💐𝕭𝖆𝖌𝖎𝖆𝖓 𝖘𝖆𝖙𝖚: '𝓐𝓴𝓾 𝓣𝓪𝓴𝓾𝓽 𝓗𝓪𝓷𝓽𝓾'💐

329 37 13
                                    

"Hoammm." Wheein menguap puas sambil berjalan menuju dapur. Ia hanya membuka sebelah matanya untuk melihat jalan ketika menuruni tangga. Lalu menutup mata kembali. Begitu hampir sampai meja dapur, baru ia mengangkat sedikit tirai bulu matanya. Disaat itulah ia memekik tak karuan.

"AAAAAA!"

Kemampuan vokal Wheein yang luar biasa, tambah luar biasa saat ia terkejut setengah mati dan berteriak. Jantung Wheein berdebar tak karuan, sungguh mengagetkan. Gadis dengan lesung pipi itu perlahan mengontrol kembali dirinya. Mengingat ini masih jam 4 dini hari. Wheein tidak mau membangunkan seisi rumah hanya karena suaranya.

"Hhh," hela Wheein. Di depan pintu kulkas, ia melihat sosok Hyejin berjongkok. Gadis berkulit gelap itu diam di sana. Tak sedikitpun bergerak atau menimbulkan suara. Matanya fokus menatap lurus ke arah kulkas yang terbuka. Tangannya ia lipat di atas lutut. Rambutnya yang super panjang tidak membantu, malah justru membuat Wheein semakin takut.

Wheein menggelengkan kepala. Inilah resiko dari mematikan seluruh lampu dalam rumah. Satu dari banyak kebiasaan keluarga Ahn yang lumayan ekstrim. Untung Wheein bisa melihat dalam gelap dengan baik. Kalau tidak, ia pasti sudah kabur tunggang langgang begitu mendapati segumpal gulungan berambut hitam pekat berjongkok di depan kulkas yang terbuka. Kakinya berjalan melewati Hyejin, mengambil cangkir lalu mengisi gelasnya dengan air.

"Ahhh," dahaga Wheein hilang setelah meminum air itu. Masih dengan gelas setengah terisi di tangan, Wheein bergerak menghampiri Hyejin. Turut berjongkok di sebelah teman masa kecilnya itu.

"Hyejinie?" tanya Wheein sambil menusuk-nusukkan telunjuk ke bahu kanan Hyejin. Melihat tidak ada reaksi sama sekali, Wheein memutuskan untuk mendeteksi jiwa Hyejin. Hyejin itu lumayan sering kerasukan, sehingga bukan hal yang mengejutkan bila ia tiba-tiba bertingkah aneh. Wheein meletakkan tangannya di bahu kanan Hyejin. Baru akan menutup mata dan melakukan deteksi jiwa, suara Hyejin keluar.

"Ini gue." Hyejin menurunkan tangan Wheein dari bahunya, tanpa melirik ke samping. Matanya tetap terpaku lurus ke depan. Melihat entah apapun yang menjadi isi kulkas itu.

"Oh," kata Wheein. "Lo liat apaan sih?"

Ia kembali minum satu teguk air setelah bertanya. Jari Hyejin terangkat menunjuk satu titik dalam rak kedua dari bawah. Wheein pikir, mungkin Hyejin tadi melihat seekor semut lalu merasa kasihan dan memutuskan untuk memasukkan semut manis itu ke kulkas agar mendapat manisan buah yang sedang ditunjuk Hyejin. Oke, mungkin saja. Siapa yang tahu hal-hal apa saja yang berkeliaran dalam kepala cantik Hyejin.

"Ada dia," ucap Hyejin kemudian cemberut lalu memiringkan kepala ke samping. Wheein masih berpikir positif. Mungkin Hyejin sedang mengerjainya hanya untuk membuat ia parno.

Apapun yang bisa Hyejin lihat, belum tentu bisa dilihat Wheein meski mereka sama-sama peramal. Wheein itu sepenuhnya mengandalkan kemampuan membaca gerak-gerik. Sementara Hyejin punya kemampuan melihat makhluk halus, seperti orang indigo pada umumnya. Dan Hyejin tahu Wheein takut hantu!

"A-apanya?" tanya Wheein. Ia bertanya apa bukan siapa, karena mulai merasa merinding pada tulang belakangnya. Ini tidak baik, batin Wheein.

"Itu!!!! Dia tadi bilang mau darah gue! Yaudah gue bawa aja ke kulkas. Kan kebetulan ada selai strawberry tuh," tunjuk Hyejin pada toples selai tepat di sebelah mangkuk manisan buah. Bibir Hyejin mengerut kesal. Seolah apa-atau-siapa pun yang tadi meminta darah itu meminta lebih dari yang sudah ia beri. Wheein memucat, namun tetap menanggapi Hyejin.

"Kan mintanya darah, Jinie. Kenapa ngasihnya selai?"

"Ya kan kirain dia kayak Marcelline," adu Hyejin dengan nada anak-anak yang baru saja ketahuan melanggar aturan orangtuanya. Kening Wheein berkerut bingung sebentar. Lalu memasang wajah cengo ketika mendapatkan jawaban siapa itu Marcelline.

The Fortune Tellers [WheeSa] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang