☘️ Sepuluh ☘️

15.4K 1K 151
                                    

"Vendo! Ayok pulang." Via tampak begitu bersemangat saat melihat Vendo menghampirinya didepan ruang kelasnya.

Vendo tersenyum kecil, "Ayok Vi—" Vendo melihat Felly yang baru saja keluar dari ruang kelas, "Felly." Vendo memberanikan dirinya untuk memanggil gadis itu.

Felly menghentikan langkahnya, ia menatap kearah Vendo, "Ya, Kak?"

"Mau pulang ya?"

Vendo merutuki dirinya sendiri, bisa-bisanya ia menanyakan pertanyaan bodoh seperti itu.

"Iya." Felly tersenyum kecil kearah Vendo.

"Emm, bawa kendaraan sendiri?"

"Ah enggak Kak, mobil aku lagi di bengkel, jadi aku sementara ini pakai ojek online," jelas Felly.

Vendo mengangguk paham, "Oh gitu, daripada lo naik ojol, mending bareng gue sama Via, mau bareng gak?" tawarnya.

Jujur Felly merasa tak enak dengan Via, ia menatap kearah gadis itu. Vendo memperhatikan Felly yang menatap kearah Via, ia pun ikut-ikutan menatap Via, "Vi, gak papa kan Felly bareng kita?"

Entah mengapa dada Via terasa sesak mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Vendo.

"Via? Gak papa kan?" ulang Vendo.

"Hah? I-iya Ven, gak papa kok, terserah Vendo aja," jawab Via, ia berusaha untuk menunjukkan senyumannya.

"Oke. Ayok kita pulang sekarang, Felly ayok bareng."

Akhirnya mereka bertiga pun pulang bersama, dan tentunya mengantarkan Felly terlebih dahulu, barulah Vendo mengantarkan Via.

Mobil Vendo berhenti tepat didepan rumah mewah kediaman Via. Via melepaskan seatbelt yang dipakainya, setelah itu ia membuka pintu mobil dan berjalan menuju ke rumahnya.

"Kok Via mendadak jadi diam-diam gitu, sawan kah," gumam Vendo bingung.

"Bjir serem."

***

"OJANNN...OJANNN..." suara teriakan seorang lelaki menggema di rumah mewah kediaman Aira beserta suami dan anak-anaknya.

Dan tentunya suara itu adalah suara Vendo, siapa lagi jika bukan lelaki itu? Malvin? Untuk apa Malvin memanggil-manggil Ojan? Sedangkan kucingnya sendiri alias Oji saja sangat jarang diperhatikannya.

"Apin lo liat Ojan gak?" tanya Vendo kearah Malvin yang duduk di sofa ruang tamu, lelaki tampak sibuk memainkan game online di handphonenya.

Malvin menatap sinis Vendo, "Malvin not Apin."

"Yaelah, dari dulu juga dipanggil Apin, panggilan kesayangan kan dari Dedek Ellen," goda Vendo.

"Abang!" kesal Malvin.

"Ngomong-ngomong, gimana lo sama Sheren? Ada perkembangan? Atau Sheren malah jadian sama Arga?" tanya Vendo tanpa jeda.

"Kenapa jadi bahas Sheren sih? Udah sana cariin aja si Ojan, gak usah bahas Sheren."

"Cie ngambek cie! Pasti ketikung! Bener kan tebakan gue kan? Ketikung kan lo?!" tuduh Vendo.

Malvin memutar kedua bola matanya malas, harus extra sabar menghadapi Abang seperti Vendo. Ingin sekali ia meninju Vendo saat itu juga, tapi ia juga harus menghormati Vendo sebagai Abangnya.

"Udahlah Vin, ikhlasin aja si Sheren, mungkin bukan jodoh, iya gak? Masih banyak betina lain, santuy elah, atau lo mau gue cariin? Hmm? Banyak lo Vin, cakep-cakep! Ready stock semua!"

"Tuh Ojan."

"Mana." Vendo mengalihkan pandangannya kearah seekor kucing yang menghampirinya, "Bener gak nih si Ojan, coba gue liat dulu hidungnya."

Vendo for Via Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang