa cuma Atla doang sih yang ditanyain," celetuk Alan di samping Atlantis.
"Atau kalo enggak elus pala abang aja neng. Siapa tau abis itu langsung tumbuh rambutnya," sahut Gilan lalu tertawa bersama teman-temannya.
Cassie mengepalkan tangannya kuat-kuat. Menahan diri agar tidak meledak-ledak di depan Atlantis. Bagaimanapun juga ia harus tetap menjaga imagenya di depan lelaki yang selama ini ia suka. Ia tidak mau kalau Atlantis sampai ilfeel padanya.
Cih! Udah ilfeel kali neng!
"Yaudah kalo gitu aku kesana dulu ya. Nanti kalo ada apa-apa kamu bilang aja sama aku. Aku pasti langsung dateng," ucap Cassie kentara sekali dibuat-buat.
"Dih, kenapa juga gue harus bilang sama lo. Kalo disini udah ada orang yang siap buat gue kapan aja," sarkas Atlantis membuat wajah Cassie memerah karena malu. Jahat memang, tetapi perempuan centil seperti Cassie pantas mendapatkan hal itu.
"HAHAHAHAHA"
Kali ini tawa teman-teman Atlantis pecah seketika. Sementara Tala diam-diam menahan senyum. Sekali lagi, ia merasa menang dari perempuan itu.
Tanpa berkata-kata Cassie langsung melenggang pergi dengan wajah yang sudah memerah padam. Kali ini ia merasa harga dirinya sebagai perempuan tergores. Tapi Cassie tidak akan menyerah begitu saja. Ia harus bisa membuat Atlantis jatuh ke dalam pelukannya suatu saat nanti. Bagaimanapun caranya.
"Tuh cewek kenapa dah. Perasaan gak ada capek-capeknya ngejar-ngejar elo. Udah ditolak masih aja ngebet. Kalo gue jadi dia nih ya, udah gue masukin kepala gue dalem karung trus gue sembunyi deh di rumah Patrick. Malu cuyy," ucap Rega tidak habis pikir dengan Cassie. Sementara Atlantis hanya mengedikkan bahunya tidak peduli.
"Jangan-jangan lo pelet lagi anak orang, sampe tergila gila gitu sama lo," sahut Gilan ngasal.
"Heh! Muka Atla emang udah cakep. Gak perlu pake pelet juga cewek-cewek udah nempel sama dia. Emangnya elu. Kalo elu baru patut dicurigai," seru Alan bermaksud bercanda.
"Enak aja lo ngomong. Gue gini-gini juga banyak yang ngejar," ucap Gilan.
"Iya banyak yang ngejar. Tapi dikejar sama uuk aak. JIAHAHAHAH" Celetuk Rega menciptakan gelak tawa di antara mereka.
*****
Atlantis berjalan dengan murka melewati koridor sekolah. Matanya menyorot tajam. Setiap langkahnya memancarkan aura yang begitu mencekam. Rahangnya mengeras hingga urat di lehernya menonjol. Kedua tangannya terkepal kuat. Pertanda ia sedang dalam keadaan yang tidak baik. Pasti ada sesuatu yang membuatnya terlihat semarah itu.
Atlantis tidak mempedulikan tatapan dari murid lain yang menatapnya takut-takut. Atlantis sedang dikuasai amarah hingga ia sendiri tidak bisa mengendalikan dirinya. Bahkan panggilan dari teman-temannya yang mengejar di belakang tidak dihiraukannya. Tujuannya sekarang hanya satu. Menghabisi si penghianat Zavior.
*****
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
AR [SUDAH TERBIT]
Novela Juvenil[Tahap publish ulang.] Ini cerita pertama yang aku buat. Bikinnya ngebut (kebelet ending) dan nggak mikir panjang soal dialog maupun alur. Jadi maaf ya kalau agak freak dan tidak sesuai dengan aturan kepenulisan. #1 fiction 2020 #1 gengmotor 2020 #2...