Di dalam cermin, kamu bisa melihat dirimu yang lain. Beberapa merubah hidup seseorang menjadi lebih baik. Sisanya menyeret mereka dalam lubang penuh kegelapan.
"Jangan pernah menatap cermin ketika lewat dari jam sepuluh malam!"
Itulah yang dikatakan nenekku dan ibuku sejak kecil. Dulu aku begitu takut setiap mendengar cerita seram mereka. Bahkan aku sampai tidak berani tidur lewat dari jam sepuluh. Namun, semakin besar usiaku, aku tahu kalau itu hanyalah akal-akalan mereka untuk membuatku tidak tidur larut.
Maksudku, mana ada cermin yang bisa menarikmu ke tempat lain. Jika cerita itu benar pasti ratusan manusia di seluruh dunia akan lenyap setiap harinya.
Tapi selama ini aku belum pernah berdiri di depan cermin belakang pintuku lewat dari jam sepuluh malam. Bukan karena aku takut, tapi aku tidak punya alasan untuk melakukan hal yang bagiku membuang-buang waktu.
"Hey, lu jadi jalan bareng kita, kan?" tanya suara dari ponselku.
"Iya. Gue lagi siap-siap, nih. Lu bakal jemput gua, kan?" ujarku sembari mewarnai kuku tanganku dengan kuteks pastel pink.
"Iya, iya. Emang lu udah dapat izin?"
"Santuy, mereka lagi nginap di rumah nenek. Jadi gue bebas."
"Sip, deh. Udah dulu, ya. Cowok gue chat, nih. Bye."
Belum sempat aku membalas, terdengar suara 'pip' dari ponsel putihku. Aku mengambil benda persegi panjang itu dan memasukkannya ke dalam tas selempangku. Aku melirik jam di nakas.
Masih jam sepuluh kurang dikit. Apa lebih baik gue ikat saja ya?
Aku meraih sisir dan ikat rambut dari dalam tas dan melangkah menuju cermin besar di balik pintu. Beberapa kali aku merapikan gaun cream pendekku dan mengenakan flat shoes putihku yang kusimpan di samping jendela.
"Jangan pernah berdiri di depan cermin lewat jam sepuluh malam."
Entah kenapa kata-kata nenekku terngiang-ngiang di kepalaku. Seakan ia mencoba menarikku. Angin dingin mendadak berhembus di tubuhku. Kupeluk diriku sesaat.
Itu cuma mitos.
Aku menggeleng kepalaku. Mungkin saja itu hanya angin malam. Iya, mungkin saja. Aku menyisir rambut pirangku dan mengumpulkannya di satu tanganku sementara tanganku yang lain mulai mengikatnya.
"Jangan pernah menatap cermin itu!"
Refleks aku menoleh ke kiri kananku. Suara itu lagi-lagi muncul di kepalaku. Kali ini terdengar seperti suara ibu. Tapi entah kenapa terdengar nyata di telingaku.
Kutepuk pelan kedua pipiku. Itu hanya mitos. Legenda. Dongeng biasa. Tidak ada hal seperti itu di dunia ini.
Aku menatap diriku di balik cermin. Benar kan, tidak ada yang aneh. Hanya ada aku yang berdiri normal. Rambutku masih pirang. Mataku masih berwarna biru malam. Kaki dan tanganku bahkan masih lengkap. Tidak ada yang hilang satu jaripun.
Kenapa aku harus takut pada dongeng aneh itu?
PRANGG!
Aku menoleh ke belakang. Jendela kamarku terbuka dengan gorden putih melambai-lambai. Mataku menelisik setiap sudut ruangan yang terlihat masih rapi seperti sebelumnya.
Aneh. Padahal sepertinnya ada suara barang pecah.
"AHHH!"
Tanganku mendadak terdorong ke belakang. Mataku membeliak saat sesuatu yang berwarna hitam pekat seakan menghisap tanganku ke dalam cermin. Kutarik tanganku sembari melangkah menjauhi cermin. Tapi tanganku terus terhisap ke dalamnya.
Ada apa ini?
Aku mencoba meraih lemari yang berada di dekatku. Napasku terengah-engah. Peluh mulai melunturkan make-up yang sudah susah payah kubuat selama setengah jam. Bahkan ikatan rambutku entah sudah sejak kapan terlepas. Membuat setengah wajahku tertutupi rambut.
Kringg … kringg …
"Lucy, ini gue."
Itu suara Keily. Ini kesempatanku.
"KEILY! Tolong a—"
Jantungku hampir lepas saat lampu kamarku mendadak padam. Tidak ada apapun yang bisa kulihat selain cahaya samar-samar dari balik jendela. Aku kembali menatap ke arah cermin. Entah sudah berapa bagian dari tubuhku yang terhisap ke dalam.
"Keily! Stan! Tolong a … ngunggg."
Aku menggeleng kepalaku. Sesuatu seakan melilit mulutku hingga suaraku tidak bisa keluar. Aku bergerak liar. Tapi tetap saja aku tidak bisa lepas dari cermin sialan ini.
Suara bel maupun Keily tak lagi terdengar. Apa mereka sudah pergi? Kenapa mereka tidak mencoba meneleponku. Apa jangan-jangan cermin sialan ini juga meredam suara ponselku?
Sialan!
Tenagaku perlahan menguap seperti air. Tanganku seakan semakin jauh dari cermin. Kedua mataku mulai berat. Tubuhku seakan jatuh dalam kegelapan tanpa ujung.
Please, I need light.
***
Tema : Buat tulisan yang diawali dengan "Di dalam cermin".
KAMU SEDANG MEMBACA
DWC2020 : 30 Days to Death
RandomSelamat datang. Selama tiga puluh hari mari kita bersenang-senang bersama. Dengan para peserta yang siap menghibur penonton sekalian. Tidak ada yang tahu akan seperti apa ini berjalan, karena merekalah yang menentukan awal dan akhir.