Puluhan orang berpakaian serba coklat berlari menyusuri penjuru desa. Obor menjadi penerangan mereka di tengah malam. Di tangannya curit, cangkul, dan berbagai alat tani menjadi senjata mereka. Mata mereka setajam elang, mencari sosok yang meresahkan desa mereka.
Untunglah sang dewi cuaca memihakku dengan hujan petang yg menghapus jejaknya. Kini seluruh warga desa kebingungan akan keberadaan makhluk terkutuk itu.
Ya akulah orang yg mereka cari.
Dari balik pohon pinggir hutan, Aku mengintip ke arah gerombolan manusia itu. Dadaku naik turun dengan cepat. Kejar-kejaran bersama warga desa benar-benar menguras tenagaku. Belum lagi luka yang kudapat saat terpeleset begitu perih saat terkena rintik air yang mengalir dari dedaunan. Tapi aku tidak boleh bersuara atau celurit mereka akan berakhir di kepalaku.
Setelah memastikan warga desa tidak melihat ke arah hutan, aku mengambil langkah seribu menembus pepohonan. Aku harus berterima kasih pada rembulan yang sudah menuntunku. Atau mungkin pada author yang sudah membuat bulan purnama malam ini. Angin dingin menusukku. Langkahku semakin berat. Bukan hanya karena kantuk yang mulai menguasaiku, tapi juga gaun putih lusuh kebesaran yang kukenakan.
Lihat! Bahkan ujung gaunku menyentuh tanah berlumpur dan berubah warna menjadi coklat.
"Seharusnya ada disekitar sini. "
Tepat setelah aku mengatakannya, samar-samar aku bisa melihat gua besar yang dikelilingi oleh pepohonan dan semak. Batu-batu yang menyusunnya tampak tebal dan kokoh. Sebuah cahaya terpancar dari dalam gua. Tapi itu tidak akan membuatku terkejut.
Karena aku tahu itu akan terjadi.
Ya, author memberiku kemampuan melihat masa depan. Tapi jangan kalian, para pembaca berpikir aku adalah gadis beruntung. Salah! Bagiku kekuatan ini adalah sebuah kesialan. Lihatlah! Semua orang mengejarku. Mereka yang awalnya memujaku kini berbondong-bondong ingin membunuhku. Ketika mereka menemukan hal yang berbeda, mereka pasti ingin menyingkirkannya.
Itulah manusia menurutku jika kalian mau tahu.
Aku mengikuti cahaya itu. Sekarang tidak ada lagi suara teriakan dan hentak kaki warga. Yang tersisa hanya rintik air yang jatuh dari langit-langit dan langkah kaki telanjangku. Genangan air di gua ini menusuk kakiku dalam rasa dingin. Tidak perlu kekuatan masa depan kutahu besok aku pasti terkena flu.
Di ujung gua, aku bisa melihat sumber cahaya itu. Sebuah bulu besar berwarna putih bersih dengan ukiran berwarna merah muda. Aku tahu bagaimana nasib bulu itu di masa depan. Benda itu akan menjadi dalang dari kiamat tak masuk akal di dunia ini. Tapi aku tidak peduli. Karena ada hal lain yang menarik perhatianku akan bulu itu.
Kuambil bulu itu dan meletakkannya di depan dadaku. Mataku terpejam, membayangkan tempat yang pernah kulihat di salah satu penglihatanku. Tidak sampai tiga puluh detik, aku membuka kembali kedua mataku.
Sebuah toko kecil dengan halaman yang cukup luas berada di depan mataku. Tentu saja aku tidak terkejut. Author sudah menunjukkannya lewat kemampuan menyebalkan ini.
Bulu ini memang berguna.
Pintu toko itu terbuka, menampilkan sosok pria berkacamata berpakaian serba hitam. Matanya menatapku tajam. Tapi itu tidak membuatku takut. Karena aku tahu dia tidak akan berbuat macam-macam padaku.
"Aku punya permintaan."
Dia hanya memberiku senyuman tipis di wajah tirusnya. Rambut hitamnya melambai oleh angin. Begitu juga dengan rambut pirangku. Setidaknya di sini lebih hangat daripada di gua.
"Aku ingin menghilangkan kekuatan ini."
"Ada bayarannya."
"Aku tahu," jawabku seyakin mungkin. Aku sudah mengetahui apa bayarannya. Meskipun aku tidak menyukainya, tapi ini satu-satunya cara untuk bebas dari derita yang dibuat oleh author.
"Bayaranmu adalah waktu dan kebebasan."
Sebuah buku bersampul merah melayang dari dalam toko. Aku menangkap benda itu begitu berada di dekatku. Sebuah bulu pena menempel di sampul depannya.
"Kau harus menghabiskan sisa waktumu untuk menulis semua yang akan terjadi di masa depan hingga halaman terakhir buku itu. Kekuatanmu akan hilang setelah kau selesai menulisnya."
Aku tahu pasti bayarannya akan begini. Mungkin kalian mengira bayaran adalah sesuatu yang berwujud. Kalian salah! Bayaran di toko ini bisa berupa apa saja. Memori, kekuatan, kebebasan, bahkan perasaan bisa dijadikan alat transaksi.
Satu hal yang tidak bisa kulihat adalah masa depanku sendiri. Aku tidak tahu apakah aku masih hidup setelah menulis di buku setebal itu. Tapi aku yakin pada harapanku. Dan setidaknya aku yakin author tidak akan menyiksaku lagi.
Semoga ...
"Baiklah." Kutampilkan senyum terbaikku. "Aku sudah tahu apa yang akan terjadi di masa depan."Laki-laki itu balas tersenyum.
Tak lama kemudian bulu itu bersinar kembali. Membawaku kembali ke dalam gua. Dengan kekuatan bulu itu, aku menciptakan sebuah ruangan besar dengan kursi batu nyaman dan ukiran-ukiran yang kusuka.
Untuk menulis kejadian sebanyak itu, pasti perlu keadaan yang mendukung, bukan?
###
Tema : Breaking the Forth Walls
Dikit lagi gaisss!!! Tema semakin memanas. Semoga aku belum terbakar sebelum tema terakhir nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
DWC2020 : 30 Days to Death
RandomSelamat datang. Selama tiga puluh hari mari kita bersenang-senang bersama. Dengan para peserta yang siap menghibur penonton sekalian. Tidak ada yang tahu akan seperti apa ini berjalan, karena merekalah yang menentukan awal dan akhir.