🌼𝕭𝖆𝖌𝖎𝖆𝖓 𝕯𝖚𝖆 𝕻𝖚𝖑𝖚𝖍 𝕿𝖎𝖌𝖆: 'ℬℯ𝒸𝒶𝓊𝓈ℯ ℴ𝒻'🌼

112 26 7
                                    

Jembatan penyebrangan itu tampak sangat sepi, kebanyakan orang lebih memilih zebra cross di bawah sana karena lebih dekat dan tidak harus repot menaiki tangga. Ada satu orang dengan tatapan kosong, berdiri di lantai besi jembatan penyebrangan tersebut. Kedua lengannya bersandar ke pagar pembatas. Lampu-lampu mobil silih berganti tertangkap manik gelapnya.

"Hahhh," hela gadis itu. Kepalanya menunduk sebentar, lalu ia angkat lagi hanya untuk sekedar memandang tak tentu arah. Perasaannya kalut. Belum pernah ia merasa sebingung dan segalau ini. Ini kali pertama Wheein sadar betapa menyukai seseorang itu merepotkan, memberatkan, tapi menyenangkan juga di saat yang bersamaan.

Ia jadi teringat hari-hari dimana ia dan Hyejin saling berbagi pelukan, canda, kecupan di pipi. Manis. Tapi juga pahit mengingat fakta bahwa Wheein saja yang merasakan kupu-kupu dalam perut, tidak dengan Hyejin yang menganggap itu semua hal yang biasa sahabat lakukan.

Bila sudah demikian, Wheein bisa apa? Memaksa, bukanlah cara Wheein. Ia akan jauh lebih suka bila Hyejin yang dengan senang hati membalas perasaannya.

Setelah ini, Wheein yakin tali persahabatan mereka berempat akan renggang. Bagaimanapun ceritanya, saat cinta masuk ke lingkup persahabatan antara wanita dan pria, hal seperti ini paling mungkin terjadi.

"Ha, hah, hah," suara napas yang tak teratur tertangkap indera pendengaran Wheein. Ia sudah menduga, tapi tetap tidak bisa bereaksi normal. Keadaan seperti ini terlalu cepat datang, Wheein belum siap bertengkar dengan Hyejin.

"Pulang," ujar gadis berambut hitam panjang. Suasana malam semakin dingin dan gelap dengan atmosfer tidak menyenangkan di antara dua gadis muda. Satu kata terucap dari Hyejin, tapi Wheein tak bergeming. Ia malah kembali memandang ke jalanan, tak memperdulikan kehadiran sahabatnya.

"Lo denger gue kan? Ayok pulang." Nada suara Hyejin terdengar tak bersahabat. Ia tampak gusar dan kesal. Bayangkan saja, ia sudah berlarian ke sana kemari mencari Wheein. Berulangkali mencoba memaksa kekuatan melihat masa depan untuk datang dan memberitahunya posisi Wheein. Namun seolah Dewi sedang mengutuknya, Hyejin tidak dapat apa-apa. Bahkan setelah lelah menghubungi banyak teman mereka, ia masih tidak menemukan Wheein.

Dari siang hingga malam begini, ia repot mencari gadis manis itu ke sekeliling kota. Wajarlah bila ia kesal dan marah mendapati gadis itu mengacuhkannya. Seolah usahanya bukan apa-apa, seolah Wheein bertindak benar dengan mengacuhkan kekhawatirannya.

Dengan suara tertahan, Wheein berujar, "lo duluan aja. Gue masih mau di sini."

"Nggak! Lo pulang sekarang!" Gue takut lo kenapa-napa. Kalimat kedua itu tidak berhasil Hyejin keluarkan. Seperti ada yang mengatupkan bibirnya kala ingin mengungkapkan bagaimana ia khawatir kepada gadis manis itu. Sementara si gadis manis malah terkekeh, "diktator ya."

"Lo pikir karna selama ini gue selalu nurut sama elo, lo bisa seenaknya nyuruh gue sana sini?" jeda sebentar, Wheein berbalik. Ia membalas tatapan Hyejin dan berujar, "gue belum mau pulang Ahn Hyejin. Nanti gue pulang. Lo nggak perlu maksain diri lo buat ngejaga gue. Jaga aja pasangan lo."

Kejam. Wheein tahu ia terdengar sangat tidak suka isu pertunangan Hyejin. Tapi memang itu kenyataannya kan? Hyejin menyipitkan mata tajam, ia terganggu mendengar ucapan si gadis manis berlesung pipi.

"Pulang sebelum gue tarik paksa lo," ujar Hyejin dalam. Ia tidak mau bertengkar malam-malam di luar begini. Malu dan tidak etis.

"Pulang!!" bentaknya kasar. Habis sudah kesabaran Hyejin. Ia menarik paksa Wheein dengan mencengkram pergelangan tangan si gadis manis. Wheein memberontak tidak terima di tarik-tarik.

"Lepas ih!" sentak Wheein kuat. Wheein itu sedang kacau. Ia sedang galau. Ia bingung apa yang seharusnya ia lakukan di saat seperti ini. Ia butuh tempat sepi dan jauh dari penyebab kegalauannya, Hyejin. Namun tampaknya Hyejin tidak mengerti hal ini.

The Fortune Tellers [WheeSa] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang