Kepanikan Baru

7 3 0
                                    

Lucy memasukkan beberapa barangnya ke dalam tas. Tidak sebanyak perjalanan sebelumnya. Bahkan bisa dibilang berat isinya sama seperti saat ia jalan-jalan ke mall bersama teman-temannya. Senja mulai menguasai cakrawala. Orang-orang di tempat ini mengatakan malam sangat berbahaya, meskipun kamu berada di dalam kota yang dilindungi militer. Tapi menurutnya ini adalah saat yang tepat. Apalagi Mari tengah pergi mengunjungi beberapa orang untuk mengumpulkan makanan dan senjata.

Maaf Mari.

Sebenarnya ia tidak ingin peri diam-diam. Tapi wanita itu tidak mengijinkannya pergi keluar sama sekali. Ia beralasan bahaya yang ada di luar tak kalah berbahaya, meskipun sudah berada di kota. Namun, Lucy tidak bisa diam saja setelah menemukan petunjuk untuk pulang.

"Tenang, cuma dua belokan menuju rumah anak itu," gumamnya meyakinkan diri.

Lucy menenteng tas di punggungnya dan meninggalkan bangunan tua berlantai tiga itu. Ia menatap ke langit. Meskipun masih senja, entah kenapa langit lebih gelap dari biasanya. Matahari sudah tertutup awan gelap bahkan sebelum sang mentari pamit di ufuk barat.

Tidak banyak orang lalu lalang, mengingat semua orang selain tentara dan orang-orang tertentu dilarang ke luar rumah. Mari mengatakan malam menjadi saat dimana zombie lebih aktif dan berbahaya. Bahkan menurut penuturannya, pernah sekali kota ini kebobolan zombie dan memusnahkan setengah penduduk kota. Sejak itu keamanan ditingkatkan.

Harusnya sebentar lagi sampai.

DUARR!

Lucy refleks memejamkan matanya. Setelah suara reda ia menatap ke langit. Kini cakrawala jingga ternoda oleh awan hitam tebal. Dari kejauhan ia bisa melihat petir menyambar bersama kilat diikuti suara menggelar.

Sepertinya akan hujan.

DUAR!

"KYAA!"

Suara petir kembali terdengar keras. Kali ini diikuti teriakan gadis dari balik bangunan dekat dinding kawat listrik tak jauh darinya. Banyak orang berbondong-bondong mendekati sumber suara. Menumbuhkan rasa penasaran gadis itu.

Lucy berlari ke arah kerumunan. Beruntung badannya yang kecil membuatnya dengan mudah menerobos gerombolan massa di depannya. Ia melihat sosok gadis kecil bergaun biru lusuh menangis keras. Seorang anak laki-laki yang ia temui sebelumnya di mobil losbak mengelus punggung gadis itu. Lucy bisa melihat air mata juga mengalir di pipi lelaki itu.

Ia mengikuti arah penglihatan orang-orang di sekitarnya. Manik hijaunya membelalak. Gadis itu refleks menutup mulut dan hidungnya rapat-rapat. Menahan gejolak perut yang hendak memuntahkan isinya. Air mata menggenang saat melihat pemandangan mengenaskan di depannya.

Sosok manusia terbaring mengenaskan di dekat dinding setinggi tiga meter. Tubuhnya menghitam seperti wajan tua. Kontras dengan hijaunya daun. Bau hangus mengusik hidungnya. Wajahnya tak lagi berbentuk. Sebagian besar pakaiannya sudah hangus terbakar. Tak ada apapun didekatnya kecuali tas terbuka yang menunjukkan berbagai alat perkakas di dalamnya.

Namun bukan itu saja yang membuat heboh.

Tembok yang dimaksudkan untuk mencegah masuknya zombie kini sudah berlubang. Lubangnya cukup besar untuk dimasuki orang dewasa.

Petir kembali menyambar. Dinding berlubang artinya zombie bisa masuk. Semua orang ketakutan. Bahkan beberapa dari mereka pingsan di tempat.

Bagaimana dinding kawat itu bisa berlubang tepat di dekat mayat hangus?

×××

Ada yang mau coba jawab?

Tema : Riddle menggunakan kata petir

DWC2020 : 30 Days to DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang