Kesialan di Tengah Kiamat

7 2 1
                                    

"Di dekat hutan ada kota. Kita bisa mendapat bahan makanan dan persenjataan untuk bertahan hidup. Tapi aku tidak tahu seberapa jauh kita dari pinggir hutan." Mari menatap peta yang ia keluarkan dari dalam tas. Lucy tidak mengerti semua tanda di peta ini.

Andai aku mendengarkan saat latihan Pramuka.

"Dengan sedikit keberuntungan mungkin kita bisa sampai di pinggir hutan sebelum malam dan tidur di rumah tua yang bebas dari zombie."

"Sayang sekali aku telah dikutuk untuk dijauhi oleh keberuntungan," gumam Lucy pelan. Pikirannya masih terngiang-ngiang akan cermin di kamarnya. Mungkin benda itu sudah mengutuknya sehingga ia terjebak di sini dan menderita.

Mira menepuk bahu gadis itu pelan. "Tidak ada yang namanya kutukan. Aku yakin kamu akan mendapatkan keberuntungan kali ini."

Semoga saja.

Mari membereskan semua peralatannya dan memasukkannya ke dalam tas. Ditentengnya tas punggung coklat yang mengembung seperti bola itu. Sementara Lucy tidak membawa apapun.

"Boleh kubantu bawa?"

Mari melirik tasnya sebentar. "Tapi ini sangat berat."

"Tidak apa. Aku bisa kok. Biar Mari tinggal membawa senjata saja."

Wanita itu sedikit tidak tega melihat gadis kurus itu membawa persediaan yang sangat banyak ini. Tapi melihat manik hijaunya yang menatap penuh keyakinan membuat Mari tersenyum. Ia menyerahkan tas itu kepada Lucy dan membawa beberapa senjata bersamanya.

"Katakan padaku jika kau lelah." Lucy mengangguk dan berjalan cepat keluar gua yang tidak terlalu besar itu.

Splashh!

"Aduh!"

Genangan air hujan tadi malam mengacaukan keseimbangan Lucy. Tarikan gravitasi membuat wajah dan tubuhnya menyentuh tanah lembab. Tas di punggungnya bergoncang. Memuntahkan setengah isinya ke lumpur. Kini gaun kotornya semakin menjadi-jadi.

"Kau tidak apa-apa?" Mari membantu gadis itu bangun. Lucy meringis kesakitan saat wajahnya menghatam tanah basah. Rambut pirangnya kini tak hanya kusut, tetapi juga kotor oleh tanah.

"Aku baik-baik saja. Maaf membuat tasmu kotor dan berantakan." Mari menggeleng dan membantu Lucy membereskan barang-barangnya.

"Yahh, airnya!" Lucy terkejut melihat botol air mereka terbuka, menumpahkan isinya ke tanah.

"Tenang saja. Kita bisa menadahnya. Lagipula aku masih punya botol airku. Nanti kita bagi dua," ucap Mari menenangkan. Lucy menatap wanita itu tak tega. Merasa bersalah atas kecerobohan yang ia buat.

Sudah kuduga keberuntungan menjauhiku.

Setelah membereskan semua kekacauan, kedua perempuan itu berjalan menelusuri pepohonan. Suasana ketika pagi sangat berbeda saat malam hari. Burung-burung masih berkicau dengan suara serangga bersahut-sahutan. Hembusan angin sejuk menggesek ranting dan dedaunan. Menghasilkan musik yang menenangkan siapapun yang mendengar. Tak bisa dipercaya suasana ini masih bisa dirasakan di tengah kekacauan dunia ini.

"Sudah kubilang, bukan. Keberuntungan tak akan pernah meninggalkanmu."

Mari menghembuskan napas. Sebuah kebebasan yang jarang ia dapatkan. Dulu ia selalu berlari bersama James dari zombie dan waktu. Ia ingat lelaki itu selalu berkata bahwa kebahagiaan itu sudah tidak ada. Yang tersisa hanyalah keinginan untuk bertahan hidup. Karena itu waktu sama berharganya dengan nyawa.

Lucy mengikuti Mari menghembuskan napas. Gadis itu juga sudah lama tidak merasakan perasaan seperti ini. Mengingat di dunianya semua orang selalu sibuk. Ia bahkan tidak ingat kapan keluarganya mengajaknya pergi berlibur ke tempat seperti ini

"Benar, ini sangat—Auch!" Lucy berseru saat rambutnya tersangkut di ranting pohon. Gadis itu mencoba menarik kepalanya untuk lepas dari jeratan, tapi hal itu justru membuat rambutnya semakin tersangkut.

"Sebentar biar kubantu lepaskan." Tangan Mari dengan telaten melepas helai demi helai rambut pirang yang tersangkut di ranting. Lucy menghela napas, kembali merasa bersalah karena terus menerus merepotkannya.

Guarrr

Tubuh mereka mendadak kaku mendengar suara geraman. Lucy menatap sekeliling. "Apakah mereka juga muncul di—"

"Biasanya mereka tidak akan muncul saat ada matahari," potong Mari. Wanita itu menggeleng. "Lebih baik kita segera membebaskan rambut ini dulu."

Suara geraman terus terdengar beberapa kali. Awalnya begitu samar. Tapi lama-kelamaan suara itu semakin jelas terdengar dari belakang.

"Selesai!"

Tepat setelah rambut Lucy bebas suara geraman keras terdengar. Kedua wanita itu segera berlari menjauhi sumber suara. Menembus pohon dan rerumputan. Namun, suara langkah kaki mereka ditambah suara benda yang bertabrakan di dalam tas membuat zombie-zombie itu semakin gencar mengejar mereka berdua.

"Sudah kuduga keberuntungan membenciku!"

•••

Tema : tokoh yang selalu mengalami badluck

DWC2020 : 30 Days to DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang