"Hah … hah …" Keempat kaki berbulu terus berlari. Menembus tebalnya salju yang menutupi bukit. Hembusan angin kecang bercampur dinginnya setiap keping salju membuat geraknya semakin lambat tiap detiknya.
Ia tak tahu apa ini mimpi atau kenyataan. Hal itu mungkin tak pernah terlintas di pikirannnya. Tapi satu hal yang ia tahu. Ia harus mendaki bukit ini. Ada sesuatu yang harus ia temukan. Ada sesuatu yang harus ia lindungi.
Tapi apa itu?
Meskipun bulu abu-abu lebat menutupi sekujur tubuhnya, rasa dingin tetap menusuknya. Kedua telinganya seakan tuli. Manik coklat terangnya seakan terkubur salju dan nyaris tidak bisa melihat apa-apa. Rasanya ia ingin tumbang sekarang. Terkubur kaku di antara timbunan kapas dingin ini. Tapi sekali lagi, kakinya tidak mau mendengar. Tubuhnya seakan memiliki jiwa dan bergerak sendiri.
Apa yang ia cari?
Laju serigala itu berhenti di depan sebuah pohon sakura. Pohon besar itu berdiri gagah di puncak bukit. Matanya yang sebelumnya begitu buram kini bisa menatap jelas kelopak merah mudanya yang tergantung di setiap rantingnya. Benar, ini tidak bercanda. Bunga-bunga itu tumbuh lebat di tengah dinginnya udara.
Ini … mimpi, bukan?
Angin kencang mendadak menutupi pandangannya. Serigala muda itu menundukkan kepalanya dan menguatkan keempat kakinya. Menahan agar tubuhnya tidak terbawa arus badai salju. Ia bisa merasakan puluhan. Tidak, ratusan kelopak sakura berguguran di sekitarnya. Beberapa bahkan sampai menempel di bulu lebatnya. Begitu badai reda, serigala itu membuka kedua matanya.
Apa ini?
Semua kelopak bunga di pohon itu dalam sekejap lenyap. Bahkan tak ada satupun jejak tersisa di bawahnya. Tak ada yang menyangka kalau pohon di depannya adalah pohon sakura yang sama. Tapi insting serigala itu bisa merasakannya. Ini masih pohon yang sama.
Saat menatap pohon itu, ia merasakan kesedihan yang mendalam. Seakan pohon itu menangis dan air matanya membuat hatinya retak.
Aneh sekali, bukan? Apakah serigala memiliki hati?
Syuutt
Delapan anak panah melajur bersamaan ke arah pohon itu. Hewan karnivora yang bisa merasakan kedatangan serangan dadakan itu dengan cepat melompat menerjang serangan itu. Ia menjadikan tubuhnya sendiri sebagai tameng bagi pohon itu.
Kenapa … aku melindunginya?
Cairan merah mengalir dipunggungnya. Bercampur dengan putihnya salju. Serigala abu-abu itu seketika tumbang ke atas tumpukan kapas putih dingin. Meskipun rasa sakit bercampur perih luar biasa menyiksanya. Namun, ia merasakan kelegaan ketika melindungi pohon sakura itu. Tak menyisakan penyesalan sedikitpun saat tubuhnya bergerak sendiri menjadi perisai bagi pohon di depannya.
Kreeekk
Batang pohon itu mendadak retak. Bagai luka sayatan yang menganga. Manik coklatnya menatap tak percaya. Bagaimana bisa seperti ini?
Sebuah pedang dengan cepat terbang melewati tubuh serigala itu. Bilah panjang itu menusuk batang sakura begitu dalam. Retakan di pohon itu melebar, hingga pecah berkeping-keping. Setiap kepingnya terbawa angin salju, tak menyisakan bekas sedikitpun.
"SIAL!" Serigala itu mengaum, mengumpat, berteriak. Rasa sakit di punggungnya seakan hanya lelucon di hadapan pemandangan yang ia lihat. Manik coklatnya tak mampu berkedip. Jiwanya seakan lenyap ikut terbawa angin. Kecemasan yang ia rasakan kini berakhir dengan kekesalan dan kebencian.
Dengan sekuat tenaga, serigala itu menggerakkan kepalanya. Ia ingin melihat brengsek mana yang berani melakukan ini. Kakinya mulai bergerak. Mencoba menopang tubuhnya untuk berdiri. Siap menerjang siapapun atau apapun yang ada di belakangnya.
"Heh?"
Sosok serigala berdiri gagah di hadapannya. Rambut abu-abunya melambai mengikuti arah angin. Mata coklatnya bersinar terang meski cahaya matahari tak cukup bahkan untuk menghangatkan tempat ini. Menatap dirinya dengan tatapan sedingin es. Keempat kakinya penuh darah dan punggungnya ternoda oleh darah. Tubuhnya sama besar dengan dirinya.
Tidak. Itu memang dirinya. Ia tidak mengerti bagaimana, tapi serigala itu bisa merasakannya. Menimbulkan ribuan pertanyaan di benaknya.
Itu aku? Apa ... aku yang ... melakukannya?
Kepalanya mendadak berdenyut hebat. Puluhan ingatan dorong mendorong memasuki kepalanya. Tubuhnya menjadi berat seketika.
Aku pernah mengalaminya ratusan. Tidak ribuan kali. Dan terus berulang.
Kaki serigala itu bergerak. Menerjang dirinya sendiri yang ada di depannya. Sekali lagi mengulangi mimpi buruk yang akan terus berulang hingga seseorang membangunkannya. Membiarkan kecemasan ini terus bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DWC2020 : 30 Days to Death
RandomSelamat datang. Selama tiga puluh hari mari kita bersenang-senang bersama. Dengan para peserta yang siap menghibur penonton sekalian. Tidak ada yang tahu akan seperti apa ini berjalan, karena merekalah yang menentukan awal dan akhir.