🍀𝕭𝖆𝖌𝖎𝖆𝖓 𝕾𝖊𝖒𝖇𝖎𝖑𝖆𝖓 𝕭𝖊𝖑𝖆𝖘: '𝒯𝓇𝓊𝓉𝒽 ℬℯ𝒽𝒾𝓃𝒹 ℳ𝒶𝓈𝓀'🍀

98 24 1
                                    

Di dalam sebuah ruang rawat inap khusus para Saviour yang hanya ada 5 ruangan saja, terbaring lemah seorang gadis manis. Ruangan-ruangan ini merupakan ruang rawat rahasia yang hanya diketahui sedikit orang saja.

Sebab jarang sekali terjadi kejadian dimana misi membuat para Saviour terluka. Jadi ruangan itu diletakkan di lantai ketiga dari atas, di tempat yang hanya bisa dimasuki para penatua dan Saviour Master Tingkat Pertama.

Selain seorang gadis manis, ada dua orang lain yang duduk saling berhadapan dengan berbataskan bangsal ruang rawat ini. Hyejin dan Hoshi. Hyejin mengangkat tangannya untuk mengelus punggung tangan Wheein yang bertancap selang infus dan beberapa kantung obat-obat lain yang tidak Hyejin mengerti fungsinya.

Ahli medis khusus para Saviour mengatakan bahwa tubuh Wheein mengalami kerusakan dari dalam akibat lonjakan kekuatan yang tiba-tiba jiwanya dapat. Serta luka-luka luar yang gadis itu derita, bukan hal yang ringan. Ia mendapatkan sebelas jahitan pada masing-masing robekan di tangan, kaki dan kepala.

"Maafkan sahabatmu ini, Wheein-ah. Harusnya kemaren kita tolak aja misinya. Harusnya gue bisa ngelindungin elo. Harusnya-" dan seperti itu terus. Sudah sepuluh menit lebih dan hanya kalimat yang itu-itu saja keluar dari mulut Hyejin.

Semua kalimat berunsur penyesalan tak hentinya ia lontarkan. Ia tidak menangis, tapi rautnya cukup untuk mengonfirmasi bahwa ia terluka dan merasa sangat buruk saat ini.

Hoshi diam saja. Dia tidak berbakat menenangkan orang lain yang sedang dirundung rasa bersalah. Ia hanya menunduk, mendengarkan dengan tekun apapun kalimat Hyejin tanpa menyela. Ia pikir, biarlah Hyejin mengutarakan rasa hatinya. Menemani sahabatmu yang koma selama tiga hari karena menjalani misi bersamamu bukanlah hal yang mudah bagi siapapun.

Pasti ia merasa tidak berguna. Pasti ia merasa buruk. Pasti ia merasa bersalah karena tidak bisa dan tidak tahu harus bagaimana.

Bunyi pintu terbuka menggaung di udara, memunculkan satu lagi sosok teman mereka. Lee Woozi. Pria imut itu masuk dengan tampang datar, sudah tahu bahwa Hyejin akan seperti ini lagi. Setiap hari ia sudah melihat pemandangan ini, dan ia mulai bosan mendengar kalimat-kalimat dari Hyejin. Maka ia berujar, "Hyejin Ahn. Denger gue bentar."

"Semua udah terjadi. Lo mau nangis darah pun, Wheein tetep udah ngalamin kejadian itu. Mungkin ini terdengar menyakitkan, tapi lo nggak ngubah apapun kalo lo cuman duduk disini dan ngulang kalimat-kalimat penyesalan yang sama."

Ada jeda, Woozi membiarkan Hyejin mencerna kata-katanya. Lalu kembali berbicara, "lo seorang dengan bakat ngeliat jiwa. Lo bisa ngeliat jiwa orang yang koma. Lalu kenapa lo nggak nyari jiwa Wheein dan ngajak dia pulang?"

Pertanyaan Woozi membuat Hyejin seolah ditampar. Benar juga, mengapa tidak dari kemarin ia mencari jiwa Wheein. Hyejin mengangkat kepalanya, lalu menatap Woozi yang berdiri di ujung bangsal.

"Makasih, Woozi!" sorak Hyejin terharu. Tidak menyangka teman sekelas sekaligus komposer lagu itu bisa mencerahkan pikirannya yang buntu.

"Oke, guys! Beberapa menit lagi, gue bakal mulai nyari jiwanya. Gue mau kalian ngejaga kita," ucap Hyejin mantap. Tangannya bergerak mengambil lembaran-lembaran jimat kosong lalu secepat mungkin menuliskan jimat untuk mengembalikan kesadaran.

"Hah?!" kompak Hoshi dan Woozi.

"Kalian cuma perlu ngelarang siapapun masuk ke ruangan ini dua jam ke depan. Dan, kalau setelah dua jam gue nggak bergerak, lo, Woozi, harus nempelin nih jimat ke bahu gue. Paham? Paham." Hyejin berbicara tanpa jeda. Bahkan tidak membiarkan Woozi dan Hoshi bereaksi.

Gadis itu langsung merapal mantra. Mengeluarkan jiwanya sendiri lalu tubuhnya lemas dan kepalanya terjatuh di atas bangsal milik Wheein.

"Ck, gadis ini. Dia bahkan nggak ngebiarin kita paham dulu," ucap Woozi.

The Fortune Tellers [WheeSa] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang