"Don't break us! we are not dolls!"
"_"_"_"
"Hah? Kau bercanda, kan?"
"Mana mungkin aku bercanda di saat seperti ini."
Uhh … dimana aku?
Gadis berambut pirang itu perlahan membuka kedua matanya. Erangannya membuat kedua orang yang berada tak jauh darinya terdiam. Mereka menoleh ke arah gadis yang tengah berbaring di atas keramik kotor beralaskan tumpukan kain usang.
"Kau baik-baik saja?" Wanita berambut ikat kuda duduk di sebelah gadis itu. Manik hitamnya memancarkan kekhawatiran yang kentaram. Sementara laki-laki di belakangnya memilih meninggalkan mereka berdua.
Gadis itu mengangguk dan mencoba bangun. Namun, rasa sakit yang masih hinggap di sekujur tubuhnya membuatnya meringis kesakitan. Wanita itu dengan telaten menahan tubuhnya dan membantunya duduk. Ia mengambil batok kelapa berisi air dan meminumkannya ke gadis itu.
"Siapa kau? Dimana aku?"
Ruangan ini hanya berisi meja dan kursi lapuk serta tumpukan makanan di sudut ruangan. Namun, yang paling menarik perhatiannya adalah beberapa senjata yang berjejer di sebelahnya. Mengingatkan gadis itu akan suara tembakan sebelum dirinya pingsan.
"Namaku Mari Nuraini. Mungkin bisa dibilang markas. James baru saja membersihkan rumah ini tadi. Jadi, kita bisa berlindung di sini selama beberapa hari."
Markas?
"Kalau boleh tau, bagaimana kau bisa terjebak di tempat itu?"
Gadis itu memainkan jarinya. Tak biasa dengan suasana seperti ini. "Aku tidak tahu. Saat terbangun. Aku sudah berada di sini."
Sepertinya memberitahu tentang cermin itu bukan pilihan yang baik.
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
Mari mengernyitkan kedua alisnya. " Kau tidak tahu?" Lucy menggeleng.
"Dua minggu lalu, virus itu tiba-tiba bermutasi. Membuat mereka yang sembuh menjadi bertingkah agresif. Mereka memakan manusia lain, seperti kanibal." Matanya menerawang jauh, mengingat saat-saat kelam itu. "mereka yang tergigit dan tidak mati akan berubah menjadi sama dengan mereka. Banyak yang tewas. Sisanya bertahan hidup seperti sekarang ini."
Lagi-lagi virus itu. Apa ini dunia zombie seperti dalam film?
"Sekarang kau istirahat saja dulu. Aku pernah baca di buku trauma berat membuat orang kehilangan beberapa ingatannya." Ia membantu Lucy berbaring dan memberikan sebuah selimut usang. Gadis itu menerimanya setengah hati.
"Ngomong-ngomong aku belum tahu namamu."
"Lucy. Lucy Sutianto."
Mari tersenyum dan meninggalkan Lucy sendiri dengan pikirannya. Ia menutup pintu kamar dan berjalan mendekati lelaki berkumis tebal itu. Tatapan lembutnya berubah tajam. "Apa kau gila?"
James menghela napas gusar. Lelah dengan ocehan wanita berusia dua puluh lima tahun itu. "Dia bisa saja sudah terinfeksi. Lagipula kalaupun dia negatif, kita juga tidak memiliki cukup makanan."
"Tapi tidak seperti ini juga," protes Mari.
James menodongkan pistol ke arah wanita itu. "Tidak bisakah kau diam dan menurut saja."
Wanita itu tak bergeming. Ia justru mengangkat kepalanya hingga mata mereka bertemu. Tak terlihat sedikitpun kegentaran di sana. "Kau mau menembakku? Silahkan saja!"
James menatap Mari sejenak. Terkejut dengan reaksi wanita itu. Meskipun mereka sudah bersama cukup lama, tapi ia tidak menyangka wanita yang selalu berada di belakangnya itu akan bertindak sejauh ini. "Terserah! Lakukan sesukamu! Tapi jangan ganggu aku." Pria itu berbalik dan berjalan menjauhi Mari.
"Ingat, James! Gadis itu masih manusia, bukan boneka."
-_-_-_-
Buat tulisan yang diakhiri dengan kata "bukan boneka".
KAMU SEDANG MEMBACA
DWC2020 : 30 Days to Death
RandomSelamat datang. Selama tiga puluh hari mari kita bersenang-senang bersama. Dengan para peserta yang siap menghibur penonton sekalian. Tidak ada yang tahu akan seperti apa ini berjalan, karena merekalah yang menentukan awal dan akhir.