4. Mulai Dekat

34.3K 2.8K 69
                                    

Tala mengerjapkan matanya beberapa kali saat Atlantis mengajaknya ke sebuah danau dengan rumput hijau yang luas. Mengedarkan pandangannya ke sekitar tempat itu, rupanya hanya ada mereka berdua disana.

Tala jadi berpikir macam-macam sekarang. Jangan-jangan...

"Lo tenang aja, gue gak mau macem-macem," ucap Atlantis yang paham betul dengan ekspresi Tala.

Tala menatapnya tidak percaya. "Kok—?"

"Biasa aja kali liatnya, entar naksir," imbuh Atlantis dengan kepercayaan diri yang tinggi membuat Tala langsung memalingkan wajahnya sambil mendengus.

"Kepedean mulu lo ya dari tadi. Ogah banget naksir sama lo. Mending juga naksir rumput," sungut Tala.

"Yakin gak mau?" Atlantis mendekatkan wajahnya ke wajah Tala membuat Tala refleks menampol wajahnya. Tidak terlalu kencang, namun cukup untuk membuat wajah Atlantis menjauh dari wajahnya.

"Nggak ada alasan buat gue ragu," balas Tala.

Atlantis terkekeh lalu merebahkan dirinya di atas rerumputan. "Sini," ucapnya seraya menepuk-nepuk tempat di sebelahnya, menyuruh Tala agar ikut merebahkan diri di sampingnya.

Tala pun mengikuti keinginan Atlantis untuk merebahkan dirinya di samping lelaki itu, tanpa ada rasa curiga sama sekali di benaknya. Ia sedikit terkejut saat tiba-tiba Atlantis menelusupkan tangan kekarnya di bawah kepalanya.

"Jangan nolak. Ini biar kepala lo gak sakit," ucap Atlantis sebelum gadis itu sempat menolak.

"Lagian siapa juga yang mau nolak. Gue juga nggak mau kali tiduran di tanah tanpa bantal, bikin leher sakit aja." Tala lantas meletakkan kepalanya senyaman mungkin di atas tangan kekar Atlantis. Keduanya terdiam beberapa saat, menatap kemerlip bintang yang bertaburan menghiasi langit gelap. Tidak ada yang bersuara, mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"lo liat bintang-bintang itu?" tanya Atlantis seraya menunjuk ke atas menggunakan jari telunjuknya.

"Liat lah, lo pikir gue di sini merem? Nggak masuk akal pertanyaan lo," jawab Tala membuat Atlantis langsung menatapnya dari samping. Merasa diperhatikan, Tala pun menoleh. Kedua netra saling bertumbrukan beberapa detik sebelum akhirnya Tala memalingkan wajah terlebih dahulu. Pasalnya wajah mereka nyaris saja bersentuhan dengan posisi seperti ini.

"Gue pengen jadi kayak mereka," ucap Atlantis kembali menatap ke langit sendu.

"Maksudnya lo mau jadi bintang juga? Jadi lo nyesel udah dilahirkan sebagai manusia?"

"Bukan itu," jawab Atlantis diselingi oleh kekehan gemas.

"Terus?"

"Mereka itu tetep bersinar padahal bumi lagi gelap-gelapnya," ucap Atlantis.

"Lo curhat?" tanya Tala. Ia tahu ada luka di balik perkataan Atlantis barusan. Terbukti dari senyuman pilu yang tercetak di bibir lelaki itu.

"Emang boleh?"

"Sebenarnya kalo mau curhat sama gue itu bayar, tapi berhubung lo udah ngajak gue ke tempat sebagus ini, gue kasih gratis deh," balas Tala tidak mau menunjukkan kepeduliannya secara gamblang.

Atlantis menghela nafas pelan. Benar apa yang dikatakan Tala. Ada baiknya jika ia tidak menyimpan rasa sakitnya sendirian. Sepertinya Tala adalah orang yang tepat untuk tempatnya bercerita. Meski baru mengenal Tala, Atlantis yakin Tala adalah gadis yang baik.

"Gue ngerasa kaya bukan anak kandung nyokap gue. Gue selalu dapet perlakuan kasar nyokap, sementara saudara kembar gue enggak. Untung ada bokap yang masih peduli sama gue, sayangnya dia jarang di rumah," ucap Atlantis membuat Tala menatapnya.

"Lo punya sodara kembar?" tanya Tala. Entah dapat angin dari mana ia mau dijadikan tempat curhat oleh seseorang yang baru ia kenal seperti ini.

"Punya, tapi gak identik, gantengan gue," jawab Atlantis. Tala mencebikkan bibirnya ke bawah.

"Menurut lo gimana?" Atlantis menatap Tala dari samping.

"Menurut gue sih belum tentu. Bisa jadi nyokap lo punya alasan tersendiri ngelakuin itu ke lo. Gimanapun juga, gak ada orang tua yang gak sayang sama anaknya. Lo jangan cepet nyimpulin sendiri sebelum lo tau kebenarannya." Tala tersenyum kecut. "lo masih beruntung punya nyokap, sementara gue udah gak punya."

Atlantis tertegun. Sekarang Ia jadi merasa bersalah karena membuat Tala teringat kesedihannya.

"Gue minta maaf," ucap Atlantis yang dibalas senyum tulus oleh Tala.

"Lo gak perlu minta maaf. Lagian gue uda ikhlasin nyokap gue kok." Tala bangkit, mengubah posisinya menjadi duduk. Atlantis pun melakukan hal yang sama. Ia duduk seraya melingkarkan kedua tangannya di depan lutut yang ditekuk.

"Oh iya, ngomong-ngomong lo itu ketua geng zavior?" tanya Tala setelah terjadi keheningan selama beberapa detik. Atlantis mengangguk mengiyakan. "Hooh."

"Oh." Tala manggut-manggut mengerti.

"Ngomong-ngomong lo ada hubungan apa sama geng Gardon?" tanya Atlantis mengingat perkataan Bara tadi.

"Dulu gue pernah gabung sama mereka pas kelas sepuluh. Cuma sebentar, karna habis itu gue keluar karna sesuatu hal. Makanya mereka gak terima gue pindah ke SMA pasific dan nganggep gue penghianat," jawab Tala lalu ada jeda sesaat. "Pasti habis ini mereka bakal ngincer gue," lanjutnya.

Ia terkejut saat Atlantis tiba-tiba menarik kedua bahunya membuat posisi mereka saling berhadapan. Tala terpaku menatap manik mata Atlantis yang tengah menatapnya dalam. Jantungnya berdegup semakin kencang. Sungguh, tatapan lelaki ini berpengaruh buruk terhadap kesehatan jantungnya.

"Lo gak perlu takut, gue yang bakal lindungin lo dari anak-anak gardon."

*****

Tbc.

Makasih yang udah mau bacaaaa...
Sampai jumpa di next part.....

AR [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang