12. Rasa Yang Berbeda

16.4K 1.5K 10
                                    

Setelah meminta bantuan kepada Dafi, Rega, dan Gilan. Tala membawa Atlantis ke rumah sakit bersama mereka. Mereka membawa Atlantis ke rumah sakit yang sama seperti tempat Alan dirawat.

Tala berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi. Atlantis. Satu nama itu kini menguasai pikirannya. Rasa cemas sekaligus khawatir tak juga meninggalkan dirinya. Entah perasaan macam apa ini. Tapi diluar kematian mamanya dulu, Tala tidak pernah merasa setakut ini dalam hidupnya. Sekarang ia benar-benar takut tidak bisa melihat Atlantis lagi. Membayangkan saja sudah membuatnya gelisah.

Semua yang terjadi benar-benar membingungkan. Tadi Atlantis yang memintanya untuk bertemu di danau. Tapi tiba-tiba saja Atlantis datang dengan luka tusuk di perutnya. Anehnya lagi, Atlantis masih nekat datang ke danau dalam keadaan seperti itu.

"Gimana ceritanya Atla bisa ditusuk?" Rega yang sejak tadi duduk di kursi tunggu pun berdiri dengan gelisah.

Tidak mudah untuk melukai seorang Atlantis. Hanya cara licik yang bisa mengalahkan sahabatnya yang satu itu. Dan satu-satunya yang bisa dijadikan tersangka adalah geng Gardon.

"Gue juga gak tau, Ga. Tadi dia dateng udah kaya gitu. Belum sempat dia cerita, tapi dia udah pingsan duluan," jawab Tala yang masih tidak menghentikan aksi mondar-mandirnya.

"Siapa lagi kalau bukan ulah anak Gardon," seru Dafi. Lelaki itu tengah bersandar di tembok dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

"Pasti mereka sengaja ngelakuin itu biar Atla kalah pas pertandingan nanti." Gilan berucap tak santai seraya mondar-mandir.

Apa yang dikatakan Gilan ada benarnya juga. Geng Gardon tidak mungkin membiarkan Atlantis menang begitu saja dalam pertandingan nanti. Kemampuan Atlantis dan Titan memang hampir seimbang, tapi Atlantis tetap lebih kuat. Jadi dengan membuat kondisi Atlantis seperti ini akan mempermudah Titan untuk mengalahkan Atlantis. Benar-benar licik!

"Gue juga mikir gitu, tapi kita jangan gegabah dulu sebelum denger sendiri penjelasan dari Atla. Kesannya malah kita yang mulai duluan," ujar Dafi.

"Gue setuju sama Dafi, kita tunggu Atla sadar dulu," sahut Tala.

Mendekatkan wajah ke kaca bundar di pintu operasi, Tala bisa melihat di dalam sana dokter tampak berusaha menangani Atlantis dengan dibantu beberapa suster.

Segera ia menjauhkan wajahnya dari kaca, saat melihat seorang suster sepertinya akan keluar dari ruang operasi. Selang beberapa detik kemudian pintu terbuka menampilkan seorang suster lengkap dengan baju putih serta topi putih khas suster. Rega, Dafi, dan Gilan lantas mendekati suster.

"Gimana keadaan teman saya Sus?" tanya Tala tak sabaran. Ia menekan segala pikiran negatif di Kepalanya saat melihat ekspresi sang suster.

"Pasien kehilangan banyak darah," ucap suster lalu ada jeda sesaat. "Untungnya persediaan darah di rumah sakit masih banyak, jadi sekarang pasien bisa segera dipindahkan ke ruang rawat," imbuh suster membuat semua orang bernafas lega.

Setelah mengatakan itu, Suster langsung pamit undur diri dan melenggang pergi dari hadapan mereka. Semua orang tak henti-hentinya mengucap syukur.

*****

Tala duduk di kursi, tepatnya di samping ranjang tempat Atlantis terbaring. Sudah sekitar 4 jam berlalu, tapi belum juga ada tanda-tanda Atlantis membuka matanya.

Mengambil sebelah tangan Atlantis, Tala menggenggamnya dengan erat. "At, lo bangun dong. Lo gak capek apa tidur terus, kebo banget sih lo," ucap Tala dengan lesu.

"Udah Tal, lo tenang aja. Atla pasti bangun kok, dia gak akan mati cuma karena ditusuk doang." Rega mencoba menghibur Tala meski dirinya sendiri dilanda kekhawatiran.

"Tapi ini udah hampir lima jam, Ga. Orang tuanya Atla kok belum dateng-dateng juga dari tadi," ucap Tala menyuarakan keheranannya. Sudah sejak 4 jam yang lalu Dafi menghubungi keluarga Atlantis, tapi sampai sekarang tidak ada satupun dari keluarga Atlantis yang datang. Apa mereka tidak khawatir kepada Atlantis?

"Setahu gue sih bokapnya Atla jarang di rumah. Kata Atla, bokapnya sekarang lagi di luar negeri," sahut Gilan mengingat apa yang pernah diceritakan oleh Atlantis dulu.

"Trus nyokapnya?" tanya Tala ingin tahu.

"Kalo itu sih gue gak tau, Tal. Dia gak pernah cerita soal nyokapnya sama kita," jawab Gilan yang diberi anggukan oleh Rega dan Dafi. Atlantis memang tidak pernah menceritakan tentang Mamanya kepada mereka. Bahkan selama tiga tahun berteman, belum pernah sekalipun mereka bertemu dengan Mama Atlantis.

Tala manggut-manggut mengerti. Tiba-tiba perkataan Atlantis malam itu kembali terlintas di otaknya.

"Gue ngerasa kaya bukan anak kandung nyokap gue. Gue selalu dapet perlakuan kasar nyokap. Sementara saudara kembar gue enggak. Untung ada bokap yang masih peduli sama gue. Sayangnya dia jarang di rumah".

Sekarang Tala mengerti kenapa Mama Atlantis tidak datang ke rumah sakit. Tala jadi berpikir apa yang dikatakan Atlantis waktu itu memang benar adanya. Bahkan hanya untuk menemani putranya di rumah sakit saja tidak mau. Pantas saja Atlantis merasa seperti bukan anak kandung Mamanya.

"Atla punya sodara kembar, kan? Trus kenapa dia gak dateng kesini juga?" Nah, untuk yang ini Tala tidak mengerti. Apa saudara kembar Atlantis juga tidak menyayanginya. Tala jadi merasa kasihan kepada Atlantis. Di balik sifatnya yang sering jahil, ternyata Atlantis menyimpan luka yang ia simpan sendiri.

"Gue juga heran, Atla cuma pernah cerita kalo nyokapnya lebih sayang sama saudara kembarnya daripada sama dia," ujar Dafi.

"Sahabat macam apa kita ini. Kita ngaku sahabat tapi kita gak tau banyak tentang Atla." Rega jadi merasa bersalah sekarang.

"Walaupun keluarganya gak ada yang dateng, kita kan ada disini buat dia. Kita kan keluarga dia juga," seru Dafi.

Tala tersenyum. Beruntung sekali Atlantis mempunyai teman seperti mereka. Mereka bukan hanya sekedar teman, tapi juga keluarga untuk Atlantis. Sebenarnya Tala ingin mempunyai teman seperti mereka, namun jangankan sebanyak itu. Satu pun Tala tidak punya. Kehadiran Atlantis membuat Tala merasa tidak sendiri lagi. Mungkin ini sebabnya mengapa Tala sangat takut jika Atlantis pergi.

Brak.

Mereka langsung menoleh saat tiba-tiba pintu dibuka dengan kasar. Menampilkan wanita berusia sekitar kepala 4 tengah berdiri di ambang pintu.

"Tante siapa?" tanya Tala memastikan apa yang ada dipikirannya benar.

"Kalian semua keluar dari ruangan ini sekarang! tinggalkan saya dan anak saya sendiri!"

*****

Tbc.

AR [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang