30. Rencana Balas Dendam

14K 1.1K 62
                                    

Atlantis menurunkan standart motornya, melepas helm fullface yang ia kenakan lalu menyimpannya di atas tangki motor. Sebelum turun, Atlantis menyempatkan diri untuk menatap wajahnya di kaca spion. Merapikan rambutnya yang sedikit berantakan menggunakan jari-jarinya. Tumben banget kan? Ya, karena malam ini Atlantis berniat untuk meresmikan hubungannya dengan Tala. Jadi jangan heran kalau Atlantis terlihat lebih bersemangat sekali malam ini.

Selesai dengan urusan rambut, segera ia turun dari motornya dan berjalan menuju tempat perkemahan. Terlihat teman-temannya sedang asik bersenda gurau seraya mendirikan tenda. Ada yang memainkan gitar, ada juga yang makan.

"Eh, kembaran gue akhirnya dateng juga. Dari mana aja sih lo, At?" tanya Gilan saat melihat kemunculan Atlantis.

"Tala mana?" Atlantis malah mengalihkan topik pembicaraan. Ia tidak mau teman-temannya tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Gilan mendengus. "Ahhh elahh baru dateng yang ditanyain Tala. Tuh orangnya di sono noh." Gilan menunjuk ke arah barat dengan dagunya.

Atlantis tidak lagi menjawab. Lelaki itu langsung menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh Gilan. Ia baru ingat kalau tadi dirinya lah yang menyuruh Tala untuk menunggunya di bukit.

"Sama-sama abang ganteng!" seru Gilan bermaksud menyindir sahabatnya itu. Alih-alih menjawab, Atlantis malah terus berjalan dengan acuh tak acuh. Maklumin aja, ye. Lagi kasmaran soalnya.

"Busettttt... Bukan temen gue. bukan temen gue pokoknya," ucap Gilan bermaksud bercanda.

"Lo kayak gak tau Atla aja," sahut Alan. Lelaki itu tengah duduk di atas batang pohon besar sembari memainkan gitar di pangkuannya.

*****

Atlantis sudah sampai di tempat-di mana ia menyuruh Tala untuk menunggunya. Namun sama sekali tidak ada tanda-tanda keberadaan gadis itu di sana. Matanya menyapu ke sekitar berharap menemukan sosok yang dicari. Atlantis menekan segala pikiran buruk yang bersarang di kepalanya saat yang dicari tak kunjung menampakkan diri.

"TAL?"

"Tal, lo dimana?!"

Atlantis terus berteriak memanggil nama gadis itu. Namun sang pemilik nama tak juga memberi balasan. Hanya ada suara jangkrik yang mengisi keheningan di tempat itu.

Atlantis segera merogoh saku celananya, mengambil benda pipih miliknya lalu menghidupkannya. Kedua ibu jarinya bergerak lincah mengetikkan nama kontak seseorang kemudian menelponnya. Terdengar suara deringan tanda memanggil dari ponselnya. Ia terus bergerak gelisah menunggu telefon itu tersambung.

"Nomor yang anda hubungi tidak... "

"Argghhh... "

Atlantis mematikan ponselnya dengan kasar. Seperti apapun ia mencoba untuk berfikir positif, tetap saja tidak bisa. Ditambah dengan Tala yang tidak bisa dihubungi membuat Atlantis semakin dilanda kegelisahan.

"Kemana sih lo, Tal." Atlantis mengacak rambutnya frustasi.

Di tengah kebingungannya, matanya menangkap sosok lelaki yang berjalan terpincang-pincang dari kejauhan.

Ngapain tuh orang malem-malem di sini sendirian? Mana kelihatannya kayak habis dihajar gitu.

Segera Atlantis berlari menghampiri orang itu. Siapa tau orang itu melihat Tala di sekitar sini, kan?

"Lo liat cewek di sekitar sini gak?" tanya Atlantis saat sudah berdiri di depan lelaki memakai ikat kepala berwarna hitam itu.

"Ciri-cirinya... "

"Tolongin... Tolongin dia... " potong lelaki yang tidak diketahui namanya itu dengan terbata-bata. Membuat Atlantis mengerutkan keningnya, bingung. Nih orang ditanya malah nyuruh nolongin orang lain.

AR [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang