🌸𝕭𝖆𝖌𝖎𝖆𝖓 𝕾𝖊𝖕𝖚𝖑𝖚𝖍: '𝒯𝒽ℯ 𝒲𝒽𝒾𝓈𝓅ℯ𝓇'🌸

116 28 4
                                    

"Dokter, bagaimana keadaan anak saya?" tanya seorang perempuan paruh baya. Rautnya penuh kekhawatiran, menatap sang dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi dengan sejuta harapan. Dokter tersebut tersenyum tipis, lalu menghela napas pelan.

"Putri anda masih bisa kami selamatkan. Keretakan di tulang kepalanya tidak sampai ke titik yang fatal. Hanya saja, putri anda masih belum sadar dari koma. Kami mohon anda bersabar, dan terus mendoakan supaya putri anda berhasil melalui masa kritisnya."

"Terimakasih dokter. Terimakasih banyak," suara Ibu itu bergetar. Kesedihannya tidak dapat ia tahan. Putri satu-satunya, putri yang sangat ia cintai sepenuh hatinya. Dalam hati ia menyalahkan diri sendiri akan kelalaian yang ia perbuat. Seandainya ia tidak terlalu sibuk bekerja dan meninggalkan putri kecilnya bermain di jalan raya, kecelakaan itu dapat dihindari.

"Kalau begitu, saya undur diri."

Dokter tersebut berlalu dari hadapan wanita paruh baya yang mulai mengeluarkan air mata dan isak tangis. Perempuan itu meremas-remas sapu tangan dalam genggamannya. Ia membungkuk, berusaha menahan gejolak kesedihan dalam dada.

"Putriku," lirihnya pelan. Dari posisi ia berdiri, bisa terlihat bangsal putrinya mulai dipindahkan ke kamar inap. Dengan cepat ibu itu mengikuti para perawat yang membawa anaknya. Selain ibu tadi, ada satu sosok lain yang memperhatikan seluruh kejadian. Ia mengulas senyum. Anehnya, tidak ada yang menyadari kehadiran sosok itu.

"Baiklah. Sekarang saatnya memanen jiwa," ujarnya kepada udara luas. Namun tidak satupun telinga dapat mendengar suara itu. Pria dengan anting emas, merasa bangga pada dirinya sendiri. Tidak sia-sia ia mengarahkan anak kecil itu ke tengah jalan tepat saat mobil pengangkut kayu lewat dengan kecepatan tinggi. Ia tidak menyangka pekerjaannya akan semudah ini.

"Hai nona kecil," sapanya riang kepada sosok jiwa yang baru saja ia bangunkan. Anak perempuan itu terlihat masih menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Begitu sadar apa yang terjadi, ia berteriak kencang. Ia panik, berpikir dirinya pasti berada di ambang kematian karena ia bisa melihat tubuhnya sendiri di atas ranjang rumah sakit.

"Shh, tenanglah nona kecil."

Anak kecil itu berhenti menjerit, lalu mengarahkan tatapan ke pria tinggi di sebelahnya. Ia bertanya, "paman siapa? Paman bisa lihat aku?" Tatapan polos ia berikan. Sementara pria di sebelahnya sudah memasang wajah predator yang siap menangkap mangsa kapan saja.

"Tentu saja. Paman ini malaikat, tentu bisa melihatmu. Apa kau mau kembali ke tubuhmu?" tanyanya halus. Ekspresinya berubah agar anak tersebut mau menjawab.

"Iya. Aku takut ibu sedih bila aku tidak kembali. Apakah paman malaikat bisa mengembalikanku? Apa aku masih bisa hidup?" tanyanya penuh harap.

"Hmm. Coba paman pikir sebentar," ucap DK sambil membuat gestur berpikir. Beberapa saat kemudian ia berkata, "tentu saja tidak. Untuk apa aku susah payah membuatmu koma kalau akan ku lepaskan?"

"Ap-" belum sempat gadis itu protes, DK sudah merapal mantra. Anak kecil itu seketika menjadi sangat tenang. Tatapannya kosong, jiwanya keluar sepenuhnya dari tubuh. Ia bangkit berdiri, lalu berjalan mengikuti sebuah bisikan.

"Mari, datanglah. Ikut dan lihat dunia impian. Kau akan senang," bisik suara itu berulang-ulang. Terdengar sangat menggoda. Membuat gadis kecil tadi seperti kerasukan. Ia menuruti bisikan-bisikan DK. Setelah sampai ke tempat tujuan, DK segera menghapus semua jejak dan pergi dari rumah sakit itu.

Meninggalkan satu lagi tubuh yang berhasil ia rebut jiwanya.

ღღღ

Tiga orang remaja berlari kencang sepanjang lorong rumah sakit. Mereka tidak lagi sempat berpikir untuk menaiki lift sangkin paniknya. Mereka memilih menuju tangga dan berlari kencang hingga mencapai lantai 2.

The Fortune Tellers [WheeSa] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang