Bab 15 Mimpi

2 1 0
                                    

"Hadirmu kembali adalah firasat atau petanda?"

Zuha

Aku berjalan mau masuk ke dalam rumah. Seketika aku memegang saat menemukan bayanganmu tepat di depan rumah nenekku. Aku berusaha cuek berjalan mengabaikanmu yang masih berdiri di sana.

Aku beruntung karena itu hanya mimpi.

Aku bertanya-tanya mengapa aku tiba-tiba memimpikan Fahmi. Aku sendiri tak mengerti. Memang ku akui akhir-akhir ini aku sering bermimpi aneh. Aku sering bermimpi bertemu dengan cowok selama berhari-hari yang tak ku ketahui wajahnya. Yang ku tahu di mimpiku kini sangatlah dekat. Sampai akhirnya aku memimpikan mendapatkan pesan cinta. Ya setelah mimpi itu, aku tak lagi memimpikan cowok. Aku berusaha menepis segala pikiran walaupun banyak pertanyaan mengenai mimpi-mimpi itu. Tapi aku sadar mimpi itu akibat dari ulah ibuku yang kerap sekali memojokkanku dengan pertanyaan yang begitu membuatku jengah.

"Itu lihat saudaramu udah di lamar, teman-temanmu banyak yang sudah nikah lah kamu boro-boro pacar saja tidak punya." Begitulah ucapan untukku yang di lontarkan tiap hari bahkan tak kenal waktu.

Siapa yang tidak kesal selalu dapat pertanyaan seperti itu.

Hubunganku sama Fahmi? Semenjak aku, Fahmi, Raka, Fayra dan Rania bertemu di kampus kita tak pernah bertegur sapa lagi. Aku heran dengan sikapnya yang penuh tanda tanya. Setelah itu Fahmi tak pernah berkunjung ke rumahku, menemuiku di luar rumah atau sekedar menghubungiku lewat ponsel.

Tentang perjodohan? Jangan ditanya karena aku tak berniat membahas bahkan untuk menanyakan pada orang tuaku.

Lamunanku kembali memikirkan mimpiku yang berentetan. Aku terkadang berpikir apakah rentetan mimpi bertemu cowok ada sangkut pautnya dengan mimpi-mimpiku yang dulu-dulu. Seperti mimpiku merasa dekat sekali dekat seorang cowok yang ku temui di masjid bersama keluarganya. Cowok berkacamata, tingginya sedang.

Dalam mimpinya dia bercanda dengan cowok itu, walaupun ingatanku tak begitu jelas tapi ada rasa nyaman yang menelusup ketika aku memimpikan mimpi itu. Dalam mimpiku juga bersama dengan keluarga cowok itu yang terdiri dari ayah ibu dan saudara perempuan cowok itu. Tapi anehnya saat aku beranjak sebentar karena merasa wudhuku batal saat kembali lagi ada kerumunan yang mengelilingi ayah cowok itu. Dan yang lebih membuatku semakin terbayang-bayang karena aku tak berhasil mengingat wajah cowok itu. Wajahnya samar-samar sulit untuk dikenali.

Tak hanya itu aku juga pernah dua kali bermimpi mendapatkan tamu sekeluarga yang terdiri dari cowok, ayah ibu dan saudaranya perempuan. Mereka berada di depan rumah nenekku. Saat ibuku keluar melihat itu untukku langsung masuk ke rumah kembali.

Apa benar mimpi-mimpi itu berkaitan? Aku juga tak tahu jawabannya.

Bahkan aku sempat curhat mengenai ini pada Nana waktu kemarin aku berkunjung ke rumahnya.

"Mbak siapa lagi cowok yang kau mimpikan lagi? Dan belum tentu cowok-cowok yang kau mimpikan adalah cowok yang kau temui di masjid dalam mimpimu itu. Sampai kapan kau akan mencari cowok di mimpimu di dunia nyata? Bisa jadi itu hanya bunga tidur mbak." kata Nana sambil memainkan game dihpnya. Aku terlihat mencari cowok yang ku temui di masjid itu padahal aku penasaran apakah hanya mimpi atau pertanda.

"Tapi Na, aku merasa aneh dengan mimpi itu. Kenapa coba dia yang hadir dimimpiku? Wajahnya saja aku tak tahu," kataku.

"Mbak, mimpi itu cuma bunga tidur jangan terlalu dipikirkan. Ambil positifnya saja," sahut Nana. "mbak sudah banyak mimpi yang kamu pikirkan dan terlalu kamu bawa ke hati." Aku rasa jika aku menjadi Nana pasti kesal menghadapi aku yang terlalu berlebih-lebihan memikirkan mimpi. Padahal aku tahu tak baik memikirkan suatu hal yang belum kita ketahui atau masih abu-abu. Namun bagaimana lagi ketika seorang Zuha penasaran maka tak bisa dihentikan.

Lucid DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang