💐𝒫𝓇ℴ𝓁ℴℊ💐

511 48 3
                                    

Udara pagi itu terasa segar dan sedikit dingin. Angin berhembus pelan menemani langkah seorang anak kecil berlesung pipi. Musim semi akan segera datang, jadi si kecil Wheein memutuskan untuk keluar rumah. Berjalan-jalan sambil bersenandung di taman dekat rumahnya. Hamparan salju yang mulai mengering terlihat cantik. Wheein tersenyum.

    "Ahhhh, yepeo!" ucapnya. Wheein suka sekali pergantian musim semi. Masa transisi itu membuat Wheein sedikit menggebu, berdebar menunggu hamparan bunga bermekaran. Ia selalu berpikir, melihat perubahan menjadi lebih indah adalah hal yang ia suka. Dari bekunya es yang dingin, menjadi hamparan padang bunga yang berwarna-warni. Memanjakan mata kecilnya, dan membuat ia bahagia. Sesederhana itu definisi bahagia seorang anak berumur lima tahun seperti Wheein.

    "Woah, apa ini?"

    Tangan Wheein menyentuh sekuntum kelopak bunga yang terjatuh di atas rumput beku di bawah pijakannya. Tangan kecil Wheein mengangkat bunga tersebut.

Warnanya unik, belum pernah Wheein lihat sebelumnya. Perpaduan ungu dan putih, namun tidak tercampur sepenuhnya. Ia mengelus-elus ringan kelopak tersebut sambil terus tersenyum.

 Ia mengelus-elus ringan kelopak tersebut sambil terus tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

    Tiba-tiba, angin berhembus kencang. Anehnya, hanya berhembus ke arah bunga tersebut. Sehingga bunga itu terbang ke udara, terbawa arus angin.

    "E-eh!" Wheein mencoba menggapai-gapai bunga yang terbang jauh lebih tinggi dari tubuhnya yang memang imut itu. Wheein mengejar kelopak bunga yang unik, merasa sayang bila harus kehilangan sesuatu seperti itu.

Sedikit lagi, dia akan menyentuh bunga tadi.

    Namun sebuah tangan sudah lebih dahulu menjadi tempat persinggahan si kelopak bunga. Angin yang tadi membawa bunga tersebut tidak tampak mempengaruhi orang yang berdiri tegak. Sebab rambutnya sama sekali tidak terhembus sedikitpun. Seperti si kelopak sengaja menjatuhkan diri pada tangannya.

Orang yang baru saja memegang bunga itu sedikit kaget.

    Tadi ia sedang berjalan santai, menikmati sisa musim dingin. Tangannya terulur untuk memeriksa apakah masih ada salju yang jatuh, tapi yang ia dapat malah sekuntum kelopak bunga dengan warna aneh. Ditambah, seorang anak kecil yang ia pikir seusianya terjatuh saat mengejar bunga itu.

    "Ugh!" erang Wheein sakit. Telapaknya sedikit lecet. Ia tergelincir sisa es karena tidak memperhatikan langkahnya. Orang yang tadi masih berdiri, mengulurkan tangan. Melihat ada tangan yang membantu, Wheein menyengir dengan raut terimakasih di wajah berlesung pipi miliknya.

    Wheein memperhatikan anak kecil yang ada di depan. Wajah itu datar, lebih ke arah sinis karena orang itu tidak tersenyum sama sekali. Kulitnya lebih gelap dibanding kulit orang-orang yang biasa Wheein kecil lihat.

Ada tahi lalat kecil yang menempel di pipi gadis kecil tersebut. Secara keseluruhan, anak kecil itu cantik dengan caranya sendiri, puji Wheein dalam hati.

    "Terimakasih," ucapnya sambil membenarkan posisi. Hyejin hanya mengangguk. Kemudian ia mengulurkan tangan lagi, membuat Wheein mengira ia sedang diajak berkenalan.

Wheein pun menjulurkan tangannya langsung menjabat tangan anak tersebut. Belum sempat ia memperkenalkan nama, sebuah cahaya timbul dari tautan tangan mereka.

Lebih tepatnya, dari kelopak yang tidak Wheein perhatikan ada pada telapak perempuan di depannya.

    "..." dalam diam, keduanya terpengarah. Mata mereka memandang lekat cahaya yang sedikit menyilaukan di tangan mereka. Semakin lama, cahaya tersebut membesar dan hilang secara mendadak.

Kejadian aneh yang baru saja terjadi, membuat keduanya bingung. Buru-buru Hyejin melepaskan tangan itu.

    "Hyejin-ah. Tadi itu apa?"

    Nah, sekarang Hyejin terkejut lagi. Mereka belum saling mengenal, tapi mengapa gadis itu sudah tahu namanya.

Parahnya lagi, sepertinya Hyejin juga sudah tahu nama anak kecil itu. Saat dalam keadaan membingungkan tersebut, mata Wheein menangkap suatu cahaya keluar dari belakang pergelangan kaki Hyejin. Ia penasaran, langsung berjongkok dan mengangkat sedikit celana panjang anak kecil berambut hitam pekat itu.

    Hyejin hanya diam, dia juga sedang memperhatikan cahaya yang muncul di pergelangan kaki Wheein. Saat cahaya itu pudar, Wheein bisa melihat ada sebuah tulisan disana.

    "Re-so-nance?" ejanya sedikit-sedikit. Maklum, ia masih baru belajar membaca tulisan dengan huruf alphabetik. Keningnya berkerut bingung.

Hyejin ikut berjongkok. Tanpa aba-aba ikut mengangkat ujung celana di kaki lawan bicaranya yang tadi bersinar. Dan menemukan frasa yang sama dengan yang gadis tadi ucapkan.

    "..."

    Lagi-lagi mereka dibuat bingung. Saling bertatapan dalam waktu yang agak lama. Posisi mereka belum berubah, masih saling menyingkap tulisan berwarna hitam yang tampak seperti tato pada kulit mereka.

Beberapa saat setelahnya, sebuah kilatan emas seperti melintas di dalam iris kedua anak kecil itu. Memberikan sekilas pandangan masa depan kepada keduanya.

    "Kamu," lirih keduanya bersamaan. Bagai sudah direncanakan alam semesta, mereka mendengar suara nyanyian yang lembut dan indah. Menenangkan dan misterius, berada di sekitar mereka.

    Saat itulah mereka tahu, mereka tidak akan pernah terpisahkan. Ketika ku katakan tidak terpisahkan, itu benar-benar tak terpisahkan. Baik dari segi kedekatan secara nyata maupun hati mereka. Resonance.

    Namun, apakah bisa hati dan badan fana manusia tidak terpisahkan?

TO BE CONTINUED...

The Fortune Tellers [WheeSa] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang