20. Menghindari Arka

240 23 3
                                    

Alohaa!
Aku balik lagi setelah hampir satu bulan cerita ini terlantar:')
Jangan lupa vote dan comment yaa
Terima kasih!❤

****

Arka melepas helmnya, berusaha mendapatkan udara lebih banyak. Dia sudah memenangkan balapan ini. Tangannya sedikit gemetar, tetapi ini adalah hal yang biasa.

Suara sorak sorai dari pendukungnya memenuhi telinga. Entah ada berapa pasang mata yang menyaksikannya tadi saat menantang maut, ia tak peduli. Kini yang ia mau hanya pergi dari sini dan segera menuntaskan hal yang terus berputar-putar di kepalanya.

Perempuan itu.

**

"Shit!" Arka menyugar rambutnya kuat sambil menatap marah ke arah jendela kamar Natasya yang gelap. Gadis itu pasti sudah tidur. Tetapi, ingin sekali ia mendengar atau melihat gadis itu walau sebentar. Hanya untuk memastikan, bahwa gadis itu baik-baik saja.

"Angkat Nata." Gumam Arka sambil menempelkan telepon ke telinganya. Tetapi, hal yang sama kembali terjadi. Gadis itu tidak mengangkatnya. Arka pikir, Natasya pasti tidur dengan nyenyak sekarang.

"Dasar. Bisa banget lo buat gue khawatir." Arka menghela nafas pelan, lalu duduk menyandar di atas motornya sambil menatap jendela Natasya. Laki-laki itu bersedekap dada, berharap mungkin gadis itu sekarang telah terbangun dan memandang keluar jendela.

Sudah 30 menit ia hanya diam memandang jendela gadis itu. Setelah ia merasa agak sedikit keterlaluan lantaran berdiam di depan rumah gadis itu tanpa izin selama 30 menit lebih, ia memutuskan untuk pulang.

Tersenyum samar menyadari betapa bodohnya ia sekarang hanya demi gadis itu. Menggelikan! Kemana perginya sosok Arka yang dingin dan mengerikan? Yang kini tersisa hanya laki-laki bodoh yang berdiam diri di depan rumah seorang gadis! Di pagi buta pula.

"Sleep tight, Nat."

Arka melajukan motornya, meninggalkan seorang gadis yang perlahan-lahan membuka tirai kamarnya dengan ponsel tergenggam erat di tangan kiri.

Jantungnya berdebar keras. Ia bahkan sempat khawatir apakah laki-laki itu bisa mendengar detak jantungnya yang menggila. Wajahnya semerah tomat dan senyum tertahan terbit di wajahnya.

Andai saja Arka tak pernah menyebut-nyebut nama Jihan di depannya. Mungkin saat ini ia tengah meloncat-loncat di atas kasur nya dengan kuat. Atau bahkan bernyanyi dengan volume suara yang besar tak perduli apakah orang tuanya mendengar.

"Maaf kak. Gue belum siap ketemu sama lo."

**

"CACAA! LO KENAPA GAK MASUK KEMARIN? LO SAKIT? SAKIT APA? SEKARANG UDAH SEMBUH KAN? KOK LO BISA SAKIT SIH? LO NGERASA PUSING GAK? ATAU DEMAM MUNGKIN? DUDUK DULU NAT DUDUK, JANGAN BERDIRI AJA." Neva dan beberapa teman Natasya yang lain menghampirinya sambil tak berhenti menyerocos.

Padahal gadis itu baru sampai, tetapi sudah di hadang di depan kelas begini. Natasya sampai bingung mau menjawab pertanyaan yang mana.

"Cuma telat makan kok, sekarang udah baikan. Btw, kemaren ada pr gak?" Natasya meletakkan tas nya di atas kursi.

"Nih, nyontek punya gue. Di jamin 100 persen bener semua." Fero meletakkan buku tulisnya di atas meja Natasya. Ketua kelas yang satu ini benar-benar tidak bisa memberikan contoh yang baik.

"Alahh! Gak usah percaya ca. Entar lo emang mau di suruh lari keliling lapangan sama pak Joko? Nih buku gue." Riski memberikan bukunya dan diterima Natasya dengan suka cita. Memang enak mempunyai teman sekelas yang solid dan baik hati.

"Eh nyai! Udah masuk lo? Jangan sakit-sakit lagi ya nyi, noh si Jia sama Feya gak ada yang ngontrol. Kuping gue sampe bengkak nih." Dimas yang baru datang buru-buru menghampiri meja Natasya. Laki-laki itu salah satu temannya, sama seperti Riski dan Blue.

"Gaakan. Gue kapok seharian cuma rebahan doang. Bosen."

**

Bel pertanda jam istirahat berbunyi. Para guru melangkah keluar kelas dan siswa-siswa bergegas membereskan alat tulis mereka agar dapat lebih cepat sampai ke kantin. Tetapi berbeda dengan gadis yang satu ini.

"Lo emangnya kenapa sih gak mau ke kantin?"

"Cuma lagi gak pengen aja. Lo berdua gih sana ke kantin." Natasya mengeluarkan novel, dan mulai membaca, membuat Jia yang duduk di depannya kesal setengah mati.

"Eh ada kak Arka sama kak Keenan mau lewat!" Feya memberitahu dengan suaranya yang cempreng. Gadis itu berteriak senang melihat Keenan.

Natasya, buru-buru sedikit berlari bersembunyi di belakang pintu. "Kalo misalnya kak Arka nanya gue dimana, bilang gue ke kantin duluan, oke?" Ujar gadis itu kepada dua temannya.

"Tapi emangnya kenapa?"

"Sshh! Pokoknya bilang gitu aja." Ujar Natasya berbisik panik.

Dan benar saja. Tak lama kemudian, Arka telah masuk ke dalam kelas diikuti beberapa anggota PASTERA. Jantung Natasya berdebar keras. Tetapi, mengapa pula ia bersembunyi? Seharusnya kan—ahh! Masa bodoh. Ia sedang tidak ingin bertemu laki-laki itu.

"Mana Nata?"

"Nata? Nata sia—ohh Natasya? Caca? Dia ke kantin duluan kak." Jawab Jia lancar tanpa sedikitpun menimbulkan rasa curiga.

"Tumben banget. Biasanya kan kalian selalu bertiga." Kata Ijul sambil meminum susu coklat favoritnya.

"Emm—kemarin kan si caca sakit, jadi dia harus makan yang banyak kak. Makanya Dia ke kantin duluan tadi." Jawab Jia mengarang asal.

Arka tak menjawab, tetapi menatap tajam Jia dan Feya beberapa detik, lalu berjalan keluar tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Natasya yang tadi menahan nafas, kini dapat bernapas dengan lega.

"Anjir! Sumpah demi—gue merinding anjir. Tuh orang serem banget macem mafia." Jia mengelus tengkuknya perlahan. Sedangkan Feya, bingung antara merasa senang atau terintimidasi oleh Arka.

"Ca! Lo hutang penjelasan sama kita berdua. Gue udah bela-belain bohong sama tuh orang demi lo." Ujar Jia menatapnya tajam.

Natasya menghela napas. Ia tak bisa menghindar lagi. "Oke. Tapi jangan potong pembicaraan sebelum gue selesai cerita. Deal?"

•  •  •
TBC

Jangan lupa vote dan comment✨
Terimakasih❣

A R K ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang