POV Fahmi
"Agh, pakai acara jatuh segala." Motor yang kukendarai kini menimpaku karena terburu-buru.
Dari arah berlawanan terlihat truk melaju dengan kecepatan tinggi menuju ke arah jatuhnya aku.
Saat truk semakin dekat, Zuha berjalan menuju ke tengah tanpa terlihat rasa takut diraut wajahnya."Zuha," Semuanya terjadi begitu cepat. Zuha sudah terpelanting karena tertabrak truk. Aku segera berdiri dan melihat keadaan Zuha. Mobil ambulans pun tiba langsung membawa Zuha yang tak sadarkan diri.
"Dok, bagaimana keadaannya?" tanyaku pada lelaki yang memakai pakaian hitam putih.
"Dia baik-baik saja kok hanya luka-luka kecil,"
"Fahmi ...," Terdengar suara Zuha memanggilku. Aku langsung menghampirinya. "Apa ada yang masih sakit? Aku panggilkan dokter ya?"
"Cerobahnya aku," kata Zuha lirih. Aku bingung mengapa dia mengatakan dia ceroboh? Apa ini salah satu cara agar dia bisa menghidariku.
"Makasih ya sudah menyelamatkanku tadi. Kamu tak apa-apa kan? Kenapa sih kamu mau menyelamatkan aku?" tanyaku pada Zuha. Belum sempat Zuha memberi jawaban suster datang dan memintaku ke bagian administrasi.
Saat aku kembali ke ruangannya dia sudah tidak ada. "Dasar keras kepala," kataku setelah mendengarkan pesannya yang disampaikan suster. Aku mencarinya dan menemukannya dipinggir jalan. "Pasti dia mau pesan grab," kataku dalam hati.
Aku langsung merebut hpnya dari dia. Aku menatap Zuha tajam. "Pokoknya kamu tidak boleh pulang sendiri, aku antar kamu pulang,"
"Aku harus kembali ke tempat tadi karena motorku ada disana. Aku mau memperjelas ya jika tadi kepalaku pusing pandanganku menjadi gelap dan sekitarku terasa bergoncang. Hal itu terjadi saat aku menyeberang, kalau aku berhenti aku pasti tertabrak makanya aku berjalan mengira-ngira ke mana arahnya. Mungkin karena sekitarku terasa bergoncang aku jadi salah memperkirakan arah untuk berjalan. Tiba-tiba ada yang menghantam ku dan tubuhku terasa terpelanting dan saat sadar aku sudah di rumah sakit. Jadi intinya di sini aku yang salah, kamu yang menolongku." Zuha menjelaskan kejadian tadi.
"Ini pasti hanya siasatmu untuk menghindariku," kataku dalam hati.
"Sudah deh bercandanya. Tunggu sini aku mau mengambil motor dulu."
Aku langsung bergegas mengambil motorku. "Tapi Fahmi ... Tunggu ...,"
Aku tak mendengarkan perkataannya dan terus berjalan meninggalkannya sendiri. Tak lama aku kembali dengan motorku. Dering hp Zuha berbunyi. Terlihat di layar ada panggilan masuk dengan nama Raka.
"Mana hpku?" Aku sengaja tak memberikan hpnya lalu berinisiatif menyetel speakernya.
"Hallo Zuha kamu dimana? Aku sudah ditempat kita janjian."
Terdengar suara dari seberang sana. Aku mengkodenya untuk segera menjawab. "Aku tidak mau kamu kabur," kataku berbohong agar dia tak curiga.
"Iya aku ke sana. Maaf ya telat aku tadi mengalami kecelakaan," sahut Zuha kemudian karena tak mau membuat Raka heran karena tak ada jawaban.
"Kamu kecelakaan? Dimana? Parah? Aku jemput ke sana ya?" Terdengar nada cemas dari perkataan Raka.
"Ini aku sama temenku kok mau ke sana. Nanti aku cerita deh di sana,"
"Ya sudah hati-hati. Jika ada apa-apa hubungi aku ya," Setelah itu panggilan terputus.
"Raka yang pernah kamu ceritakan ke aku dulu?" Aku menatapnya dengan tatapan mata yang begitu mengintimidasi.
"Iya,"
"Tidak usah ke sana. Ku antar kamu pulang saja. Motormu biar diambil temanku, mana kuncinya?"
"Tidak. Aku tetap akan menemuinya dengan atau tanpa kamu!" sahut Zuha tegas. Zuha terus berjalan tak memperdulikan lagi handphonenya yang dibawa olehku. Zuha menengok ke kanan kiri berharap ada becak.
"Kamu keras kepala ya. Aku ini temanku mau memberi tahu yang baik untukmu," kataku yang ikut menuntun motor secara perlahan agar bisa sejajar dengannya.
"Memangnya kamu pernah mendengarku? Aku juga temanmu, jadi apa bedanya kita?"
"Tapi kamu tidak tahu yang sebenarnya," Aku masih berusaha membela diri sambil terus mengikutinya yang berjalan pincang secara perlahan.
"Dengar ya, berteman itu baik tapi menyembunyikan banyak rahasia itu salah! Aku berkali-kali selalu mengatakan padamu untuk berhenti tapi apa kau mendengarkanku? Itu juga untuk kebaikanmu!" Aku tak tahu mengapa tiba-tiba air mata luruh di pipinya Zuha. Rasanya seperti tertampar ke masa lalu. Aku diam membisu paham maksud perkataannya.
Zuha memalingkan wajah agar bisa menutupi jika sedang menangis. Aku yakin tadi Zuha juga sadar aku melihatnya meneteskan air mata. Hari ini pertama kali aku melihatnya menangis dihadapanku.
"Mengapa hal ini terjadi pada kita," batinku dalam hati.
"Baiklah ku antar kamu menemui Raka. Tapi aku akan bersamamu, berjaga-jaga jika ada sesuatu," kataku kemudian.
"Kamu tak perlu repot-repot."
"Kamu tanggungjawabku sampai kamu tiba di rumah. Semua ini karena aku," Akhirnya dia mau ku antar. Sepanjang perjalanan ku lihat dia menangis sambil sesekali berusaha menghapus air matanya.
"Entah apa yang kau pikirkan Zuha," kataku dalam hati.
"Kita sampai," kataku pada Zuha.
"Aku akan menemuinya sendiri. Kamu di sini saja."
"Tapi ...,"
"Kamu di sini saja,"
Budayakan membaca, vote Terima kasih 😃
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucid Dream
Teen FictionTerlihat Zuha memutar story wa teman-temannya semuanya terlihat bahagia bersama teman-temannya. Air mata berhasil lolos dari matanya. Zuha kembali membuka galeri di hpnya, membuka foto bersama teman-temannya. "Semua ini palsu dan hanya formalitas sa...