"Kakak baik-baik saja?"
Kepalaku masih terasa berputar karena tadi malam. Gumpalan hitam itu benar-benar memutar tubuhku seperti rollercoaster. Persis seperti saat aku terbawa ke tempat ini. Hanya saja kali ini aku tidak kembali. Terlebih lagi cermin besae yang menempel di pintu keluar retak. Bayanganku terlihat terpotong-potong.
Ada yang tidak beres.
"Bagaimana cermin itu bisa pecah?"
"Yuyu tidak tahu, kak. Saat Yuyu bangun, cerminnya sudah seperti itu," jawabnya dengan muka bantal.
"Bukankah bagus," ujar anak laki-laki di sampingku (aku belum tau namanya sampai sekarang). "Jika cerminnya pecah, hantu itu tidak akan mengganggu Yuyu lagi."
Tapi itu masalah bagiku.
Aku menghela napas. Sekarang aku tidak punya petunjuk lagi untuk pulang ke rumah.
"Ayo kita sarapan bersama, kak!" Anak laki-laki itu menggenggam tanganku dan memaksaku untuk bangkit.
Mendadak genggaman tangan anak itu lepas. Mataku membelalak melihat hal aneh ini. Seakan-akan tangan anak itu tembus pandang untuk beberapa detik.
Yuyu menggenggam tanganku yang lain, mengalihkan pandanganku ke arahnya.
"Ayo kak!"
Kali ini genggaman itu terasa nyata. Apa tadi aku berhalusinasi? Mungkin aku terlalu lelah memikirkan ini semua.
Anak lelaki itu berlari ke arah pintu. Aku bisa melihat pantulan anak itu membesar di cermin dengan bayanganku dan Yuyu di belakangnya. Meski retak, refleksi kami masih terlihat, meskipun tampak patah-patah.
Begitu aku bisa melihat bayangan wajahku lebih jelas, aku menemukan sesuatu yang aneh. Mataku. Warna mataku menjadi hitam. Aku menggerakkan tanganku ke kelopak mataku. Bayangan itu mengikuti gerakanku. Membuatku yakin ini nyata. Tapi bagaimana bisa?
"Yu, kenapa mataku berubah?" Gadis itu menoleh ke arahku. Ia menatapku untuk beberapa saat dengan manik coklatnya dan kemudian tersenyum.
"Tidak ada yang aneh dengan mata kakak."
Aku menatapnya tak percaya. "Tidak mungkin. Kau tidak lihat warna mataku berubah?"
Kini temannya yang menatap mataku dalam dan ikut tersenyum seperti Yuyu. "Mata kakak memang berwarna hitam, bukan?"
Ini tidak benar! Ada yang salah!
Lagi-lagi aku terkejut saat melihat tangan anak itu menembus kenop pintu. Kali ini tangannya tembus pandang lebih lama dari sebelumnya. Namun dengan cepat kembali seperti semula. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Yuyu maupun anak itu seperti tidak menyadarinya.
Aku melepas genggaman tanganku dan melangkah mundur. Keringat mengalir di keningku. Aku tidak bisa menghentikan gemetar pada tangan dan kakiku. Pikiranku melayang pada ilusi ataupun dunia palsu yang ada di film.
"Ada apa kak?" Yuyu melangkah mendekatiku dengan tatapan bingung. Aku memperbesar jarak di antara mereka.
"Siapa kalian?"
Langkah gadis itu berhenti. Tatapan mereka berubah menjadi kosong. Tubuh mereka seperti wadah kosong tanpa jiwa. Seluruh perabotan di sekitarku bergetar dan pecah menjadi debu. Tak hanya itu, dinding dan lantai tempatku berpijak ikut lebur menjadi butiran pasir yang melayang ke atas. Tubuh kedua anak itu mengecil dan terus mengecil. Warna kulit dan pakaian mereka memudar. Menyisakan warna putih.
Seluruh ruangan menjadi hitam. Aku nyaris lupa bernapas saat tubuh anak kecil yang sebelumnya berbicara denganku berubah menjadi kertas putih dengan potongan orang. Kedua kertas itu terbang melayang ke arah sosok lain di depanku. Hanya aku dan sosok itu yang bisa kulihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
DWC2020 : 30 Days to Death
RandomSelamat datang. Selama tiga puluh hari mari kita bersenang-senang bersama. Dengan para peserta yang siap menghibur penonton sekalian. Tidak ada yang tahu akan seperti apa ini berjalan, karena merekalah yang menentukan awal dan akhir.