Prolog

110 20 13
                                    

"Kamu sama Ayahmu memang sama! Aku sudah bilang bukan dari dulu. Pergi dari rumah ini!!!"

"Aku bukan Ayah!!! Dan selamanya tak akan sama seperti ayah. Apa ada ibu kandung yang meminta anaknya pergi dari rumah?!" Linangan air mata menetes membasahi pipiku.

"Ayo Zuha ... Pergi dari rumah ini," bisikku dalam hati. Aku melangkah kan kakiku. Tapi kakiku tiba-tiba membeku tak bisa ku gerakkan. Bagian kakiku dari tumit ke telapak kaki seperti mati rasa tak bisa merasakan apalagi untukku kendalikan. Aku terjatuh layaknya bayi yang baru berjalan. Aku terjatuh dengan tumit sampai telapak kaki tertekuk menopang pahaku, telapak tanganku ku jadikan alas agar tubuh ini tak terjerembab jatuh mengenai lantai. Aku berharap kaki ini mampu ku ajak untuk melangkah pergi. Keluar dari rumah ... Ah ini bukan rumah tapi menara.

"Zuha ... Apa kau sekarang mengikuti ayahmu?" Bukannya menolongku, perempuan paru baya yang tak lain adalah ibukku pergi meninggalkanku.

Aku masih berusaha mengendalikan kakiku agar mampu menopang ku berdiri. Aku sempat takut jika kaki ini tak bisa digerakkan kembali. Beberapa menit kemudian setelah usaha untuk menggerakkan kakiku, akhirnya kaki ini bisa ku gunakan berdiri lagi. Aku menuju ke kamarku. Menutup pintu rapat-rapat menangis sesenggukan hingga terbawa ke alam mimpi.

                            ***
Pemenang juaranya adalah Alma Namiira Zuha. Semua bersorak gembira.
"Tunggu...," kata kak Keiza.

"Dia bukan bagian dari kita lagi. Dia tak berhak ikut lomba ini."

"Tapi kak ...,"

"Maaf Zuha kami hanya panitia tak bisa apa-apa. Kau terpaksa di coret dari perlombaan ini," kata Kak David.

Aku berlari sekencang-kencangnya. Aku bertemu dengan Fayra. "Zuha, kenapa kau masih ada disini? Ayo ikut aku," kata Fayra.

"Ikut ke mana?"

"Kumpul sama teman-teman yang lainnya lah," Fayra mengajakku menemui teman-temanku yang lainnya.

"Loh Zuha kamu datang? Katanya tidak bisa?" kata Daviya melihat aku tiba bersama Fayra.

"Kemarin memang aku tidak bisa. Tapi hari ini bisa, kan kalian tanya kemarin bukan sekarang," sahutku.

"Aku terlanjur memesan untuk enam orang. Kamu pesan sendiri tidak apa-apa ya. Kamu si dadakan," kata Falisha.

"Iya tidak apa-apa. Tadi aku bertemu Fayra di jalan. Dia memintaku ikut, kalau tidak aku tak ke sini. Aku juga tak tahu jika ketemuannya hari ini bukan kemarin," jawabku.

"Fayra fotokan aku sama Falisha dong," kata Rania.

Aku melihat Falisha, Fayra, Rania sibuk berfoto dengan kamera depan. Sedangkan Akila sibuk memotret Arisha. Ghiza sibuk berfoto sendiri. Aku memilih keluar dari cafe ini. Aku berjalan tak tahu arah. Apa aku yang tak dianggap atau aku yang salah.
Aku terbangun dari mimpiku. Ternyata tadi aku bermimpi. Namun semuanya seperti nyata. Bahkan dalam mimpi aku sangat menyedihkan.

"Aku kan sudah bilang ceraikan aku dari dulu!"

"Kamu kalau bicara dijaga. Jangan asal bicara," Terdengar suara orang ribut dari kamar orang tuaku, apalagi ini. Aku kembali tidur dan berusaha memejamkan mata pura-pura tidak mendengar keributan dari kamar sebelah. Hingga suara itu benar-benar menghilang. Aku kembali terbawa mimpi.

***

"Hasil Test bahasa Arab sudah keluar," kata ketua kelas.

"Siapa yang tidak lolos?" tanya temanku yang lain.

"Yang tak lolos Alma Namiira Zuha," sahut ketua kelas.

Aku yang masih sibuk dengan novelku tercengang dengan apa yang ku dengar. Dada ini terasa sesak. Bayangan sekilas saat tes berlangsung kembali terngiang-ngiang di ingatanku.

"Vin, nomer 5 dong,"

"Nanti saja ya. Aku sendiri belum selesai,"

Aku menengok ke kanan dan ke kiri. Teman-temanku sibuk bertukar jawaban dengan yang lain. Sedangkan aku kebingungan mengisi lembar jawab ini. Untuk mengisi nama saja aku harus bertanya. Ah ... Memang aku tak mengerti bahasa Arab lalu bagaimana kertas ini bisa terisi full. Apalagi aku berasal dari sekolah umum, mana ada pelajaran seperti ini. Ku lirik temanku yang dulu satu almamater terlihat sangat serius sekali.

"Waktu tinggal 10 menit,"
Aku tak punya pilihan lagi. Percuma menunggu temanku, aku sudah paham dari bahasa saat berbicara.

"Bismillah," kataku dalam hati sambil mencoret lembar jawaban asal. Membaca soal pun aku tak mengerti, jadi sama saja bukan.

"Zuha ... Kamu baik-baik saja kan?" Aku tersadar dari lamunanku saat Quenysya bertanya padaku.

"Eh, ada apa? Tadi baca Novel tak mendengarkanmu bicara," kataku berbohong.

"Itu hasil testnya sudah keluar di kirim di grup. Kamu ini baca novel sampai tidak mendengar sekitar," Aku hanya cengengesan menanggapi perkataannya.

Budayakan baca, vote Terima kasih 😃

Lucid DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang