💐𝕭𝖆𝖌𝖎𝖆𝖓 𝕿𝖎𝖌𝖆: 'ℬ𝓊𝓀𝒶𝓃 𝒟𝓊𝓀𝓊𝓃'💐

168 28 13
                                    

Mendengar suara kaget Wheein, Hyejin juga ikut beranjak dari duduk manisnya. Ia keluar dari tenda, menghampiri Wheein yang tampak berbicara kepada dua pemuda yang jelas-jelas ia kenal. Hoshi dan Woozi berada di sana dengan pakaian santai mereka.

"Hoshi yang maksa. Gabut katanya, pengen ke pasar malam," jawab Woozi acuh tak acuh. Ia mengalihkan pandang ke samping, menemukan Hyejin yang berjalan ke arah mereka. Tiba-tiba Woozi merubah mimik menjadi lebih kalem, seolah menjaga image di depan Hyejin. Mungkin merasa sedikit malu bertemu dengan penyanyi lagu barunya di sebuah pasar malam.

"Hwa-sa!! Wassup! Jadi lo berdua yang dukun," seru Hoshi tidak santai. Senyumnya terbit sangat lebar. Merasa begitu senang bisa bertemu dua teman sekelasnya di tempat seperti ini. Jarang terjadi soalnya, sehingga Hoshi merasa bersemangat tiba-tiba entah mengapa. Maklumi saja, ia punya tingkah ajaib yang tidak tertolong lagi.

"Eh, gue kasih tempe yaa Fergusy! Peramal, atau lo biasa sebut fortune teller tuh beda sama dukun! Kita nggak ada tuh ritual-ritual yang make kemenyan. Kita nggak ada bikin ikatan sama makhluk-makhluk halus. Yah, nggak semua. Tapi hampir setiap peramal keberuntungan tuh, make logika pas ngeramal. Beberapa juga cuman make hasil ramalan sesuai buku-buku yang udah para tetua tulis dari zaman old. So, stop calling us dukun, oki bro?"

"Baru tau gue, coba dong gue liat cara ngeramal kalian."

Hoshi tampak lebih bersemangat lagi, ia menggenggam lengan bawah Wheein. Menggoyang-goyangkan tangan gadis pendek itu seperti anak kecil yang minta dibelikan permen. Wheein mengerutkan satu mata kemudian tertawa, menampilkan satu lesung pipi manisnya. Hoshi juga ikut tertawa pelan saat mendengar tawa Wheein.

"Ayok! Jinnie, nih, gue dapet pelanggan kan?" pamer Wheein kepada Hyejin. Gadis dengan kuku panjang itu hanya mengendikkan bahu acuh tak acuh. Wheein kemudian menuntun Hoshi dan Woozi ke dalam tenda untuk mulai meramal.

Saat kedua orang penuh energi itu berjalan berdampingan, langkah Hyejin mendadak terhenti. Ada kilatan emas tipis yang muncul di iris matanya. Hyejin mengehela napas berat melihat cuplikan adegan itu. Ia menunduk sebentar, lalu segera mengangkat kembali kepalanya.

"Napa?" tanya Woozi kalem. Hyejin lupa bahwa Woozi masih belum masuk ke dalam tenda, dengan pelan ia memalingkan kepala ke arah lelaki imut yang tingginya beda tipis dengannya. Hyejin hanya tersenyum sambil berujar tidak apa-apa.

Woozi tidak tahu harus membalas apa lagi, ia pun terdiam. Mereka masuk ke dalam tenda bersama-sama dalam keheningan.

"Apa yang pengen lo tau sekarang ini?" tanya Wheein.

Peraturan paling dasar dari seseorang yang akan diramal adalah mereka harus serius memikirkan apa yang mau mereka ketahui dan sebenarnya tidak boleh hanya sekedar iseng-iseng. Hyejin tahu itu, tapi ia biarkan saja Wheein bersenang-senang sedikit. Toh mereka juga melakukan ini lepas dari badan resmi peramalan.

"Pacar! Gue tuh bosen bat jomblo mulu selama 17 tahun idup. Jadi, gue mau tau, entar pacar gue cantik nggak? Sifatnya gimana? Ceria enggak? Easy going gak?" tanya Hoshi beruntun. Wheein mengerutkan kening. Kalau masalah melihat ke masa depan, Hyejin lebih mahir dibanding Wheein. Gadis berlesung pipi menatap Hyejin meminta petunjuk, tapi gadis bertahi lalat di pipi itu malah menutup matanya. Tidak membiarkan Wheein melihat pandangan yang ia dapat.

"Oke, karna sahabat gue yang pelit nggak mau ngasih petunjuk. Kita pake Cartomancy aja," ujar Wheein. Tangannya terulur untuk mengambil tumpukan kartu tarot dari meja kecil di belakangnya.

Posisi mereka sekarang, Wheein dan Hoshi duduk berhadapan di meja ukuran sedang yang dilapisi kain merah. Banyak benda berkesan mistis di atas sana. Seperti bola kristal besar yang memancarkan cahaya biru. Ada tasbih yin dan yang, jimat-jimat, ada pula ornamen-ornamen pelengkap seperti dupa dan tempatnya.

The Fortune Tellers [WheeSa] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang