Hac dan Ryu diam seribu bahasa kala tubuh mereka terikat tali yang diberi sihir. Lebih baik daripada tali air yang membuat sekujur tubuh mereka lembab. Tapi tetap saja rasa tidak nyaman menghampiri kedua penyihir itu. Apalagi karena mereka berakhir seperti ini setelah bertarung dengan kedua remaja yang bahkan terlihat seperti anak sekolahan.
Harga diri mereka terluka!
"Eh … eto, aku akan lepaskan ikatannya. Tapi jangan menyerang kami, ya."
Hac menatap gadis berambut pendek itu dalam. Mencoba mencari kebohongan dari manik hijau itu. Sementara lelaki di sampingnya masih memegang pedang, berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang tak terduga. Hac menatap lelaki itu dan mendengus kesal.
"Asalkan bocah di sebelahmu menurunkan senjatanya," ucapnya. Lelaki berambut coklat gelap itu menatapnya tak suka.
"Syaoran-kun!" Ucapan gadis itu membuat laki-laki itu menghela napas dan menghilangkan pedang di tangannya.
Sepertinya bocah itu suka sama dia.
Gadis itu melepas ikatan Hac dan Ryu. Ryu yang melihat reaksi temannya yang tidak melakukan apapun terpaksa melakukan hal serupa. Padahal dirinya sudah menyiapkan ramuan penidur untuk kabur.
"Katakan apa yang kau inginkan?" tanya Ryu dingin.
"Kami ingin menolong kalian."
"Menolong kami? Tau apa kamu tentang kami, hah?"
Singa di belakang gadis itu menggeram. "Orang ini—"
"Tenanglah, Kero-chan!" Gadis itu sukses membuat singa bersayap putih itu tenang.
"Kami tau kalian didengar oleh anggota organisasi karena masalah di dunia ini, kan?" ucap Syaoran yang tetap berdiri meskipun kedua temannya sudah duduk di lantai kayu sebuah rumah tua sederhana di tengah pulau.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Ryu dengan tatapan tajam.
"Kau tidak perlu tahu." Syaoran membalas tatapan wanita itu tak kalah tajam.
Tatapan mereka berdua begitu menusuk. Seakan ada petir yang keluar dari mata dan saling menyerang. Hac mengela napas melihat tingkah temannya. Sementara gadis bergaun kuning itu menatap kedua orang itu panik.
"Ehh … pokoknya kami ke sini untuk membantu agar hukuman kalian diperingan dan menolong dunia ini."
"Bagaimana caranya?"
"Lebih baik kita bicara sambil minum teh. Pasti kalian sudah berlari sangat jauh. Secangkir teh hangat akan membantu di cuaca dingin ini," saran gadis berambut hitam panjang.
Tangannya membuka tas ransel merah muda yang ia bawa kemana-mana. "Tapi mungkin tehnya sudah tidak hangat lagi."
"Aku bisa menghangatkannya dengan Firey." Sakura membuka tas selempang tempat kartu-kartu sihirnya tersimpan dan mencari kartu yang ia maksud.
"Hoe?"
"Ada apa Sakura?"
"Kartu Firey hilang," jawab gadis itu cemas.
"Apa? Apa mungkin terjatuh di suatu tempat?"
"Tapi aku tidak menggunakan kartu itu sampai saat ini." Sakura melihat tatapan Syaoran yang penuh akan kekhawatiran.
"Aku akan membantumu mencarinya. Sampai saat itu, aku akan menggunakan sihirku untuk menghasilkan api."
Syaoran merogoh saku pakaiannya. Ia memanggil api dari salah satu kertas coklatnya dan membuat api unggun. Tomoyo memasukkan teh ke dalam teko mini dan meletakkannya di atas api unggun.
"Bagaimana? Sudah ketemu?" tanya Syaoran.
"Belum. Tapi tidak hanya Firey yang hilang. Rain dan Libra juga tidak ada."
"Jangan-jangan ini ulah kalian," tuduh Syaoran sembari melirik ke arah Ryu dan Hac.
"Kami tidak tahu apa-apa tentang kartu itu," ujar Ryu membela diri. Sementara Hac diam, seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Sudahlah. Kalau Sakura memanggil kartu itu mereka pasti akan datang. Lagipula tidak ada yang bisa menggunakan kartu itu selain Sakura." Tomoyo berusaha merelaikan mereka. "Lebih baik kita minum teh sembari memakan sandwich. Kalian pasti lapar." Tomoyo membuka kembali tas ranselnya.
"Tenang. Kami ada ramuan untuk mengenyangkan diri." Ryu mencari botol ramuan yang ia maksud dari dalam tasnya.
"Dimana kotak bekalku?" Gadis besurai hitam itu kebingungan mencari kotak bekalnya. Sakura ikut membantu sahabatnya mencari kotak bekal itu. Tapi mereka tak kunjung menemukannya.
"Ramuanku juga hilang." Wanita dua puluh tahun itu panik melihat botol ramuannya berkurang.
"Barangmu hilang juga?"
"Ini bukan kebetulan," ucap Hac dan Syaoran bersamaan.
Tanpa sengaja Ryu menemukan sebuah bulu burung berwarna merah terang di dalam tasnya. Ia menatap lekat. bulu yang tampak familiar baginya.
"Hey, apa di dalam tasmu ada bulu burung ini juga?" Sakura dan Tomoyo mengecek tas mereka masing-masing.
"Ada." Sakura menunjukkan bulu yang ia temukan di dalam tasnya ke wanita itu.
Ryu yang menyadari bulu itu merapalkan mantra. Sebuah cahaya muncul di tengah-tengah mereka. Setelah cahaya itu lenyap, seekor burung berbulu merah tengah menggigit sebuah kartu. Di sekitarnya tergeletak botol kosong dan dua kartu berwarna merah muda.
"Helio!" Burung merah itu refleks menjatuhkan kartu di paruhnya saat aura kuat sang majikan menghimpitnya.
"Maaf, ya. Burung ini sangat suka benda berbau sihir. Apalagi setelah dia dijadikan objek eksperimen."
Sakura mengela napas lega dan mengambil kartu-kartunya. "Tidak apa-apa. Burung ini juga sangat lucu."
"Tapi kalau Helio mengambil barang sihir. Siapa yang mengambil sandwich?" tanya Tomoyo heran.
"Ngomong-ngomong kemana singa peliharaan kalian," tanya Ryu saat sadar salah satu dari mereka menghilang.
Tomoyo, Sakura, dan Syaoran menengok ke belakang. Tidak ada siapapun di dekat pintu keluar selain Yue.
"Kero-chan!"
*-*-*-*-*
Kero-chan rakus banget ya😂😂😂
Tema : Benda-benda yang hilang
KAMU SEDANG MEMBACA
DWC2020 : 30 Days to Death
RandomSelamat datang. Selama tiga puluh hari mari kita bersenang-senang bersama. Dengan para peserta yang siap menghibur penonton sekalian. Tidak ada yang tahu akan seperti apa ini berjalan, karena merekalah yang menentukan awal dan akhir.