"Akhirnya kita bisa keluar juga dari hutan terkutuk itu."
Lucy menempatkan bokongnya di atas batu besar di pinggir jalan setapak. Mari dengan napas terengah-engah mengisi ulang peluru senapannya. Beberapa meter di belakang mereka gundukan mayat tergeletak. Darah merah kehitaman menyatu dengan rerumputan. Lucy bahkan hampir muntah melihat pemandangan mengerikan itu.
"Semoga saja tidak ada zombie lagi di depan. Peluruku sudah hampir habis." Lucy mengangguk setuju.
Perjalanan mereka menelusuri jalan setapak kebanyakan dipenuhi keheningan. Beberapa bangunan tua yang hampir roboh terlihat di sisi kiri jalan. Sementara hamparan pohon masih membentang luas di sisi lainnya. Beberapa kali mereka memasuki bangunan untuk mencari persediaan yang kemungkinannya sangatlah kecil.
"Hei, lihat apa yang kutemukan." Lucy memanggil Mari yang berada di lantai dua. Rumah yang mereka masuki terlihat masih berdiri kokoh. Meskipun perabotan di dalamnya kebanyakan sudah tidak berbentuk.
Mari berjalan menuruni tangga menghampiri gadis berambut pirang kusam itu. Di tangannya terdapat sebuah kota plastik dengan beberapa tombol dan lubang di sana.
"Wah, sudah lama aku tidak melihat rekaman." Lucy menyerahkan benda itu kepadanya. Ia menekan tombol dengan lambang segitiga. Didekatkannya benda itu di telinganya.
" …. 'Ku menangis, membayangkan, betapa kejamnya dirimu atas diriku. Kau duakan cinta ini. Kau pergi selamanya. …"
"Wah, sudah lama aku tidak mendengar lagu ini. Biasanya sering dinyanyikan di sinetron-sinetron. Jadi rindu saat-saat masih ada televisi." Alis Lucy mengkerut melihat Mari berbicara sendiri. Membuat wanita itu salah tingkah. "Maaf, maaf. Kau pasti hampir tidak pernah menonton sinetron, kan. Wajar kau tidak tahu lagu ini."
"Ternyata di dunia ini ada sinetron juga. Persis seperti di duniaku. Bahkan lagunya sama," pikir Lucy.
Mari memasukkan rekaman itu ke dalam tas yang ia tenteng. "Oke, sepertinya kota sudah dekat. Lebih baik kita sampai sebelum gelap."
Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan menuju kota. Canda tawa beberapa kali menemani kebersamaan kedua perempuan ini. Meskipun tak bisa diungkiri mereka sering berkutat pada pikiran masing-masing.
Jika aku bisa keluar dari neraka ini, apa Mari bisa ikut denganku?
"O ya, di kota banyak tentara yang berjaga di perbatasan. Tapi, kamu jangan khawatir. Mereka tidak akan menyakiti kita. Hanya mengingatkan" ujar Mari. Lucy yang baru mengetahui informasi itu mengangguk.
Semua akan baik-baik saja, asal tidak bertemu dengan orang itu.
~~~
Rekor chapter terpendek
Tema : Tulisan yang memuat lirik berikut.
"Kumenangis, membayangkan, betapa kejamnya dirimu atas diriku."
KAMU SEDANG MEMBACA
DWC2020 : 30 Days to Death
RandomSelamat datang. Selama tiga puluh hari mari kita bersenang-senang bersama. Dengan para peserta yang siap menghibur penonton sekalian. Tidak ada yang tahu akan seperti apa ini berjalan, karena merekalah yang menentukan awal dan akhir.