51. Sleep

41.6K 4.3K 145
                                    

CATHERINE masih setia menatap pemakaman yang seharusnya sudah selesai semenjak tiga puluh menit yang lalu. Tidak tau mengapa kakinya tidak bisa ia gerakkan dan sedari tadi tangisannya tidak berhenti juga. Padahal yang lainnya sudah pergi dari pemakaman itu, tapi hanya dirinya yang berada disana masih menatap kuburan Victoria.

Saat Catherine menundukkan kepalanya, ia mengangkat kepalanya lalu menatap orang yang tiba-tiba menepuk pundaknya. Karena mata Catherine masih berlinang air mata, ia buru-buru membasuhnya agar bisa melihat siapa yang menyentuh pundaknya itu. Ketika melihat pelakunya, Catherine membelalakkan matanya.

Masih tidak mengatakan apapun, pria itu hanya tersenyum dan mendekat ke kuburan Victoria agar bisa meletakkan bunga di dekatnya. Begitu sudah, ia kembali mundur dan ikut berada di sebelah Catherine.

"Pergilah sebentar, aku ingin berbicara dengan teman anakku," perintah pria paruh baya yang menggunakan kursi roda itu.

Wanita yang mendorong kursi roda pria paruh baya itu seperti tidak rela membiarkannya, tapi ia tetap melaksanakannya. Begitu wanita itu pergi, keheningan tercipta di antara mereka berdua. Tidak ada yang berniat untuk memulai bicara terlebih dahulu hingga Victoria meringis menahan tangisannya lagi.

"Catherine," panggil Ayah Victoria sembari menatap kuburan Victoria.

"Y-ya?" sahut Catherine membasuh air matanya.

"Apa dengan menangis Victoria akan kembali?"

Catherine terdiam dan kemudian ia menatap Ayah Victoria yang tersenyum tulus.

"Menurutmu, Victoria—anak keras kepala dan pembuat onar itu akan senang melihatmu menangis seperti ini?"

"Saya hanya..." Catherine tidak melanjutkan ucapannya karena ia sendiri tidak tau harus berkata apa.

"Victoria kecil pernah berkata kepadaku, ketika dia meninggal... dia tidak ingin diletakkan apapun di pemakamannya. Katanya nanti jika ada bunga, serangga akan mendatangi bunganya dan serangga itu akan membuat pemandangan kuburannya menjadi jelek," jelas Ayah Victoria mengangkat kepalanya dan menatap langit yang mulai menandakan malam hari itu.

"Kau pasti bingung, bukan? Jika memang dia tidak ingin dibawakan bunga, kenapa aku tetap membawakannya bunga?"

Catherine menganggukkan kepalanya pelan.

"Mudah saja. Aku sengaja membawakannya karena aku berharap dia akan bangkit kembali dan ingin mendengarkan ocehannya jika aku menentangnya. Aneh, bukan?"

Catherine mengerjapkan matanya berulang kali, bingung ingin menjawab apa.

"Sebenarnya aku ingin menentangnya tentang pilihannya ini. Bagaimana bisa ia tega meninggalkan laki-laki tua ini sendirian? Lalu aku sadar, bahwa selama ini aku juga sebenarnya sudah sendirian sebelum Victoria berubah menjadi begitu cerewet jika aku tidak makan, maupun tidur. Meskipun begitu, aku yakin tindakannya ini sebagai rasa hormat dan sayangnya kepada Seline. Jika aku menjadi Victoria, aku juga akan melakukan hal seperti ini juga," jelas Ayah Victoria menatap Catherine sembari tersenyum hingga matanya tertutup.

"Rasanya tidak seperti Victoria ketika melihat ini. Aneh saja ketika melihat Victoria melakukan ini demi orang lain," balas Catherine.

"Tidak. Ia tidak melakukan ini untuk Seline. Dia melakukan ini demi dirinya. Lagipula, semua ini terjadi karena dia," kata Ayah Victoria.

Ketika Catherine hendak menjawab kembali. Perempuan itu kembali datang dengan menunjukkan jam tangannya. "Maaf jika saya menganggu, tapi ini sudah waktunya untuk kembali."

"Ya sudah. Kalau begitu, aku kembali. Lebih baik kau kembali, Catherine. Tidakkah kau ingin melihat Seline?" kata Ayah Victoria sebelum ia pergi dari sana dengan wanita itu yang mendorong kursi roda Ayah Victoria.

Childish Mate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang