"Apa yang kau lakukan?"
Ryu terkejut melihat ruang kerja teman satu dunia asalnya, Hac membongkar setiap lemari dan sudut ruangan. Tumpukan buku menyebar di lantai seperti laut. Semua botol ramuan yang biasanya ada di atas meja bahkan sampai mengungsi ke sudut ruangan. Bahkan semua botol bahan langka yang hanya bisa ditemukan di dunia mereka tergeletak tak karuan dimana-mana.
"Kamu liat botol ramuan terbaruku, tidak?"
"Ramuan baru?"
Hampir setiap hari wanita berambut hitam kebiruan itu membuat ramuan. Sampai Ryu tidak bisa menghitung lagi berapa banyak jenis ramuan baru yang perempuan itu buat. Jadi, ia sendiri bingung ramuan apa yang dimaksud temannya ini. Dan lagi kebanyakan hasil ciptaannya itu tidak berguna dan justru menimbulkan masalah. Ia tidak berminat mengingat setiap benda gagal itu.
"Itu loh, ramuan yang kubuat minggu lalu. Cairan bening di gelas."
"Heh! itu ramuan?" Hac yang sedang membongkar laci di sudut ruangan menoleh ke arah temannya. Matanya menatap tajam, menuntut penjelasan.
"Ehh … aku kira itu air. Jadi … aku berikan ke hewan di ruang eksperimen sebelah."
"Kau berikan ke hewan apa?" Tanya Hac dengan suara yang hampir meledak-ledak. Ia melangkah maju mendekati wanita berambut ungu itu dengan pipi dan telinga memerah.
"Ehh … kelelawar sakit yang kemarin kita pungut."
Hac melangkah cepat meninggalkan Ryu di ruangannya. Ia membanting pintu kayu di ruangan sebelah. Para hewan di dalam bergerak liar saat mendengar suara keras dari sana. Wanita itu memandang penjuru ruangan, mencari hewan malam itu. Namun, ia tidak menemukan hewan malam itu.
Pandangannya berhenti pada sebuah kandang kosong di dekat jendela.
"Dimana kelelawar itu?"
"Lho? Kok tidak ada?" Ryu yang berada di belakang Hac menoleh ke arah sudut ruangan. Kandang di atas kurungan kelinci hitam terlihat kosong dengan pintu terbuka lebar.
"Apa mungkin kabur, ya," gumamnya.
"Kenapa bisa kabur?" tanyanya setengah membentak.
Ryu terkejut dengan perubahan sikap temannya. "Memangnya itu ramuan apa, sih?" tanyanya.
"Itu ramuan untuk memperparah sakit dan mempercepat mutasi," jawab Hac. Ryu mengusap wajahnya frustasi.
Kenapa kamu membuat ramuan itu, sih?
"Te … tenang dulu, Hac. Aku akan cari hewan itu. Oke?" Ia mengelus punggung Hac. Perlahan aura kemurkaan dalam dirinya mulai mereda. Ryu diam-diam menghela napas.
Ia pun menggumamkan mantra. Dalam sekejap sebuah sapu terbang muncul di tangannya. "Lagi pula kebanyakan ramuan itu gagal. Jadi mungkin hewan malammu itu sudah mati meledak atau tidak terjadi apa-apa. Jadi tenang saja." Setelah mengatakan itu, ia melesat cepat meninggalkan Hac lewat jendela yang terbuka.
Beberapa minggu kemudian.
"Saat ini sudah jutaan orang terkena Covid-19 di seluruh dunia. Banyak negara yang sudah memberlakukan sistem karantina. Meskipun banyak juga yang memilih menerapkan sistem PSBB."
"Ini gara-gara kamu, sih," protes Hac sembari mengemil keripik kentangnya dan melihat siaran berita di televisi.
"Mana aku tau kalo ada orang yang memakan hewan hitam itu."
"Coba kalau kamu tidak memberi minuman sembarangan pada hewan. Pasti kita tidak diam di rumah seperti ini."
"Kamu juga coba tidak membuat ramuan aneh-aneh," tuduh Ryu balik sembari memperbaiki posisi duduknya di sofa.
Kedua penyihir yang bermigrasi ke dunia manusia itu pun diam dalam pikiran masing-masing. Merefleksikan keteledoran mereka yang menimbulkan masalah satu dunia ini.
Let's suffer together!
*_*_*_*
Tema : Asal Mula Corona
KAMU SEDANG MEMBACA
DWC2020 : 30 Days to Death
RandomSelamat datang. Selama tiga puluh hari mari kita bersenang-senang bersama. Dengan para peserta yang siap menghibur penonton sekalian. Tidak ada yang tahu akan seperti apa ini berjalan, karena merekalah yang menentukan awal dan akhir.