"Ada apa dengan tempat ini?"
Aku memeluk kedua lututku di sudut ruangan. Sekarang aku tidak lebih dari seekor hamster yang ketakutan saat mau dijadikan bahan eksperimen sepupuku. Meski begitu getaran di sekujur tubuhku tidak kunjung hilang. Padahal suhu di sini tidak lebih dingin dari kamarku.
Kenapa aku bisa di sini?
Seingatku, aku pingsan ditelan oleh cermin kamarku. Setelah sadar aku malah berakhir di tempat ini. Sudah gelap, berdebu lagi.
"Ya, tapi setidaknya aku bisa makan." Aku memasukkan keripik kentang yang kutemukan di dalam rak ke dalam mulutku. Meskipun sepertinya listrik di sini mati, pandanganku tidak sepenuhnya hitam. Mungkin ada jendela di sekitar sini.
Di sekitarku hanya ada rak-rak yang dipenuhi makanan dan barang-barang lain. Di sampingku bahkan ada lemari pendingin yang menyimpan berbagai minuman. Aku tidak tahu apakah makanan dan minuman itu masih bisa dimakan. Tapi perutku sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Semoga saja ada kamar mandi di sini.
Aku bangkit dari posisiku dan berjalan menelusuri tempat ini. Siapa tahu ada pintu atau jendela yang bisa dibuka. Aku tidak mau menjadi ikan bandeng kering di tempat ini.
"Rupanya sudah malam, ya," gumamku saat melihat ke luar pintu kaca. Di seberang jalan hanya ada rumah tua yang nyaris rubuh dan beberapa lampu jalan yang berkedap-kedip. Tidak ada satupun orang yang lalu lalang di jalan kecil itu. Tempat ini seperti kota mati.
Aku mengambil satu koran yang berada di samping pintu. Mungkin aku bisa mendapat petunjuk tentang tempat ini. Aku kembali ke tempat semula setelah memungut beberapa minuman dari dalam lemari.
Angka penduduk yang terinfeksi virus menyentuh sepuluh juta di seluruh dunia. Dua juta diantaranya tewas dan tiga juta dinyatakan sembuh.
Aku menyeruput soda botolku dan membalik halaman koran. Aku tidak tahu sekarang tanggal berapa, tapi koran yang kupegang menunjukkan tanggal dua minggu lalu. Tapi ada yang aneh.
Pandemi yang sudah berlangsung setahun ini diperkirakan akan semakin memburuk. Apalagi banyak orang yang kembali terinfeksi meskipun pernah dinyatakan sembuh sebelumnya dari virus ini.
Sejak kapan ada pandemi? Seingatku dunia masih aman damai. Apa ini dunia lain? Tapi aku masih mengerti bahasa ini
Banyak aktor dan artis tewas akibat pandemi. Jutaan netizen menyampaikan belasungkawa lewat media sosial. Bahkan mengaku histeri melihat idola mereka tewas karena virus ini.
Para peneliti di seluruh dunia, terutama Amerika masih berupaya menciptakan vaksin dan obat untuk penyakit ini.
"Tuh, kan. Bahkan nama negaranya sama." Aku meneguk minumanku hinggat tandas. Sepertinya setelah keluar aku akan pergi ke kantor polisi terdekat untuk diantar pulang.
Tapi kenapa cermin itu membawaku ke tempat ini?
BRUKKK!
Aku hampir saja menabrakkan kepalaku ke tembok. Dengan cepat aku bangkit dan menoleh ke sumber suara. Terlihat sebuah pintu yang berada beberapa meter di depanku terbuka. Dari dalam ruangan gelap itu muncul orang dengan pakaian compang-camping berjalan terhuyung-huyung.
Syukurlah ada orang lain selain aku.
"Hei! Apa kau tahu ini dimana? Aku—"
Mulutku bergetar saat orang itu menatap ke arahku. Tatapannya kosong. Mulutnya terbuka dengan air liur mengalir di sudut bibir pucatnya. Beberapa kali ia terbatuk-batuk. Tubuh keriputnya yang pucat membuat lelaki itu terlihat lebih seperti mayat hidup.
Ada yang tidak beres.
Naluriku menyuruh tubuhku untuk menjauh dari orang ini. Tapi entah kenapa seperti ada batu yang menahan kakiku untuk bergerak. Aku bisa merasakan detak jantungku yang kembali berpacu. Persis seperti saat tertelan cermin. Napasku memburu saat lelaki itu berjalan mendekatiku. Perlahan langkahnya semakin cepat.
Sialan! Ayo kaki bergeraklah!
Laki-laki itu menunjukkan deretan giginya yang menguning. Siap untuk menerkamku kapan saja. Aku menutup mataku dan memegang kepalaku. Tidak ingin menatap kematianku sendiri.
DOR!
"Kau tidak apa-apa?" Itulah suara yang samar-samar kudengar sebelum tubuhku kembali jatuh dalam kegelapan.
This story is more dark
###
Tema : "Idola, Ikan Bandeng, Netizen"
KAMU SEDANG MEMBACA
DWC2020 : 30 Days to Death
RandomSelamat datang. Selama tiga puluh hari mari kita bersenang-senang bersama. Dengan para peserta yang siap menghibur penonton sekalian. Tidak ada yang tahu akan seperti apa ini berjalan, karena merekalah yang menentukan awal dan akhir.