✽𝕭𝖆𝖌𝖎𝖆𝖓 𝕯𝖚𝖆 𝕻𝖚𝖑𝖚𝖍 𝕯𝖊𝖑𝖆𝖕𝖆𝖓: 'ℒℴ𝓃ℊ 𝒟𝒶𝓎'✽

178 22 13
                                    

Mereka saling kejar mengejar seperti dalam film-film India, bedanya, mereka sama-sama wanita. Haha, lucu sebenarnya. Untuk apa juga mereka bertingkah kekanakan seperti ini. Namun Wheein sedang tidak peduli pada image, ia hanya ingin pergi jauh dari Hyejin yang membawakan ide gila soal menikah berkedok itu.

"Yak! Jung Wheein!"

Mereka kejar-kejaran sampai tempat parkir. Untung sedang sepi, kalau ada mobil yang lewat kan bisa berbahaya.

"Woi, tunggu dong!" Masih tidak dihiraukan oleh Wheein. Si gadis berlesung pipi semakin masuk ke daerah ujung dari parkiran. Ke tempat yang kebetulan gelap dan jarang mobil parkir. Terhentilah langkahnya begitu sadar kalau ia malah membuat dirinya sendiri terpojok. Membuat Hyejin mudah menangkapnya.

"Akhirnya berhenti juga lo!" napas Hyejin tak teratur. Ia memang tidak bisa berlari lama-lama, pasti langsung sesak. Bila kalian ingat, dari sejak membantu Yuna menyegel Moon dan Sun, saat dalam gua, dan banyak keadaan lain.

Namun meski begitu, demi Wheein, ia tetap akan memaksa tubuhnya. Seperti saat gadis itu hampir mati dilindas kereta api semasa kecil mereka, Hyejin yang sesak saat berlari memaksakan diri. Demi Wheein, agar Wheein tidak celaka.

Wheein tahu itu. Makanya mungkin ia secara tidak sadar berhenti berlari.

"Kita ngobrol dengan baik dan benar, Wheein."

"Nggak! Nggak ada yang perlu diobrolin." Wheein memasang raut kesal, kemudian melanjutkan, "kalian semua udah nggak waras! Cuman demi nama keluarga, kalian ngeremehin pernikahan yang seharusnya suci. Gue nggak mau ikutan! Urus urusan kalian sendiri."

"Lo nolak gue?" Hyejin berjalan semakin mendekat ke Wheein.

"Lo nolak pernikahan itu, artinya lo nolak gue. Bukannya lo bilang lo suka gue?" tanya Hyejin pada akhirnya. Wheein mematung, lalu netranya menatap Hyejin dengan binar kecewa yang sama seperti Siren di alam bawah sadar Hyejin waktu itu.

"Lagi-lagi lo gini. Sesuka lo memperlakukan orang, lo diktaktor! Lo enak bisa ngeliat masa depan dan masa lalu. Lo bebas semau lo ngenilik apa aja yang gue rasa ke elo. Lo bahkan bisa ngotak-ngatik memori gue soal segala hal." Wheein meluncurkan satu tetes air mata. Pipi kirinya basah, Wheein tersedak saat menahan isakan.

"Egois! Kalo emang lo suka sama gue, seharusnya lo bisa bilang ke gue. Kita bisa pacaran! Dunia lo sempit banget kalo dengan alasan dipandang remeh sama masyarakat lo mutusin buat nutup hubungan di balik pernikahan palsu. Orang kayak kita bayak, AHN HYEJIN! BANYAK!! Dan kita nggak perlu nikah secara hukum kan? Lihat Mami Jeong sam Papi Coups."

Wheein menunduk, ia diam beberapa saat. Lalu terkekeh pelan, ada perasaan miris menggerayapi hatinya, "Nyatanya bukan itu alasan lo. Bukan itu juga alasan Woozi."

"Kalian takut dibuang sama keluarga kalian. Kalian nggak berani ngambil resiko, karena kalian anak pemegang perusahaan yang mengelola banyak bidang di nusantara ini. Dan kalian pikir, enggak, lo pikir gue bakal terima jadi pasangan gelap dari orang yang sudah menikah? Kalian nggak mikir kalau kelakuan seperti ini juga bisa jadi aib kalau ketahuan sama oranglain? Hm?"

"Berpacaran dengan sesama jenis jauh lebih diterima daripada menjadi pacar dari istri orang, terlebih sesama jenis. Itu menjijikkan, dan seberapapun gue jatuh hati sama elo, gue nggak mau. Coba lo letakin posisi lo di tempat gue, emang enak jadi gue? Gue berasa boneka yang bisa lo pake kalo lo mau, lo tinggalin kalo lo bosen. Cinta gue nggak munafik, Hyejin. Elo seharusnya lebih paham itu."

"Kalo emang lo nggak bisa milih gue, hapus perasaan lo. Gue juga bakal kayak gitu. Urusan kita selesai, gue pulang." Wheein berjalan cepat melewati Hyejin yang sedari tadi hening mendengarkan. Baru beberapa langkah melewati Hyejin, pundak Wheein ditepuk.

The Fortune Tellers [WheeSa] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang