Bab 5 buka bersama

9 3 0
                                    

"Mengapa saat aku sudah melupakanmu kita malah sedekat nadi."

Zuha

"Oh seperti itu," kata Fahmi setelah mendengarkan ceritaku.

"Kamu mau mengajakku ke mana?"

"Tidak ke mana-mana. Pengen menghabiskam tiap detik waktu yang ada bersamamu," Duh, hatiku seperti genderang yang ditabuh dengan kencang. Aku berusaha mengondisikan detak jantungku berharap dia tak mendengarkannya.

"Entah mengapa hatiku tenang bersamamu. Melihatmu sholat dhuha aku pun ikut sholat dhuha dan merasakan ketenangan. Pantas saja tadi kamu berdo'a menangis tersedu-sedu sekarang sudah ceria lagi. Awalnya aku mengira kau hanya munafik menutupi semua luka-lukamu. Namun aku juga merasakan beban berkurang setelah sholat. Itu mengapa kau kembali ceria kembali," Aku tersenyum memperhatikan dia tersenyum. Sungguh melihatnya bahagia aku juga bahagia.

"Kenapa kamu tersenyum melihatku?" tanya Fahmi.

"Aku merindukan senyummu saat ini. Kamu terlihat sangat bahagia sekali,"

"Kamu merindukanku ya hayo ngaku." Fahmi malah menggodaku. Pipiku merah, aku menjadi salah tingkah sendiri.

"Ehh, maksudku sudah lama tidak melihatmu tersenyum seperti ini," kataku kembali. Harusnya tadi aku tak menggunakan kata merindukan. Dia jadi salah paham.

"Ya iya lah kan kita baru bertemu setelah beberapa tahun. Jadi mana mungkin kamu bisa melihatku tersenyum." Fahmi mengedipkan maranya. Fahmi tersenyum jahil lalu tertawa.

"Hmm,"

"Nanti ku jemput buka bersamaku ya?"

"Memang kamu sudah pulang?"

"Gampanglah. Jawab dulu mau apa tidak?" Aku pun menjawab iya. Kita hanya duduk dan berbincang tapi rasanya sangat bahagia sekali. Kita pun bergegas ke kampus karena sebentar lagi aku ada kuliah.

"Hati-hati ya jaga hati jaga mata," kata Fahmi saat kita berada di depan gerbang kampus.

"Apaan sih. Sudah ya," Aku pun berjalan masuk menuju gedung perkulihaanku nanti.

***
"Bahagiaku sangat sederhana. Sesederhana ketika kita menghabiskan waktu bersama. Walaupun sangat singkat."

Zuha

Kebetulan aku ada kuliah sampai sore. Aku sudah meminta izin ibu jika mau berbuka sama Fahmi dan ibu mengizinkannya. Sedikit aneh menuruku, karena dulu aku juga pernah izin tapi tak diperbolehkan.

"Buk nanti aku mau buka sama cowok boleh?" kataku sedikit hati-hati karena takut dan was-was.

"Tidak usah. Dirumah saja," Aku pun membatalkan janjiku dengan Fahmi. Aku tak bisa bersikeras untuk tetap pergi. Begitulah aku, mendumel di hati karena tak di perbolehkan.

Fahmi menjemputku di kampus.

Setelah itu Fahmi mengendarai motornya melewati jalanan hingga kita sampai di sebuah warung kecil tapi bersih. Letaknya lumayan tak jauh.

"Ayo." Kami berjalan beriringan masuk ke dalam warung.

"Eh mas Fahmi, tumben ke sini sama cewek. Mau pesan seperti biasa?" tanya seorang ibu-ibu yang sudah tua.

Lucid DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang