Silva

54 10 4
                                    

Si … siapapun tolong aku!

Gadis itu masih berlari, menembus air dan pepohonan. Flat shoes putihnya kini berubah coklat. Lumpur dan genangan air membuat langkahnya semakin berat. Ditambah lagi tangisan cakrawala yang turun semakin deras mengganggu pandangannya. Beruntung ia dianugerahi tubuh yang kecil, sehingga mampu menyelinap di antara lebatnya pepohonan. Namun, keberuntungan pastilah tak akan bertahan lama. Apalagi ia harus kabur dari monster berwujud manusia yang terus menerus mengejarnya.

DUARRR!

Suara petir menggelegar bersamaan dengan suara tembakan. Langkahnya refleks terhenti. Manik birunya melotot saat melihat lubang peluru membolongi pohon di sampingnya. Pikiriannya melayang panik, membayangkan peluru itu menembus tubuhnya.

Suara tembakan terdengar lagi. Dengan sekuat tenaga gadis itu kembali berlari. Rambut pirangnya sudah lepek terkena air dan keringat. Entah seperti apa wajahnya sekarang. Ia tidak ingin memikirkannya. Satu-satunya yang perlu dikhawatirkan adalah apakah ia bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup.

Tapi tentu saja itu mustahil.

Suara tembakan kembali terdengar beberapa kali. Membuat keseimbangan gadis itu goyah seketika. Gadis itu tidak siap saat tubuhnya terguling-guling beberapa meter ke bawah.

Kini ia terbaring dengan lumpur yang menutupi hampir sekujur tubuhnya. Tangan dan kakinya lecet. Bahkan di wajahnya mengalir cairan merah kental yang bercampur dengan air dan tanah.

"Lumpur sialan," umpatnya.

Kedua tangan mengil itu berusaha menahan tubuh rampingnya. Mencoba bangkit dari posisi tengkurapnya. Kedua kakinya juga itu membantu mendorong tubuhnya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Ia bahkan bisa mendengar samar suara detak jantungnya meskipun suara tumpahan air memenuhi seluruh hutan ini.

DUARRR!

Gadis itu menjerit saat sesuatu yang cepat dan perih menembus bahu kanannya. Membuat tubuhnya yang setengah berdiri kembali tumbang. Napasnya memburu dengan air mata mengalir deras di pipinya. Matanya mendelik kala darah segar mengalir deras menutupi tanah. Gadis itu merasakan perih yang luar biasa di sekujur tubuhnya.

"Belum mati juga, ya."

Meskipun telinganya berdenging, samar-samar ia bisa mendengar suara seorang pria. Ia berusaha menoleh ke arah pelaku yang menembaknya. Namun tubuhnya begitu lemah. Matanya bahkan terasa begitu berat.

Pria berbadan besar dengan kemeja hitam dan rompi anti peluru itu mengisi kembali peluru shortgun miliknya. Tangan besarnya memegang mantap senjata  itu dan mengarahkannya ke kepala mangsanya. Tak ada sedikitpun tatapan penyesalan yang terpantul dari mata hitam jengatnya.

"Tenang saja. Aku akan melakukannya secepat mungkin, gadis kecil."

Gadis itu terlihat tak lagi bergerak. Tangan dan kakinya terkulai tak berdaya. Jika dadanya tidak bergerak menghirup udara, mungkin semua orang sudah mengira dirinya mati.

Matanya menatap buram kaki besar di hadapannya. Air matanya berbaur bersama tetesan air  dari angkasa. Tak ada lagi sinar harapan terpancar dari manik birunya. Yang tersisa hanyalah kekosongan dan keputusasaan.

Andai aku tidak tergiur kata-kata manisnya.

Suara tembakan bergema di penjuru hutan. Genangan darah tersapu oleh derasnya air. Menyisakan seonggok tubuh tak bernyawa.


Congratulations!
You can continue to the next stage.

*-*_*-*

Tema : Hujan

DWC2020 : 30 Days to DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang